Rabu, 23 Mei 2018

Atlet Lari yang Menjadi Raja Bisnis Properti

Ciputra (dok. SWA)
Tjie Tjin Hoan lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931. Bersama tujuh saudaranya, hidup Tjie cukup bahagia. Hingga ayahnya ditangkap Jepang, hidup keluarganya pun mengalami kesusahan. Sampai-sampai Tjie berjuang mencari binatang di hutan untuk makanan keluarganya.

Meskipun hidup susah, Tjie mampu melanjutkan sekolahnya di SMP dan SMA Don Bosco Manado. Di sekolah itu, Tjie berprestasi dalam bidang olahraga lari. Dia bahkan mewakili Sulawesi Utara pada Pekan Olahraga Nasional 1951 di Jakarta. Prestasi dan kerja keras jugalah yang membuat Tjie mampu melanjutkan sekolahnya di Jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Selesai kuliah, Tjie bersama dua temannya sepakat membuat CV di Bandung yang menawarkan jasa arsitektur. Tjie berpromosi dari pintu ke pintu, mencari orang yang mau memakai jasanya. Namun usahanya berjalan di tempat, hingga Tjie sudah beristri dan punya anak, CV-nya masih begitu-begitu saja. Tjie pun memutuskan memboyong keluarganya ke Jakarta.

Tjie yang kemudian dikenal dengan nama Ciputra sepertinya berada di tempat yang tepat pada saat yang tepat. Saat dia di Jakarta, Gubernur Soemarsono ternyata punya program untuk membenahi Jakarta. Ciputra pun mencium sebuah peluang. Berkat bantuan orang dalam Gubernuran, Ciputra berhasil menemui Gubernur Soemarsono dan mempresentasikan programnya untuk membenahi Jakarta. Sang Gubenur kagum dan kemudian memberikan tanggung jawab kepada Ciputra untuk membenahi Kawasan Senen. Ciputra setuju.

Pada 3 September 1961, perusahaan pun didirikan dengan nama PT Pembangunan Ibukota Jakarta Raya (Pembangunan Jaya). Proyek pertamanya membenahi Kawasan Senen. Ciputra dan timnya berdarah-darah mengelola proyek Senen. Mereka harus dipusingi oleh pedagang kaki lima yang ‘tak mau digusur dan para makelar tanah. Beruntung dukungan datang dari Gubernur baru Ali Sadikin, proyek Senen pun berjalan lancar tampa hambatan.

Selanjutnya, proyek pembangunan Jakarta dipercayakan oleh Gubernur Ali kepada Pembangunan Jaya tanpa tender, diantaranya proyek lima terminal: Blok M, Grogol, Tanjung Priok, Cililitan, dan Kramat Jati, pembangunan kompleks Balaikota setinggi 24 lantai, dan pembangunan Kawasan Ancol (Dufan). ‘Tak hanya proyek properti, Gubernur Ali juga mempercayakan hal-hal lain kepada Ciputra melalui Pembangunan Jaya, seperti pengembangan olahraga dan pendirian Majalah Tempo.

Selanjutnya, Ciputra banyak menggandeng pengusaha besar untuk membuat perusahaan properti dan menggarap proyek-proyek. Salah satunya pengusaha Sudono Salim (Liem Sioe Liong) dari Salim Group melalui perusahaan PT Metropolitan Development dan pengusaha Eka Tjipta Widjaya dari Sinar Mas. Mereka menggarap proyek perumahan elit di Jakarta: Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, Bintaro, Pantai Indah Kapuk, dan lainnya.

Pada 1996, Ciputra mengundurkan diri dari Pembangunan Jaya. Dia konsen membangun perusahaannya sendiri, Grup Ciputra. Grup yang kemudian dibesarkannya setelah mampu melewati badai krisis ekonomi 1998. Kini, Grup Ciputra punya ratusan rekanan untuk menggarap properti di seluruh kawasan Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. “Dengan menjadi pengusaha, kamu memiliki kemerdekaan menciptakan keinginanmua sendiri,” kata Ciputra yang juga akrab disapa Pak Ci’.

Referensi: The Passion of My Life, Biografi Ciputra; Ciputra, From Hero to Zero, oleh Maskur Anhari; Wikipedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar