Kamis, 05 Maret 2020

Kaidah Ibadah dan Muamalah

Secara umum, seorang Muslim itu hanya melakukan dua aktifitas dalam sehari: ibadah dan muamalah. Kalau bukan ibadah, yah muamalah. Kalau bukan muamalah, ya ibadah.

*****

Ibadah itu aktifitas yang menghubungkan antara diri seorang Muslim dengan Allah, Tuhannya. Sifatnya vertikal.

Untuk aktifitas ini, Nabi Muhammad sudah mewanti-wanti: barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada contohnya dariku maka tertolak.

Atas dasar itu, ulama bikin kaidah untuk urusan ibadah. Kaidahnya berbunyi: semua ibadah dilarang, kecuali ada dalil yang membolehkan. Artinya apa? Ibadah harus pakai dalil.

Sholat, misalnya, semua gerakan dan bacaannya, dari takbir sampai salam, harus ada dalilnya dari Al Qur'an dan Hadits. Begitupula puasa, haji, dan ibadah lainnya.

Kalau ada ibadah yang tidak pakai dalil, itulah yang familiar disebut bid'ah (mengada-ada). Sayangnya, istilah bid'ah ini banyak membuat kening mengkerut dan otot menegang. Padahal, istilah itu biasa saja dalam diskursus antarumat Muslim.

*****

Muamalah itu aktifitas yang menghubungkan antara diri seorang Muslim dengan manusia dan lingkungan di sekitarnya. Sifatnya horisontal.

Untuk aktifitas ini, karena cenderung bersifat keduniaan, Nabi bilang: kalian lebih tahu urusan duniamu.

Makanya, ulama bikin kaidah tentang urusan muamalah. Kaidahnya berbunyi: semua muamalah dibolehkan, kecuali ada dalil yang melarang.

Jual beli, misalnya, semua boleh dijual-belikan, kecuali beberapa benda yang dilarang: minuman keras, babi, dan lainnya. Atau dari sisi prosesnya yang dilarang: mengandung tipu daya, riba, judi, gharar, dan lainnya.

*****

Jadi, Anda seorang Muslim, ketika terjebak dalam kondisi aktifitas yang menimbulkan pertanyaan, maka hal pertama yang bisa Anda lakukan adalah mengidentifikasi kondisi itu, apakah termasuk ibadah atau muamalah.

Setelah kondisi diidentifikasi, terapkanlah kaidah ulama di atas sesuai kondisi. Kalau perlu pakai panduan ulama dalam penerapannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar