Selasa, 13 Agustus 2013

Kehidupan Nabi Muhammad (596 - 611): Menjadi Kepala Keluarga dan Peristiwa Renovasi Ka'bah

Pada 596, di usia 25 tahun, Muhammad menikah dengan Khadijah yang berusia 40 tahun. Pernikahan keduanya berlangsung bahagia hingga membuahkan dua orang putra: Qasim dan Abdullah, dan empat orang putri: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah Az Zahra. Dalam perjalananya, semua putra Muhammad meninggal saat masih kecil.

Muhammad menghidupi keluarganya dengan berdagang. ‘Tak salah beliau amat memuliakan profesi yang satu ini. Beliau bahkan berkata, “Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli (perdagangan) yang mabrur.”

Muhammad juga menghiasi keluarganya dengan akhlak yang baik: perkataan lemah-lembut, kerja keras, kejujuran, dan lainnya. Tidak pernah sekalipun dia mencontohkan keluarganya kebiasaan buruk: meminum khamr, salah satunya. Padahal kebiasaan itu umum di kalangan warga Quraisy Mekkah kala itu yang masih jahiliyah.

Yang menarik, Muhammad juga menghindarkan keluarganya dari pemahaman kuat warga Quraisy Mekkah kala itu, yaitu menyembah berhala. Bahkan beliau melarang untuk memakan daging hewan yang disembahkan untuk berhala.

Selain akhlak dan perilaku yang baik, Muhammad juga dikaruniai kemampuan untuk mengambil keputusan. Itu terbukti pada peristiwa renovasi ka’bah saat usia beliau menginjak 35 tahun.

Ka’bah kala itu masih berupa bangunan susunan batu setinggi sembilan hasta (siku manusia dewasa), lebih tinggi dari manusia. Bentuknya yang tanpa atap membuat banyak pencuri yang mengambil isi dalam ka’bah. Dengan keadaan seperti itu, bangunan ka’bah menjadi rapuh karena sering dimanjati.

Banjir yang terjadi di Mekkah semakin membuat Ka’bah rapuh. Para petinggi kaum Quraisy pun sepakat untuk merenovasi bangunan peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail itu.

Dimulailah renovasi Ka’bah di bawah pengawasan arsitek asal Romawi bernama Baqum. Dana pembangunan disepakati hanya dari yang baik-baik, bukan dari dana pelacuran, dana sistem rente (riba), dan dana dari harta rampasan.

Tatkala pembangunan sampai pada bagian Hajar Aswad, para petinggi kaum Quraisy berdebat perihal siapa yang berhak mengangkat dan memindahkannya. Perdebatan berlangsung hingga berhari-hari, bahkan meruncing ke perang, pertumpahan darah.

Ternyata ditakdirkan: orang yang berhak mengangkat Hajar Aswad adalah Muhammad. Namun Muhammad mengambil sebuah keputusan yang sangat bijak: beliau meminta sebuah selendang lalu meletakkan Hajar Aswad di atasnya.

Muhammad kemudian menyuruh para petinggi kaum Quraisy untuk masing-masing memegang ujung selendang dan mengangkatnya bersama-sama. Saat akan tiba di tempatnya, Muhammad mengambil Hajar Aswad itu dan menaruhnya pada tempatnya semula.

Begitulah peristiwa renovasi Ka’bah sehingga menjadi seperti yang kita lihat saat ini: bangunan setinggi 15 hasta. Pun kemudian dilakukan lagi beberapa renovasi oleh generasi selanjutnya.

Referensi: Buku Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Safiyyurrahman Al Mubarakfury.