Jumat, 11 September 2020

Saya dan Unhas

Jadikan kami Pegawai Negeri

Ijinkan kami kerja di sini

Almamater Universitas Hasanuddin

Karunia Ilahi


Jujur, Unhas itu pilihan kedua. Pilihan pertama Saya UGM. Tapi apa daya, pertemuan puluhan kelas dan biaya hampir sejuta di Gama College hanya mampu membawa Saya berlabuh di Tamalanrea, bukan di Bulaksumur. 'Tak mengapa. Itu takdir.

Maka Saya pun berkuliah di Unhas. Tepatnya di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi. Dari Sungguminasa, Saya Naik Petepete merah ke ujung Pettarani lalu sambung naik Petepete Kampus 07 ke Tamalanrea. Kala itu, Petepete masih jaya: kalau malas ke tujuan, tinggal kasih turun penumpang lalu balik arah. Kalau marah dan ada yang mau dituntut, tinggal mogok jalan. Sekarang, paccei lurang!

*****

Saya masuk Unhas tahun 2002; keluar 2008. Enam tahun. Nyaris tujuh tahun, bahkan. Makanya, saya malas ikut wisuda. Sudah tidak ada yang dikenal. Ikut Yudisium pun kebetulan. Maksud hati ke kampus bawa buku buat disumbangkan ke Perpustakaan, eh ternyata ada Yudisium. 

Saya ingat betul itu Yudisium. Nur FadLi Djoko Ruwin tampil ke podium berbicara sebagai mahasiswa berprestasi. Bicaranya serupa orasi Soekarno: panjang dan berapi-api. Terpaksa Saya bilang ke Keken Muhammad: suruh mi cepat-cepat pidato itu Fadli supaya cepat dibagi nasi kotak!

*****

Unhas itu, di awal 2000-an, adalah kampus yang banyak sekali lapangan bolanya. Hampir setiap Fakultas ada. Ramsis saja ada lapangannya. Makanya dulu, even bola rutin diadakan. Setiap Fakultas bahkan punya evennya sendiri. Even besar biasanya diadakan di lapangan UKM.

Sekarang, lapangan bola tinggal sedikit. Berganti pepohonan rindang dan gasebo tempat nongkrong. Seiring kebijakan Rektorat melakukan -sebut saja- hutanisasi. Seingat Saya, hutanisasi dimulai dari lapangan samping kiri Fakultas Hukum. Kemudian berlanjut ke semua Fakultas. 

Puncaknya di 2010-an sampai sekarang, Unhas betul-betul sudah masuk kategori hutan. Setidaknya kalau kita baca defenisi hutan di UU No. 41 tahun 1999, Unhas masuklah.

*****

Kebijakan Rektorat lain yang cukup terkenal di 2000-an adalah penggusuran pedagang kaki lima (PKL) di jalan masuk Pintu 2 Unhas. Kejadiannya berlangsung sekira tahun 2005.

Kalau Anda jalan-jalan ke Pintu 2 Unhas sekarang, Anda pasti tidak membayangkan, dulu di kanan-kiri jalan masuk itu berdiri sekira 40-an lapak PKL. Mereka bukan cuma berdagang, sebagian menetap juga di lapaknya itu.

Makanya, setelah dibongkar, sebagian lapak kelihatan memiliki WC, lengkap dengan jamban tempat buang air besar. Tentu saja tahi dari jamban itu lari ke got. Tidak mungkin lapak berbagi septic tank dengan RS Wahidin.

Penggusuran paksa -seingat saya- berlangsung keras. Satpam Unhas dibantu polisi baku lempar batu dengan PKL yang dibantu mahasiswa. Ujungnya, Unhas berhasil membuat PKL tergusur.

*****

Unhas adalah pertemuan alumni SMA Negeri 1 (Smansa) -minimal- sepulau Sulawesi. Mulai dari Smansa pusat, cabang, bahkan Smansa ranting pun ada. Smansa pusat nassami. Satuji: Smansa Makassar. Sekolah andalang gue.

