Jumat, 24 Januari 2020

PIALA DUNIA 1970-AN: Serba Pertama, Piala Dunia Baru, Total Football, Juara Baru, dan Pengaruh Militer

Banyak hal-hal baru dan pertama terjadi pada Piala Dunia 1970: pertama, untuk pertama kalinya bola disponsori oleh pabrikan, yaitu Adidas. Kedua, untuk pertama kalinya pertandingan disiarkan TV berwarna secara live. Ketiga, untuk pertama kalinya, sisi lapangan dibanjiri papan iklan.

Keempat, untuk pertama kalinya diberlakukan aturan pergantian pemain saat pertandingan sedang berlangsung. Anatoly Puzach, pemain Uni Soviet, adalah pemain pertama yang melakukannya. Kelima, untuk pertama kalinya kartu kuning dan merah digunakan oleh wasit.

Keenam, untuk pertama kalinya dua pemain saling bertukar jersey sehabis pertandingan, yaitu Pele (Brazil) dengan Bobby Moore (Inggris). Pele dan jerseynya pada 1970 memang menarik. Buktinya, Jersey yang dipakai Pele saat final lawan Italia berhasil dilelang senilai Rp 3 milliar pada 2002 oleh Rumah Lelang Christie.
Kostum Pele (goal.com)
Selain serba pertama, PD 1970 juga serba seru. Itu karena pada babak semi final, empat tim terbaik dari dua benua bertemu: Brazil lawan Uruguay; Jerman lawan Italia. Akhirnya, final mempertemukan Brazil lawan Italia.

Final berlangsung seru karena mempertemukan tim yang sama-sama dua kali juara dunia. Artinya, sesuai aturan FIFA, siapa yang juara akan memiliki piala Jules Rimet selamanya. Akhirnya, Brazil yang pertama melakukan itu setelah menang 4-1.
Italia Vs Brazil 1970 (dok. FIFA)
Carlos Alberto, Kapten Brazil, angkat Piala Jules Rimet (dok. Pinterest)
****

Meskipun penggunaan kartu kuning dan merah pertama kali digunakan pada Piala Dunia 1970, tapi kartu merah baru keluar pada PD 1974. Adalah Carlos Caszely, striker Cile, yang pertama merasakannya setelah menekkel keras Berti Vogts, gelandang Jerman Barat.

Selain itu, PD 1974 juga menggunakan piala baru. Piala lama telah menjadi milik Brazil yang telah tiga kali menjuarainya. Piala baru didesain oleh seniman Italia, Silvio Gazzaniga. Dia terpilih melalui sayembara yang diikuti 58 seniman dari tujuh negara.

Piala dunia baru terbuat dari emas 18 karat; berberat 5 kg; bertinggi 36,5 cm. Bentuknya: dua figur manusia sedang memegang bumi. Gazzaniga menjelaskan makna piala, "The lines spring out from the base, rising in spirals, stretching out to receive the world. From the remarkable dynamic tensions of the compact body of the sculpture rise the figures of two athletes at the stirring moment of victory."

Hal lain yang menarik di PD 1974 adalah tim Belanda. Mereka mengikuti turnamen berbekal talenta Ajax yang memenangi Piala Champions tiga kali beruntun: 1971-1973. Modal mereka ada dua: kemampuan fullskill striker Ajax Johan Cruyf yang kala itu telah bermain di Barcelona dan taktik revolusioner pelatih Rinus Michels yang terkenal dengan sebutan Total Football.

Total football, intinya, bermain dengan memanfaatkan seluruh jengkal lapangan. Pelatih Michels menyebutnya manipulasi ruang. Ketika tanpa bola, para pemain menekan lawan untuk mempersempit ruang gerak mereka. Tapi ketika menyerang, pemain berotasi dan melebar untuk membuka celah pertahanan lawan. Bek bisa jadi striker, striker bisa jadi playmaker, dan bahkan kiper bisa jadi bek yang memainkan bola hingga ke tengah lapangan.

Dengan total football, Belanda 'tak terkalahkan hingga laga final. Di final mereka bertemu tuan rumah Jerman Barat yang dihuni talenta Bayern Muenchen, salah satunya kapten Franz Backenbauer, yang baru saja juara Piala Champions 1974. Partai seru tersebut dimenangkan Jerman Barat 2-1 dan Backenbauer menjadi pemain pertama yang menyentuh dan mengangkat piala dunia baru.

Jerman 1974 (dok. goal.com)
*****

Dua tahun sebelum Piala Dunia 1978 digelar di Argentina, ibukota negara Buenos Aires dilanda kudeta militer. Jend. Videla mengudeta Presiden Isabel Peron dan mengambil alih kekuasaan. Walhasil, PD 1978 pun berlangsung di bawah pengaruh militer.

Hal tersebut membuat beberapa negara setengah-setengah ikut serta karena alasan keamanan. Beberapa pemain juga menolak memperkuat negaranya karena tak suka pengaruh militer, salah satunya Johann Cruyf, striker Belanda.

Pengaruh militer diduga kuat terjadi saat partai penentuan grup antara Argentina lawan Peru. Argentina harus menang lima gol kalau ingin menggusur Brazil sebagai pemuncak grup dan lolos ke final. Akhirnya, Argentina dengan mudah menang enam gol tanpa balas.

Militer dan Argentina (dok. FIFA)
Di final, Argentina bertemu Belanda yang tetap kuat dengan total football-nya meskipun tanpa Johann Cruyf. Kedua tim merupakan juara baru kalau bisa menang. Akhirnya kemenangan milik Argentina dengan skor 3-1.

Mario Kempes menjadi bintang Argentina. Pemain berciri rambut gondrong itu, dalam perjalanan karirnya, pernah memperkuat klub Indonesia Pelita Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar