Kamis, 27 April 2023

Dua Partai Terbaik AC Milan


Semua tahu, perioda kejayaan AC Milan di era sepakbola modern itu terbagi dua: 1988-1995; 2003-2007. 

Di dua era itu, Milan berprestasi di Italia dan Eropa. Mereka meraih lima gelar Liga Italia dan lima Piala Champions.

Sebagai Milanisti sejak era 90-an, Saya ingin memilih dua partai terbaik yang mewakili dua era itu.

Pertama, partai pada 1994: AC Milan Vs Barcelona 4-0. Partai Final Liga Champions yang ideal kala itu. 

Kedua tim sama-sama berjaya di Liga masing-masing. Milan baru saja juara tiga tahun beruntun; Barcelona empat tahun.

Pun ideal, banyak yang lebih menjagokan Barcelona. Dari sisi permainan, mereka lebih atraktif dengan total football ala Johan Cruyff-nya. 

Lini depan mereka juga dihuni Romario dan Stoichkov. Di belakang, ada Ronald Koeman, top skor Piala Champions dengan 8 gol, dan Pep Guardiola.

Adapun Milan, mereka kehilangan Van Basten yang cidera dan Baresi yang terakumulasi kartu kuning. Papin, kunci mereka menjuarai Liga, juga 'tak dimainkan.

"Barcelona adalah favorit. Kami lebih komplet, kompetitif, dan berpengalaman. Milan bukan apa-apa. Permainan mereka mengandalkan pertahanan, sedangkan kami menyerang," ujar Cruyff sebelum laga.

Tapi apa yang terjadi. Penonton disuguhi partai yang tidak berimbang. Barcelona cuma menggigit di menit-menit awal. Selanjutnya, setelah kebobolan, mereka menyuguhkan permainan antiklimaks.

Milan pun akhirnya berhasil mengalahkan Barcelona empat gol tanpa balas melalui dwigol Massaro, Savicevic, dan Desaily. Mereka pun merebut trofi Piala Champions mereka yang ke-5.

"Kami bermain fantastis. Di atas lapangan para pemain melakukan semuanya secara sempurna. Barcelona hanya mampu menendang ke gawang sekali. Semua pemain kami tampil 100 persen. Inilah alasan kami mengalahkan Barcelona 4-0," kata Fabio Capello, pelatih Milan.

Setelah partai Milan Vs Barcelona, permainan dengan gaya bertahan (pragmatis) menjadi tren di dunia sepakbola. Dan Italia menjadi pionirnya dengan sebutan cathenacio.

Kedua, partai Semi Final Liga Champions 2007: AC Milan Vs Manchester United 3-0. 

Partai leg 2 ini berlangsung di San Siro. MU datang dengan kepercayaan tinggi setelah menang 2-3 di leg 1. Mereka juga baru saja menjuarai Liga Inggris.

Kesolidan materi MU yang dihuni Ronaldo, Rooney, Scholes, dan Gigs diyakini mampu menghancurkan Milan. 

Tapi fakta di lapangan menyajikan hal sebaliknya. Duet Ronaldo-Rooney mati kutu. Tak satu biji pun peluang mereka ciptakan. Partai tersebut adalah partai terburuk MU di musim itu.

Sebaliknya, Milan tampil menggila dan berhasil unggul cepat 2-0 melalui dua gol sulit Kaka dan Seedorf. 

Setelahnya, mereka mengendalikan permainan. Milan akhirnya membungkus kemenangan 3-0 melalui gol pamungkas Gilardino. 

Warga Italia menyambut antusias kemenangan Milan itu. Bagi mereka itu adalah pembalasan setelah sebelumnya MU menggulung AS Roma 8-3.

Milan melaju ke final Liga Champions melawan Liverpool. Menang 2-1 sekaligus berhasil menjadi juara ke-7 kalinya.

AC Milan 1994

 

AC Milan di musim 1994 adalah contoh bagaimana tim bisa meraih prestasi dengan mengandalkan pertahanan. 

Ditinggal Ruud Gullit dan Frank Rijkaard yang hengkang plus Marco Van Basten yang cidera panjang, lini depan Milan tidak meyakinkan sama sekali.

Bayangkan, selama menjalani 34 laga Seri A, Milan hanya mencetak 36 gol. Udinese dan Atalanta yang degradasi saja sama-sama berhasil mencetak 35 gol.

Lantas, apa yang membuat Milan berhasil menjuarai Seri A? Pertahanan yang baik. Digawangi Franco Baresi, Alesandro Costacurta, Paolo Maldini, Mauro Tasotti, dan Marcel Desaily, Milan hanya kebobolan 15 gol sepanjang musim.

Keadaan itu juga berlaku di Liga Champions Eropa. Melakoni 13 partai, Milan hanya kebobolan 2 gol. Anehnya, penyerangan mereka justru subur dengan 21 gol.

Hasilnya: Milan juara setelah menumbangkan favorit juara Barcelona dengan skor telak 4-0.

Senin, 24 April 2023

Pesepakbola Georgia

Seberapa banyak pesepakbola Georgia yang Anda kenal? Saya cuma mengenal tiga yang bermain di tim hebat.

Pertama, Shota Arveladze. Penggemar bola 90-an pasti familiar mendengar nama itu. Ya, Arveladze adalah striker andalan Ajax di masanya.

Bergaya tipikal khas striker Eropa Timur seperti Hristo Stoichkov atau Floren Raducioiu, Arveladze subur mencetak puluhan gol bersama Ajax. Pun cuma sering bermain sebagai pengganti.

Kini, di usia 50, Arveladze berkarir sebagai pelatih klub lokal di negaranya.

Kedua, Kakhaber Kaladze. Penonton Liga Italia 2000-an wabilkhusus Milanisti pasti kenal sekali dengan pemain itu. Bek kiri andalan AC Milan di masanya yang kadang didorong maju sebagai gelandang.

Tidak secepat Roberto Carlos atau setenang Denis Irwin, tapi positioning-nya sangat menyulitkan penyerang tim lawan. Umpan-umpannya dari sisi kiri juga sangat memanjakan Andriy Shevhenko dan Filippo Inzaghi.

Menariknya, di usia pensiun, Kaladze banting profesi jadi politisi. Bukan sembarang politisi, beberapa jabatan telah diembannya: legislator, Menteri Energi, dan Walikota.

Ketiga, ini yang paling hits: Khvicha Kvaratskhelia. Gelandang elegan yang berhasil membawa Napoli mendominasi Liga Italia Serie A.

Sumbangan 12 gol dan 10 assist-nya berhasil membawa Napoli berjarak dua kemenangan lagi dari gelar Seri A ketiganya sepanjang sejarah.