Sabtu, 13 Juni 2020

Teror Subuh

Tiba-tiba saya teringat Pak Daud, kru Intelkam Polda Sulsel yang meninggal dunia saat berjalan kaki dari rumahnya di jalan Pallantikang, Sungguminasa, menuju masjid untuk sholat Subuh. Dia ditembak dua kali di sekitaran dada. Tubuhnya tersungkur. Pelakunya kabur.

Siangnya, Pak Daud dikuburkan. Keluarga, tetangga, dan teman turut mengantarkan dan mengikhlaskan. Meskipun dalam hati mereka tentu penuh pertanyaan.

Kepada publik, Polda Sulsel bilang: akan membentuk tim khusus yang mengusut kasus meninggal dunia krunya itu. Namun, sampai hari ini, kasus itu belum terungkap. Setidaknya kepada publik. Setidaknya kepada saya.

*****

Siapa kira-kira orang yang sanggup mengintai Pak Daud, menunggunya sampai Subuh, lalu menembaknya dengan tepat dua kali di daerah mematikan? Tentu saja bukan berandalan jalanan yang kalau mau makan masih pulang ke rumah atau kalau mau uang masih minta sama mamaknya.

Orang yang sanggup begitu adalah orang yang bermental penyerang dan pembunuh. Menurut analisa gembel (anabel) saya, kemungkinannya cuma dua: satu, pembunuh bayaran profesional yang dibayar mahal; kedua, orang yang berlatar belakang militer. Ya, kalau bukan polisi tentu saja tentara.

Tapi, kembali lagi, itu cuma anabel saya. Yang tahu pelaku sebenarnya tentu saja hanya Allah, pelakunya, dan orang yang menyuruh pelakunya (kalau memang ada).

*****

Tapi jangan salah, anabel itu kemudian saya pakai di kasus penyerangan Novel Baswedan, kru KPK. Dan benar saja, Polri menemukan dua pelakunya: dua-duanya polisi. Dan tentu Anda bisa mengikuti sendiri kelanjutan kasus itu sekarang.

Saya pribadi lebih tertarik dengan alasan di balik kejadian dibandingkan penghukuman terhadap pelakunya. Pak Daud ditembak, apa alasannya? Novel diserang, apa alasannya? Dua-duanya masih samar bagi saya.

Bahkan, menurut saya, alasan di balik kematian Baharuddin Lopa dan Munir pun masih samar sampai sekarang. Pun tentu kita tetap harus menghargai hasil temuan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar