Rabu, 23 Mei 2018

Mengenal Maestro Bisnis Perbankan Indonesia

Mochtar Ryadi (dok. Imam Jawa Pos)
Sejak duduk di Sekolah Dasar, Lie Moe Tie selalu terkesima dan heran melihat sebuah gedung megah berisi orang-orang berpenampilan rapi sedang sibuk bekerja. Anehnya, di dalam gedung itu ‘tak terlihat barang dagangan yang dijual. Lie pun menanyakan hal tersebut kepada Kepala Sekolahnya, Pak Loe kemudian menjawab, “Itu adalah bank milik Belanda.” Untuk menjawab rasa herannya, dalam diri lelaki kelahiran Malang, 12 Mei 1929 itu pun terpatri cita-cita untuk menjadi bankir.     
 
Cita-cita Lie yang kemudian mengganti namanya menjadi Mochtar Riady tersebut kesampaian pada usia 30, tepatnya pada 1959. Dia diperkenalkan oleh temannya dengan saudagar asal Bugis, Andi Gappa, yang juga saudara kandung Jend. M. Jusuf. Andi Gappa memiliki sebuah Bank bernama Bank Kemakmuran dan dia ingin Mochtar membeli saham Bank tersebut dan mengendalikannya. Mochtar sepakat membeli 66 persen saham dan menjadi Presiden Direktur Bank Kemakmuran.

Di tangan Mochtar, Bank Kemakmuran mengalami progress yang cukup baik. Namun unsur nepotisme yang melibatkan Komisaris Bank dalam penyaluran kredit mulai terjadi. Walhasil, kredit macet Bank Kemakmuran meningkat; Mochtar mundur dari jabatannya dan menjual sahamnya karena ‘tak mampu mengendalikan pihak-pihak dalam bank yang nakal.

Pada 1963, Mochtar berkenalan dengan Oey Guan Chang, Ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil. Setelah dibujuk Mochtar, Oey tertarik membuat bank. Keduanya pun sepakat membeli Bank Buana yang tengah dibelit krisis. Di tangan Mochtar, Bank Buana menjadi empat besar bank terbaik dan mampu bertahan ketika terjadi krisis ekonomi 1965.

Saat krisis terjadi dalam kurun waktu 1965-1966, banyak bank-bank yang mengalami masalah. Sebagian besar bangkrut; sebagian lagi selamat karena dibeli bank yang sehat. Bank Buana yang sehat ‘tak ketinggalan melakukan pembelian bank krisis. Bank Kemakmuran (bank pertama Mochtar) dan Bank Industri dan Dagang Indonesia (BIDI) menjadi pilihan. Walhasil, ada tiga bank yang dikelola langsung oleh Mochtar. Semuanya dikelola Mochtar dengan baik dan sehat.

Pada 1971, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi jumlah bank yang dianggap terlalu banyak. Salah satu caranya adalah bank-bank disuruh merger (bersatu). Mochtar sepakat untuk melakukan hal tersebut. Setelah bicara dengan para pemegang saham, dua bank (Bank Kemakmuran dan BIDI) sepakat bergabung; Bank Buana memilih jalan sendiri.

Penggabungan Bank Kemakmuran dan BIDI melahirkan bank baru bernama Pan Indonesia Bank atau dikenal dengan Panin Bank. Panin Bank menjadi bank merger pertama di Indonesia. Kantor barunya didesain sangat modern. Panin Bank pun menjelma menjadi bank swasta terbesar di Indonesia mengalahkan Bank Buana.

Kejayaan Panin Bank berlangsung singkat; masalah besar terjadi. Orang dalam Panin Bank melakukan kegiatan bank dalam bank. Kalau ada untung, orang itu mengambilnya; tapi kalau rugi, Panin Bank yang dikorbankan. Kredit macet dalam jumlah besar pun terjadi. Kepercayaan masyarakat menurun; bahkan sampai pada tindakan rush (ramai-ramai menarik tabungan dari bank). Panin Bank disoroti; Mochtar pasang badan dan menjelaskannya kepada Bank Indonesia. Kasus ini berujung pada mundurnya Mochtar dari Panin Bank.

Keluar dari Panin Bank, jiwa bankir Mochtar masih bergelora. Geloranya bahkan makin menggila: Mochtar ingin membuat bank kliring yang mewadahi transaksi internasional, serupa Bank of England di Inggris atau Federal Reserve Bank di Amerika Serikat. Dan gelora itu terwujud pada 1975 ketika Mochtar bertemu dengan Liem Sioe Liong, pengusaha yang dekat dengan Presiden Soeharto. Mochtar mengutarakan maksudnya kepada Liem. Liem paham dan menawarkan satu dari tiga bank milik Liem untuk dikelola Mochtar: Bank Windu Kencana, Bank Dewa Ruci, dan Bank Central Asia. Mochtar memilih BCA yang sahamnya juga atas nama putra-putri Soeharto.

Di tangan Mochtar, BCA mengalami reformasi manajemen. Konsultan asing bahkan didatangkan untuk mewujudkannya. Akhirnya, management by system terwujud; BCA siap melaju. “Masalah besar harus diatasi dengan tekun dan bijak agar menjadi kecil dan mudah diselesaikan dengan baik,” prinsip Mochtar mengutip perkataan Laozi.

Dalam perjalanannya, BCA menjadi bank swasta terbesar di Indonesia. Gudang Garam dan Unilever menjadi nasabah prioritasnya. Beberapa keputusan besar juga dilakukan: membeli Bank Gemari untuk mendapatkan izin sebagai bank kliring dan bank devisa, merilis BCA Card (kartu kredit pertama di Indonesia), membeli saham Union Planters dan bersama-sama membuka perusahaan keuangan di Hongkong, membuka cabang di New York, dan lainnya.

Lima belas tahun bersama BCA dan berhasil menyukseskannya, Mochtar akhirnya mengundurkan diri pada 1991. BCA yang awalnya beraset Rp 998 juta telah dikembangkannya menjadi Rp 7,5 trilliun. Sekeluar dari BCA, Mochtar selanjutnya mendirikan bank sendiri bernama Lippo Bank. Meskipun berpisah, BCA dan Lippo Bank jalan seiring bersama dalam bisnis perbankan Indonesia.
Lippo Bank adalah cikal bakal dari bisnis Lippo Group yang besar. Saat ini mereka telah memiliki ragam bisnis di segala sektor: keuangan (Lippo Bank, Asuransi Lippo Life, dll.), properti (Lippo Cikarang, Lippo Karawaci, Sentul City, dll.), sekolah (Pelita Harapan, Dian Harapan, dll.), rumah sakit (Siloam Hospital), pemakaman (San Diego Hills), industri (Lippo Industrie) dan lainnya. Anak-anak Mochtar menjadi pewarisnya: Rosy Riady, Andrew Riady, Stephen Riady, dan James Riady.

BCA kini menjadi salah satu anak usaha dari Salim Group, milik Liem Sioe Liong (berganti nama menjadi Sudono Salim) dan anak-anaknya: Albert Salim, Andre Salim, Anthony Salim, dan Mira Salim. Salim Group juga mempunyai ragam usaha di segala sektor. Selain BCA, beberapa yang terkenal adalah Indofood (produsen Indomie), Bogasari (produsen terigu yang berafiliasi dengan Sari Roti), Indosiar (media televisi, tapi telah dijual), Indomaret (minimarket), Indomobil (dealer Suzuki), dan lainnya.

Bank Buana dan Panin Bank masih eksis sampai sekarang. Bank Buana telah dibeli oleh investor perbankan asal Singapura dan berubah nama menjadi Bank UOB. Panin Bank, meskipun tenggelam namanya di Jakarta, tapi mereka kokoh di kawasan Indonesia timur, kawasan tempat lahir leluhurnya Andi Gappa. Ony Gappa rahimahullah, keturunan Andi Gappa, adalah sosok yang membesarkan Panin Bank di Indonesia timur.

Demikianlah, Mochtar telah menjadi maestro bisnis perbankan di Indonesia, terkhusus bank-bak swasta. Terkait bisnis perbankan, Mochtar punya kalimat bijak, “Modal utama bisnis perbankan adalah kepercayaan yang tidak terbatas. Kualitas pelayanan harus dapat ditingkatkan setiap saat. Prinsip dan keyakinan inilah yang menentukan keberhasilan saya di dunia perbankan.”
Bisnis perbankan adalah jual-beli kepercayaan, bukan jual-beli uang!

Referensi: Buku Manusia Ide: Otobiografi, oleh Mochtar Riady.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar