Jumat, 02 Mei 2014

Catatan dari Bali

Dari balik kaca pesawat, saya melihat pulau Bali di bawah. Indah memang. Seperti kata orang-orang. ‘Tak salah jika pulau dengan luas sekira 5.636,66 km2 itu dijadikan tujuan utama wisata internasional.

Keinternasionalan Bali tampak jelas di bandara Ngurah Rai. Pesawat-pesawat milik maskapai asing parkir teratur: Virgin, Jetstar, Silk, dan lainnya. Setiap tahun, Bali dikunjungi hampir satu juta turis asing (bule). Bule dari Australia dan Jepang mendominasi.

Keinternasionalan Bali juga tampak di jalanan-jalanan kota. Bule ramai berwara-wiri. Mereka mengendarai motor, naik mobil, jalan kaki, dan kongkow-kongkow di cafe dan restoran. Rasa-rasanya seperti bukan di Indonesia saja.

Banyaknya bangunan hotel, toko, cafe, dan restoran yang didesain bergaya eropa juga semakin menghilangkan kesan Indonesia. Beruntung masih banyak bangunan yang didesain mirip Pura (tempat memuja umat Hindu) sehingga nuansa tradisional ‘tak hilang sama sekali. ‘Tak salah pula jika Bali dijuluki Pulau Seribu Pura, selain Pulau Dewata.

Pokoknya, kalau Anda keliling Bali, Anda tidak putus-putusnya melihat dua hal: bule dan bangunan Pura. Sampai bosan!

Pantai adalah surga
Bicara Bali, tidak sah rasanya kalau belum bicara pantai. Ya, di pulau berpenduduk sekira tiga juta jiwa itu, pantai adalah surga. Surga bagi para penikmat alam karena keindahannya dan surga bagi para peselancar karena ombak tingginya.

Empat hari berada di Bali, saya menyempatkan diri mengunjungi empat pantai: pertama, Uluwatu. Pantai yang tersembunyi dari keramaian di daerah Uluwatu itu memiliki ombak yang cukup tinggi dan deras. Pantai ini pun ramai dikunjungi para peselancar mahir.

Tebing tinggi nan curam juga menjadi ciri alam pantai ini. Banyak yang berfoto berlatarkan tebing tinggi itu. Beberapa hotel dan Pura Uluwatu juga menghiasi pantai ini.

Sunset pantai Uluwatu (foto: Muhardi)
Peselancar beraksi di Uluwatu (foto: Muhardi)
Vila di antara tebing curam Uluwatu (foto: Muhardi)
Kedua, Kuta. Pantai ini sangat terkenal sampai-sampai dijadikan judul lagu oleh penyanyi Andre Hehanusa. Pantai ini juga mudah dijangkau karena terletak di tengah keramaian daerah Kuta.

Pantai Kuta yang panjang membentang terbuka untuk umum 24 jam. Pada pagi hari biasanya banyak pengunjung yang lari-lari dan berselancar. Ombaknya yang tidak ekstrem membuat pantai ini banyak dimanfaatkan pengunjung untuk belajar berselancar dan berenang. Sebuah tim penyelamat siap menolong kalau ada pengunjung yang tenggelam.

Sore dan malam hari, pantai Kuta menjadi tempat nongkrong. Sisa dari nongkrong itu adalah sampah yang bertebaran di mana-mana. Namun jangan khawatir, tim sukarelawan siap membersihkan pantai Kuta setiap hari. Untuk menjamin keamanan, pantai Kuta juga dijaga oleh tim security.

Pantai Kuta (foto: Awilis)
Ketiga, Jimbaran. Kalau Anda ingin merasakan sensasi makan di tepi pantai dimana meja dan kursi makan Anda terletak di atas pasir pantai, datanglah ke Jimbaran. Jajaran restoran siap melayani Anda.

Makanannya dijamin enak dan berkelas dunia. ‘Tak heran, turis asing pun banyak nongkrong di Jimbaran. Pengamen-pengamen berpakaian khas adat Bali juga siap menghibur Anda. Uniknya, mereka bisa menyanyikan banyak lagu dari banyak negara.

Makan di Jimbaran (foto: Ivan)
Keempat, Tanah Lot. Kalau Jawa Barat punya Tangkuban Perahu dan Jogjakarta punya Candi Borobudur, maka Bali punya Tanah Lot. Tanah Lot adalah pantai yang sangat indah dan eksotis. Keindahannya susah dilukiskan dengan kata-kata. Lebih baik dilihat langsung daripada diceritakan.

Sama seperti Tangkuban Perahu dan Candi Borobudur, di sekitar Tanah Lot juga ramai pedagang yang menjual baju, celana, dan pelbagai barang dan souvenir bernuansa Bali.

Tanah Lot sisi kanan (foto: Muhardi)
Tanah Lot sisi kiri (foto: Muhardi)
Selain empat pantai di atas, masih banyak lagi pantai di Bali yang tidak kalah indahnya, seperti Nusa Dua, Bedugul, dan lainnya. Butuh waktu berhari-hari untuk menikmati semua pantai itu.

Rafting di sungai Ayun
‘Tak hanya pantai yang menjadi surga di Bali, sungai pun demikian. Pemandangannya indah dan arusnya bisa dipakai buat rafting (arung jeram).

Saya dan teman-teman menjajaki rafting di salah satu sungai, yaitu sungai Ayun. Sungai Ayun yang berarti cantik atau ayu memiliki arus yang bersahabat sehingga cukup aman bagi pemula, bahkan untuk anak 6 tahun.

Rafting di sungai Ayun menempuh jarak sekira 10 kilometer dalam waktu sekira 2 jam. Sepanjang perjalanan, kami disuguhkan aksi seru saat perahu karet melalui batu-batu sungai yang besar.

Pasukan siap rafting (foto: Muhardi)
Rafting sungai Ayun (foto: Muhardi)
Selain itu, pohon-pohon raksasa yang berjajar di tepi sungai memberikan kesejukan yang luar biasa. Pemandangan air terjun yang deras menambah seru suasana. Ditambah ukiran-ukiran cerita wayang yang menghiasi dinding di tepi sungai.

Meskipun biaya rafting mahal: Rp 240 ribu per orang, tapi itu terbalaskan dengan keseruan dan pengalaman yang didapatkan.