Minggu, 04 Februari 2024

Keinginan Rakyat Indonesia

Banyak survei telah dilakukan para pakar tentang keinginan rakyat Indonesia. Dan hasil survei itu mengerucut kepada tiga hal: terbukanya lapangan kerja, kenaikan pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup, dan kepastian hukum.


Ringkasnya: cuma masalah ekonomi dan hukum.

*****

Terbukanya LAPANGAN KERJA sudah menemukan solusinya: hilirisasi industri. Beberapa smelter nikel di Sulawesi dan Maluku saja sudah bisa menampung belasan ribu orang.

Kalau hilirisasi industri terus berlanjut, amanlah.

Cuma memang hilirisasi industri jangan cuma menyentuh batubara, sawit, dan nikel saja, industri pangan juga perlu dihilirisasi. Kenapa? Anda boleh percaya; boleh tidak, kacang yang dipakai penjual gado-gado itu kebanyakan impor semua. Bagi saya, itu buruk.

Apakah petani kita tidak jago menanam kacang? Apakah tanah kita tidak cocok dengan tumbuh-kembang kacang? Atau apakah ada kartel komoditi kacang yang bermain? Entahlah.

Dengan adanya hilirisasi pangan, lapangan kerja bisa bertambah lagi. Terlebih industri pangan lebih akar rumput dibandingkan industri lain. Masyarakat lebih mudah mengaksesnya.

Cuma memang tantangannya: anak muda sudah kurang yang mau jadi petani dan pekebun. Mereka lebih mau jadi buruh pabrik.

******

Pun skill anak muda Indonesia sudah all item, multitallent, dan dinamis, persepsi mereka tentang PENDAPATAN (take home pay) masih konservatif: terukur oleh kebutuhan dan gaya hidup; dikendalikan oleh kepastian, bukan kemampuan.

Dulu misalnya, waktu jaman sekolah, kita selalu dituntut berjuang demi cita-cita. Belajar baik-baik, lulus, lalu cari kerja. Namun, di tengah perjuangan, selalu ada dua kata sakti yang mengganggu. Bukan cuma mengganggu, mengubah cita-cita malah. Dua kata sakti itu: ikatan dinas.

Mereka yang sudah sekolah di jurusan fisika, tiba-tiba keluar demi masuk ke sekolah ikatan dinas. Yang awalnya dia berpotensi jadi fisikawan, tiba-tiba berbalik arah jadi pegawai pajak.

Pun kalian konservatif dalam memandang pendapatan, tetaplah bersikap idealis. Jangan materialis. Apa bedanya?

Seorang idealis, ketika dia melakukan sesuatu, akan lebih mementingkan rasa puas di jiwanya dalam bekerja ketimbang materi yang diterimanya. Materi tetap penting, tapi tidak menjadi sentral, sehingga sesuatu yang dikerjakan itu kehilangan maknanya, rasanya, esensinya.

Dalam persepsi yang lebih tegas, kita bisa bilang: orang yang idealis akan melakukan sesuatu yang menjadi kewajibannya secara maksimal, sehingga menimbulkan kepuasan dalam jiwanya. Dan kepuasan itu semakin lengkap ketika dia memperoleh haknya berupa materi yang setimpal.

Dan yang terpenting: orang idealis tidak akan pernah mengambil sesuatu yang bukan haknya, yang di luar haknya, karena itu akan merusak kepuasan dalam jiwanya.

Orang materialis sebaliknya, belum selesai kerja dan melakukan kewajibannya, dia sudah berpikir untuk memperoleh haknya. Yang lebih parah, dia juga berpikir bagaimana memperoleh yang bukan haknya.

*****

KEPASTIAN HUKUM. Ini yang masalah. Bukan masalah kecil, tapi sudah menjadi masalah bangsa. Kualitas pemerintahan Indonesia, dari tahun ke tahun, sama saja: kuat dalam pembangunan, tapi berat dalam masalah hukum.

Kalau Jokowi saat ini membangga-banggakan pembangunan infrastrukturnya: jalanan, jembatan, kereta api, dll, itu hal yang biasa. Soeharto dulu malah digelari Bapak Pembangunan.

Yang menarik, dalam masalah penegakan hukum, tak satu pun Presiden yang pernah dan berani membanggakan diri.

Dulu, kita bisa salut sama SBY karena di eranya, KPK berhasil mengibarkan benderanya. Tapi setelah Jokowi memimpin, terutama di periode kedua, bendera KPK turun menjadi setengah tiang.

Puncaknya, tatkala Jokowi mengobok-obok MK, hukum di Indonesia menjadi tidak ada harga dirinya lagi.

Dino Pati Jalal pernah melakukan survey kepada anak-anak muda perihal optimisme mereka soal penegakan hukum saat Indonesia Emas 2045 nanti. Hasilnya, para anak muda itu pesimis. Hukum nantinya akan masih sama seperti sekarang. Korupsi masih merajalela.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar