Rabu, 20 Januari 2021

Deforestasi Hutan Kalimantan

 Ada frasa yang sering disampaikan Rahman Arge: kalau ada asap mengepul di hutan Kalimantan, itu pasti orang Bugis.

Itu benar. Sejarah La Maddukelleng salah satu manuskripnya. Mungkin bisa dianggap sebagai sejarah awal deforestasi.

Terdesak karena kalah perang, lelaki Wajo itu merantau ke Kalimantan bersama orang-orangnya. Modalnya tiga ujung: ujung lidah, ujung kemaluan, dan ujung badik.

Dengan modal itu, La Maddukelleng berperang, menang, dapat istri, dan bahkan dapat tanah.

Tanah itu dikembangkannya. Lewat perkebunan dan peternakan. Lama-lama, tanah itu tumbuh menjadi komunitas. Lalu menjadi perkampungan. 

Dan sekarang, tanah itu sudah menjadi sebuah kota bernama Samarinda.

*****

Pada era order baru, aktifitas perkebunan dan peternakan di hutan Kalimantan semakin menjadi-jadi. Deforestasi semakin tidak dapat dihindari.

Program transmigrasi yang digalakkan Pemerintah membuat orang-orang Jawa ramai pindah ke Kalimantan. Mereka berkebun dan beternak. 

Salah satu keluarga yang ikut program transmigrasi adalah suami-istri Mohammad Iskan dan Lisnah. Mereka membawa serta anak-anaknya. Satu yang kita kenal adalah Dahlan Iskan.

*****

Puncak deforestasi Kalimantan tentu saja saat mulai maraknya kegiatan pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. Pengusaha lokal dan nasional turut serta. Besar maupun kecil. Diberi izin legal dari Pemerintah.

Dan kalau Kalimantan hari ini banjir, tidak perlu ditanya siapa yang salah. Jawabannya universal saja: manusia! Sebagaimana sebuah petuah: binatang yang paling hebat dalam memangsa adalah manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar