Minggu, 25 Januari 2015

Menikmati Bangunan Tua di Fort Rotterdam

Benteng Rotterdam
Di tengah modernisasi bangunan di kota Makassar saat ini, terdapat satu bangunan tua yang masih bisa dinikmati sekarang. Bangunan itu bernama Fort Rotterdam.

Pada Sabtu (24/1/2015) cerah kemarin, saya menyempatkan waktu menikmati benteng berusia sekira 500 tahun itu. Sekira satu jam saya berjalan mengelilingi kompleks Benteng yang cukup luas.

Sejatinya, benteng itu milik Kerajaan Gowa. Dibangun pada 1545 dan diberi nama Benteng Panyua atau Benteng Ujung Pandang. Pada 1667, benteng itu direbut oleh Belanda. Namanya lalu dirubah menjadi Fort Rotterdam.

Unsur arsitektur eropa klasik ala Belanda mendominasi semua bangunan dalam kolmpleks benteng. Arsitektur peninggalan Kerajaan Gowa yang tersisa hanyalah dinding sekeliling benteng yang terbuat dari bahan dasar batu padas yang diambil dari Maros.

Dinding benteng dari batu padas
Secara umum, unsur keotentikan benteng masih kelihatan. Namun, mata saya sedikit terganggu dengan keberadaan air conditioner (ac) yang melekat di hampir semua dinding bangunan.

Saya juga sangat tidak sepakat dengan keberadaan museum La Galigo di benteng itu. Entahlah, menurut saya tidak tepat saja. Begitu pula ruang seni dan beberapa elemen lainnya yang tidak nyambung dengan sejarah benteng.

Satu lagi, seandainya saya memiliki kekuasaan di kota Makassar, saya akan membersihkan semua bangunan di depan benteng. Saya akan membiarkan laut lepas kelihatan dari benteng. Dengan begitu, setiap pengunjung bisa membayangkan fungsi dari benteng itu di masa lalu.

Arsitektur gaya eropa klasik
Taman telah dipercantik dan bahkan bisa dipakai untuk acara.
Bangunan eropa klasik ala Belanda.

Jumat, 02 Januari 2015

Eksotika Batu Cadas di Taman Prasejarah Leangleang

Selamat datang di Taman Prasejarah Leangleang!
Taman Prasejarah Leangleang. Mendengar namanya membuat saya penasaran dan bertanya-tanya: apa yang ada di tempat itu sehingga namanya demikian? Apakah tempat itu serupa museum? Ataukah sejenis tempat bersejarah?

Ahad (1/1/2015) kemarin saya menjawab rasa penasaran tersebut. Di tengah guyuran hujan yang membasahi Makassar, saya memacu si kuda besi menuju kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros. Di kecamatan itulah Leangleang berlokasi.

Dalam perjalanan, saya disuguhi pemandangan khas Bantimurung: sawah yang menghampar luas berlatar tebing tinggi yang berselimut pepohonan hijau. Namun pemandangan lain saya temukan ketika masuk ke jalan Poros Leangleang. Di tengah-tengah sawah warga, ramai berdiri batu cadas.

Batu cadas di tengah-tengah sawah warga.
Cukup unik bagi saya karena baru kali itu saya melihat pemandangan seperti itu. Di ingatan saya pun terniang informasi: Maros bersama Pangkep merupakan kawasan karst. Makanya di kedua daerah itu banyak berdiri batu cadas.

Taman yang banyak berdiri batu cadas.
Tibalah saya di Taman Prasejarah Leangleang. Suasana taman menyambut saya dari pintu gerbang. Semuanya serba tertata rapi: jalanan taman, bunga-bunga, dan pepohonan yang tampak terawat dengan baik. Di belakang taman, berdiri megah tebing tinggi dengan pepohonannya yang hijau.

Terus, apa yang istimewa dari taman itu? Ya, sama seperti yang saya temukan di tengah-tengah sawah warga tadi, di taman Leangleang pun ramai berdiri batu cadas. Cukup memberikan eksotika, terutama bagi yang hobi fotografi.

Setelah menikmatinya, saya kemudian lebih suka menamainya taman batu. Ya, batu-batunya lebih ramai dan menonjol daripada bunga dan pepohonannya. Dan tentu saja lebih unik. Keindahan taman semakin sempurna dengan adanya sungai yang membelah taman.

Taman batu
Sungguh karya Allah yang indah
Sungai yang membelah taman
Wowww.....
Ada gazebonya juga
Amazing!
Luar biasa!
Adakah suasana seperti di tempat lain?
Taman Batu yang indah
Wah.....
Batu cadas yang ramai
Dari jauh
Taman Batu yang indah, bukan?
Taman sudah terjawab. Terus, prasejarahnya mana? Ya, letak prasejarahnya terjawab dengan adanya dua leang (gua) di bawah tebing: Leang Pettae dan Leang Pettakere. Menurut hasil penelitian arkeolog, dua gua itu dihuni manusia sekira 5.000 tahun lalu. Bukti-bukti peninggalan mereka ditemukan di dalam gua, berupa lukisan dinding: binatang dan telapak tangan, dan alat-alat dapur.

Leang Pettakere
Leang Pettae

Suasana sekitar leang
Kontur bawah tebing sekitar leang
Tebing di sekutar gua
Hujan yang mengalir di batu tebing
Lestarikan daku!
Lestarikan daku!
Saya belum menyempatkan diri masuk ke dalam gua berhubung Pengelola membatasinya dengan pagar. Kebijakan itu diambil karena banyaknya pengunjung nakal yang mengotori dinding gua dengan tulisan. Pun ada pengunjung yang ingin melihat isi gua, wajib ditemani Pengelola. 

Menurut penilaian saya, Taman Prasejarah Leangleang cukup layaklah jadi tujuan wisata. Taman batunya yang unik sangat nyaman bagi wisatawan penyuka taman dan yang hobi fotografi.

Tiket masuk Leangleang hanya Rp 10.000 per orang. Sangat murah dan tentu saja sepadan dengan pemandangan alam yang bisa dinikmati di dalamnya.

Rasakan kesejukannya!
Selamat menikmati!
Taman di antara batu cadas.
Taman yang luar biasa indahnya
Jalan di antara tebing
Taman yang indah, bukan?
Taman yang indah
Bangsa yang besar memelihara budayanya.