Selasa, 19 Desember 2023

Vanunu dan Nuklir Israel

Mordechai Vanunu. Pria Yahudi kelahiran Maroko, 14 Oktober 1954. Memiliki 11 saudara, laki-laki dan perempuan, dari ayah seorang rabbi Yahudi. Pada 1963, dia bersama seluruh keluarganya pindah ke Israel. 

Saat berumur 17 tahun, Vanunu bergabung dengan Israel Defense Force (IDF). Di IDF, dia banyak belajar ilmu militer dan pengetahuan alam. Tiga tahun mengabdi di IDF, dia mengundurkan diri secara terhormat. Dia kemudian memilih untuk berkuliah di Universitas Ben Guiron, Negev, jurusan filsafat. 

Saat berumur 22 tahun, Vanunu direkrut menjadi teknisi di Dimona Nuclear Plant (DNP). DNP adalah kawasan rahasia tempat Israel menjalankan program senjata nuklirnya. Sebuah kawasan mewah, besar, dan luas, dengan gedung berlantai lima, di bawah galian gurun pasir Negev. 

Vanunu bertugas mengontrol panel-panel produksi bahan dan senjata nuklir sekira 200 jenis: atom, hidrogen, nitrogen, fosfor, dan lainnya. Sembilan tahun bekerja di DNP, Vanunu mengundurkan diri. Rasa kemanusiaan dan ketidaksetujuannya atas program senjata nuklir Israel mejadi penyebabnya. Dia menganggap senjata nuklir dapat mengancam perdamaian dan kehidupan dunia. 

Sekeluar dari DNP, dia melanglang buana ke benua Asia dan Australia untuk memperdalam ilmu filsafat. Di Australia, Vanunu pindah keyakinan menjadi kristen dengan nama baptis John Crossman. Dia juga bertemu dan berteman dengan wartawan Inggris, Peter Hounam. 

Pada September 1986, rasa kemanusiaan dan ketidaksetujuan Vanunu memuncak. Dia pergi ke London bersama Hounam menuju kantor Sunday Times, tempat Hounam bekerja. Dia kemudian menceritakan semua informasi tentang program senjata nuklir Israel dan memberikan foto-foto DNP. 

Pada 28 September 1986, Sunday Times menerbitkan berita mengenai program senjata nuklir Israel dengan foto Vanunu sebagai pusat informasi. Pemeritah dan warga Israel gempar. Rahasia negara mereka terungkap ke masyarakat dunia. Solusi cepat pun segera diambil: mengamankan Vanunu sebagai pusat pengungkap rahasia.

Aksinya, pada 30 September 1986, Vanunu dijebak untuk datang ke Roma oleh Cheryl Bentov, agen wanita Mossad -intelijen rahasia Israel-. Di Roma, agen Mossad lainnya telah menunggu Vanunu. Dia dibius, ditangkap, dan kemudian dibawa ke Tel Aviv, Israel, secara sembunyi-sembunyi melalui kapal barang. 

Pada 5 Oktober 1986, Sunday Times menerbitkan foto-foto DNP secara detil, dari lokasi dan bentuk bangunan sampai ruang panel-panel produksi. Pemerintah Israel 'tak bisa mengelak dan akhirnya mengakui telah memiliki program senjata nuklir. Alasan untuk melindungi diri pun diopinikan sebagai pembenaran.

Pada 9 November 1986, pemerintah Israel mengumumkan telah menangkap Vanunu dan menjatuhinya hukuman 18 tahun penjara: 11 tahun di sel isolasi; 7 tahun di sel biasa. Selama di sel isolasi, Vanunu hanya dapat ditemui orang-orang tertentu; itu pun dari balik kaca. Guinnes Book of Record mencatat nama Vanunu sebagai orang terlama dalam sel isolasi. 

Pada 21 April 2004, Vanunu bebas. Namun, pemerintah dan sebagian besar warga Israel masih menganggapnya berbahaya karena kemungkinan masih banyaknya rahasia yang akan diungkapkannya. Vanunu pun diberi batasan: tidak boleh keluar Israel, tidak boleh bertemu orang asing, tidak boleh berhubungan dengan negara lain, dan lainnya. 

Vanunu belum bebas murni. Beberapa kali Vanunu dihukum karena melanggar batasan yang ditetapkan pemerintah Israel. Pada November 2004, dia ditangkap karena diduga menyebar informasi melalui gereja. Pada November 2005, dia ditangkap setelah mencoba melarikan diri menggunakan bus melalui tepi barat Palestina. Terakhir, Mei 2010, dia ditangkap karena berhubungan dengan pemerintah Norwegia. Dia kemudian dilepaskan pada 8 Agustus 2010.

Kini, Vanunu masih menetap di Tel Aviv, Israel. Dia menantikan saat-saat bebas murni, tanpa batasan dan tekanan. Pemerintah dan warga Israel membenci dan mengucilkannya. Dukungan baginya hanya datang dari aktifis kemanusiaan dan anti-nuklir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar