Minggu, 07 Juni 2020

Ratu

Indonesia ini negara berbentuk republik, tapi tidak henti-hentinya memproduksi "Ratu". Sejak digelar pertama kali 1992 silam, ajang Putri Indonesia telah melahirkan 24 ratu kecantikan. Indikatornya tiga: brain, beauty, behaviour. Yang menilai tentu juri kompeten, bukan masyarakat. Penilaiannya memakai sistem meritokrasi, bukan demokrasi.

Beberapa di antara 24 ratu itu yang terkenal: Venna Melinda, Alya Rohali, Artika Sari Devi, Angelina Sondakh, Nadine Chandrawinata, Maria Selena, dll. Saya 'tak perlu menjelaskan siapa nama-nama tersebut. Jejak mereka cukup terekam di dunia maya. Anda tinggal menelusurinya. Sekalian bisa menilai: mana yang betul-betul ratu; mana yang tidak.

*****

Presiden Soekarno punya banyak Istri. Tapi gelar Ratu sangat pantas kita sematkan ke satu nama: Fatmawati. Alasannya: satu, beliau mendampingi Soekarno di masa-masa perjuangan kemerdekaan, di detik-detik Proklamasi kemerdekaan, dan di masa-masa awal orde lama. Beliau juga yang menjahit bendera merah-putih untuk dikibarkan pada peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 1945.

Kedua, beliaulah ibunda dari anak-anak Soekarno yang cukup berpengaruh bagi negeri ini: Guntur, Mega, Rahma, Sukma, dan Guruh. Sentuhan keibuan beliau tentu hadir dalam pribadi kelima anaknya tersebut.

Apalagi nama kedua: Mega. Siapa yang tidak kenal nama itu saat ini. Dia menjadi Ratu di partai PDIP. Perempuan yang berani menunjuk-nunjuki Presiden Jokowi dan menyebutnya petugas partai. Siapa yang berani melakukan itu, kecuali Ratu.

*****

Di era Orde Baru, sosok Ratu sangat pantas kita sematkan kepada Raden Ayu Siti Hartinah alias Ibu Tien, Istri Presiden Soeharto. Perempuan itu 31 tahun mendampingi Soeharto sebagai Presiden. Dia juga membesarkan enam anak-anak emas Soeharto: Tutut, Sigit, Bambang, Titiek, Tommy, dan Mamiek.

Kira-kira apa rahasianya sampai-sampai Soeharto dengan segala kekuasaannya tidak mau menduakan Ibu Tien? Itu hanya mereka berdua yang tahu. Yang jelas, Soeharto sendiri menegaskan: "Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan 'tak ada lagi yang lainnya."

Bukan hanya melarang Soeharto berpoligami. Ibu Tien juga berpengaruh dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia. Beliau mendesak perlunya larangan poligami yang akhirnya keluar dalam wujud Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

*****

Setelah orde baru jatuh, wajah Indonesia berubah total. Demokrasi yang direformasi menyebabkan kekuasaan tidak lagi berpusat di Jakarta, tapi melebar ke daerah-daerah. Itu menyebabkan munculnya Raja-raja kecil di pelbagai daerah. Dan tentu saja: Ratu!

Ratu Atut Chosiyah adalah salah satu contohnya. Dia adalah Gubernur perempuan pertama di Indonesia. Menjabat Gubernur selama dua periode sejak 2007 hingga 2014.

Jabatan Gubernur Ratu Atut akhirnya goyah pada 2014 tatkala KPK menetapkan beliau sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Banten dan sengketa Pilkada Lebak. Dia ditangkap, divonis bersalah, dan dipenjara 5 tahun.

Saat disidang di Pengadilan, Ratu Atut menunjukkan betul bahwa dia Ratu. Pendukungnya datang dari Banten naik tiga bus besar. Saat hendak masuk ke dalam toilet Pengadilan, satu-dua pembantu perempuannya masuk duluan: ada yang membersihkan closet, melap westafel, dan mengamankan kondisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar