Jumat, 22 Januari 2016

Pak JK, Dilema Sebagai Pengusaha dan Politikus

JK menikahi Mufidah pada 1965 (koleksi baltyra.com)
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapanya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapanya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik.

Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia yang terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya.

Pengusaha dan Politik
'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha.

Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta.

Dua puluh tiga tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya.

Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan.

Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan.

Tiga, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan.

Bagaimana Cara Pak JK Berkontribusi?
Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa.

Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja menikmati peran Pak JK.

Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar.    

Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya.

Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan semaju sekarang?   

Pak JK Dikritisi
Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya.

Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth).

Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya.

Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa!

Dalam pidatonya di acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos besar Fajar (Jawa Pos) Group di gedung Graha Pena Makassar, JK menegaskan: "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami."

"Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur."

"Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur."
alam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur."

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapa-nya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapa-nya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik. Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya. Pengusaha dan Politik 'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha. Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta. 23 tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya. Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan. Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha sukses karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan. Tiga, ini kemungkinan terbesarnya, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan. Bagaimana Cara Pak JK Berbuat untuk Bangsa? Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja dan menikmati peran Pak JK. Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar. Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya. Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan seperti sekarang? Pak JK Dikritisi Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya. Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth). Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya. Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa! Dalam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur."

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapa-nya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapa-nya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik. Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya. Pengusaha dan Politik 'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha. Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta. 23 tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya. Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan. Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha sukses karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan. Tiga, ini kemungkinan terbesarnya, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan. Bagaimana Cara Pak JK Berbuat untuk Bangsa? Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja dan menikmati peran Pak JK. Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar. Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya. Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan seperti sekarang? Pak JK Dikritisi Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya. Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth). Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya. Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa! Dalam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapa-nya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapa-nya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik. Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya. Pengusaha dan Politik 'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha. Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta. 23 tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya. Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan. Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha sukses karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan. Tiga, ini kemungkinan terbesarnya, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan. Bagaimana Cara Pak JK Berbuat untuk Bangsa? Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja dan menikmati peran Pak JK. Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar. Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya. Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan seperti sekarang? Pak JK Dikritisi Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya. Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth). Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya. Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa! Dalam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310

Tidak ada komentar:

Posting Komentar