Untuk cabang sampai ranting, macam-macam. Mulai dari Smansa Watanpone sampai Smansa Ajangale. Smansa Sungguminasa (Salis) sampai Smansa Bontonompo. Smansa Bangkala sampai Smansa Binamu. Smansa Watansoppeng sampai Smansa Donridonri. Smansa Mamuju sampai Smansa Tapalang. Lengkap. 

Nah, ada kejadian lucu. Waktu ospek, ada senior yang teriak-teriak cari alumni Smansa pusat. Ngana pe fren, namanya Akmal Rahma Patrianta Sabastin, dia mengaku-aku. Setelah didesak, dia akhirnya bilang: alumni SMA 1 Lusin. Alias SMA 12 Makassar.

*****

Saya bukan penghuni Asrama Mahasiswa (Ramsis) Unhas. Tapi saya cukup bergaul di situ. Sering makan-minum di situ. Kadang juga mandi di situ. Cuma menginap saja yang tidak pernah. Kenapa? Karena menginap di masjid kampus lebih enak dibandingkan Ramsis. WC-nya lebih bagus. Airnya lebih lancar. Sisi religinya juga lebih terpenuhi. Meskipun dari sisi kuliner tidak.

Karena sering kongkow-kongkow di Ramsis, Saya jadi tahu beberapa kejadian penting di situ. Suka maupun duka. Berikut beberapanya:

SATU, kamar Bang Caco (Sospol) diserang sama Gajahmada Harding (Sastra). Saya tidak tahu alasannya. Yang jelas, kamar Bang Caco menghitam seperti habis terbakar. Anak-anak bilang: dilempari bom botol. Entahlah.

Syukurnya, masalah tersebut tidak panjang dan melebar. Dan Saya berharap keduanya sudah berdamai dengan masa lalu. Bang Caco dan Gajahmada bahkan sempat bekerja di gedung yang sama: Rektorat Unhas. 

Kabar terkini, Bang Caco melanjutkan karir di Bapenda Kota Makassar. Adapun Gajahmada, dia masih di Rektorat, tapi sekarang lagi pemulihan akibat stroke yang dialaminya.

DUA, teman seangkatan Saya yang penghuni Ramsis, sebut saja namanya AmnarJaya, pernah mengajak warga untuk membersihkan WC yang tersumbat. Karena tidak ada yang mau, dia akhirnya mengerjakannya sendiri. Dan berhasil.

Setelah itu, pintu WC yang telah diperbaikinya dibelikan gembok. Tidak ada yang boleh mandi di situ, kecuali dia dan teman-temannya. Termasuk Saya. Sungguh kreatifitas yang arogan. Hehehe...

TIGA, suasana haru penyambutan jenazah Awy (anak Geologi) yang wafat bersama temannya Iccang saat mendaki Gunung Bawakaraeng. Beberapa temannya tak mampu membendung air matanya. Kejadian itu -seingat Saya- diabadikan dengan baik oleh Identitas, koran kampus. File edisinya mungkin masih ada.

EMPAT, di Ramsis itu ada tempat makan enak milik Pak Abidin. Awalnya, lapaknya ada di dalam Ramsis, lalu kemudian pindah ke area parkir pas depan Fakultas Kedokteran. 

Yang khas dari menu Pak Abidin adalah tempenya. Enak dan pas di lidah. Tak jarang pelanggan harus antri hanya karena menunggu tempe selesai digoreng.

Pak Abidin punya dua anak laki-laki. Namanya Abdi sama Agung. Cukup mudah diingat karena kebetulan serupa dengan nama tempat Fotocopy di dekat pintu 1 Unhas. Kedua anak itu kini sudah besar. Sama-sama berkuliah di Fakultas Hukum Unhas. Mungkin sudah selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar