Senin, 26 Desember 2011

Syech Yusuf Discovery, Bangunan 'Tak Bertuan

Syech Yusuf Discovery dari kejauhan
BANGUNAN itu tampak cantik dari jauh karena huruf berbahan fiber berdiri tegap bertuliskan Syech Yusuf Discovery. Di belakangnya tampak beberapa bangunan berkubah kerucut dengan bangunan inti di tengah yang didesain menyerupai passappu': tutup kepala suku Makassar. Kalau di Jeneponto disebut patonro'.

Suasana halaman dengan rumput yang meninggi
Ya, Syech Yusuf Discovery nama bangunan itu. Kalau dibahasa-Indonesiakan berarti Penemuan Syaikh Yusuf. Syaikh Yusuf adalah ulama besar Gowa yang gaungnya sampai ke Afrika. Apa penemuannya? Itu yang membingungkan. Bangunan itu dari segi nama menipu memang karena Syaikh Yusuf sama sekali tidak memiliki temuan. Dan faktanya, beliau adalah seorang ulama, bukan penemu.

Papan nama yang dicoret-coreti pengunjung
Papan nama yang terlepas
Kalau dimaksudkan nama itu adalah pengunjung bisa menemukan segala informasi tentang Syaikh Yusuf dari bangunan itu, ternyata juga tidak sama sekali. Di bangunan itu hanya didapati sepasang muda-mudi yang lagi pacaran, tembok bangunan yang terkelupas sana-sini, rumput-rumput di halaman bangunan yang sudah meninggi, dan ragam kesemrawutan lainnya. Informasi macam apa?

Rumput yang meninggi, tidak terawat
Bangunan itu sungguh 'tak bertuan. Tidak jelas model, filosofi, maksud, dan tujuan pembangunannya. Mungkin lebih cocok bangunan itu dijadikan tempat shooting film horor karena bangunannya yang tampak horor.

Sabtu, 17 Desember 2011

Pamanca' dan Tari Pa'deko

Dua pamanca melakukan tari pamanca'
Ada dua hiburan rakyat dalam helatan pernikahan kaum bangsawan (karaeng) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan: Pamanca' dan tari Pa'deko.

Pamanca' adalah adu silat antara dua atau sekelompok orang. Silat yang digunakan adalah silat tradisional. Pesilatnya menggunakan pakaian tradisional berupa sarung dan patonro (penutup kepala).

Tari pa'deko
Agar silat tampak lebih alami, sebelum bersilat, para pesilat meneguk dulu ballo' tala', minuman keras khas Jeneponto yang terbuat dari buah tala' (lontar).

Musik berirama dari gendang dan gong mengiringi sepanjang adu silat berlangsung.

Tari Pa'deko adalah tari menumbuk lesung padi dengan tongkat. Tari ini dilakukan oleh beberapa wanita lokal berpakaian tradisional baju bodo.

Sama seperti pamanca', tari pa'deko juga diringi irama dari gong dan gendang. Irama dari gong dan gendang seiring dengan bunyi tumbukan dari lesung padi.

Jumat, 09 Desember 2011

Wisma Kalla: Dinamis dan Hijau

WIsma Kalla
WISMA KALLA adalah gedung perkantoran milik kelompok usaha Kalla Group yang terletak di Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 8 Makassar. Terdiri dari 15 lantai (minus lantai 13), menjadi yang tertinggi ketiga setelah Menara Bosowa dan Fajar Graha Pena.

Kalau diperhatikan secara seksama, gedung Wisma Kalla berbentuk perahu di atas ombak. Lantai 5 sampai 15 berbentuk trapesium yang melebar ke atas, sedangkan lantai 3 sampai basement berbentuk gelombang yang menggambarkan ombak.

Bentuk tersebut ingin menunjukkan betapa dinamisnya Kalla Group dalam menjalankan usahanya hingga pada 2012 nanti sudah mencapai umur 60 tahun. Bentuk yang juga tergambar pada logo Kalla Group yang terbaru.

Logo terbaru Kalla Group
HIJAU mendominasi warna gedung, menunjukkan bahwa Wisma Kalla ingin bersatu dengan alam. Pohon-pohon depan dan belakang gedung yang dibiarkan tetap tumbuh lebat turut menguatkan hal tersebut.

Interior dalam Wisma Kalla
Keberpihakan terhadap alam juga tampak pada tata ruangan dalam gedung. Sekat-sekat antarruang menggunakan kaca, sehingga cahaya matahari dari luar maksimal menyinari seluruh ruang. Pemakaian lampu listrik pun bisa diminimalisir.

Baubau, Kota Sejarah yang Multietnik

Benteng Wolio, Keratong
'TAK SALAH saya menyebut Baubau sebagai kota sejarah. Di kota yang sempit berbukit ini, bukti sejarah terpelihara. Benteng Wolio atau biasa disebut Keratong yang berdiri megah di puncak bukit kota Baubau adalah salah satu bukti sejarah yang paling menarik.

Benteng milik Kerajaan Buton itu cukup luas dan dibangun dengan material batu gunung yang sangat kokoh. Di sekitarnya berjajar rumah-rumah panggung milik penduduk yang juga masih keturunan dekat Kerajaan.

Di puncak atas Benteng terdapat gua kecil. Di gua itulah Aru Palakka, Raja Bone, bersembunyi dari pencarian pasukan Bontomarannu Kerajaan Gowa. Papan pengumuman dari besi berdiri di dekat gua dan menuliskan sejarah tersebut.

Dari puncak Benteng juga terlihat keadaan kota Baubau yang sangat padat. Dari kejauhan juga tampak Pulau Makassar, pulau yang menjadi tempat persinggahan pasukan Bontomarannu ketika mengejar Aru Palakka. Di pulau itu pula pasukan Bontomarannu dikepung pasukan Belanda sehingga banyak dari mereka yang mati dan tertangkap.

Suasana Kota Baubau dari atas Benteng Wolio, Keratong
'Tak salah juga saya menyebut Baubau kota multietnik. Di kota terbesar ketiga di Sulawesi Tenggara setelah Kendari dan Kolaka itu, hidup berdampingan ragam etnik. Ada suku asli Buton, Bugis, Tolaki (Kendari), Raha, dan pascakonflik Ambon, banyak juga orang Ambon yang menghuni kota ini; bahkan mereka diberikan kawasan tersendiri.

Rabu, 07 Desember 2011

Kolaka, Kota Tanpa Kesan

Kota Kolaka [foto: sultra.kemenag.go.id]
BUTUH naik mobil empat jam dari Kendari untuk menuju Kolaka. Jalanan yang dilalui pun sangat panjang dan berkelok, membelah pebukitan yang ditumbuhi pepohonan dan belukar lebat. Beberapa daerah kecil terlewati, termasuk lokalisasi prostitusi Kilo 12 yang memang berjarak sekira 12 kilometer sebelum Kolaka.

Melihat Kolaka, tidak ada yang istimewa. Bangunan, jalanan, tata ruang, semuanya kurang-lebih sama dengan kebanyakan daerah lainnya di Indonesia. Sebenarnya, pantai di kota ini cukup luas dan indah untuk dinikmati, tapi sayang belum tertata semisal Kendari Beach. Tepinya sangat kumuh.

Pantas saja pariwisata tidak berkembang di kota ini yang menyebabkan bisnis hotel juga tidak marak. Hotel terbaik saja tempat saya menginap tidak jauh beda dengan hotel terburuk di Kendari.

Berbeda dengan bisnis hotel, bisnis lainnya seperti restoran, cafe, beli-jual mobil, dan lainnya, cukup berkembang. Bahkan harga makanan di kota ini cukup mahal, semahal harga makanan di Makassar. Mungkin karena jarak Kolaka yang dekat dengan Pomala, daerah tambang milik PT Aneka Tambang. Kebiasaan pengawai Antam yang berlibur ke Kolaka dengan banyak uang menyebabkan harga-harga melambung tinggi.

Terakhir, saya sempat mengunjungi Kantor Bupati Kolaka yang dari depan bangunannya tampak cantik. Namun keadaan kontras terlihat saat saya masuk ke dalamnya: dinding antarruang hanya dilapisi tripleks-tripleks 'tak bercat; tata letak ruang juga sangat kumal, 'tak berestetika. Semoga segera direnovasi.

Intinya, tidak ada yang berkesan di Kolaka, itu saja! Mungkin juga karena saya cuma sebentar di kota itu dan belum sempat mengelilinginya lebih jauh.