Rabu, 19 Februari 2020

Olahraga dan Kematian Ashraf

Pagi tadi, Ashraf suaminya BCL wafat karena serangan jantung. Banyak yang kaget. Dia masih muda. Badannya sehat. Rajin olahraga lagi.
 
Di medsos, bahkan, muncul pertanyaan menggelitik: rajin olahraga kok sakit jantung?
Saya -yang hobi bersepeda dan sekarang lagi giat lari-lari- ingin menegaskan: tujuan olahraga adalah meningkatkan kapasitas fisik. 
 
Bukan untuk sehat.
Bukan untuk tidak sakit.
Bahkan bukan untuk tidak cepat mati.
 
Meningkatkan kapasitas fisik? Iya.
 
Yang awalnya lari 1 km sudah capek. Dengan rutin berlari, bisa capai 5 km, 10 km, bahkan sampai lari marathon.
 
Yang awalnya naik sepeda sejam sudah ngos-ngosan. Dengan rutin bersepeda, bisa semangat sampai dua jam, lima jam, bahkan seharian.
 
Yang awalnya angkat air seember sudah kewalahan. Dengan rutin angkat barbel, bisa angkat beras sekarung, kasih geser air sedrum, sampai angkat air dua galon sekaligus. Tangan kanan dan kiri.
 
Kalau kemudian olahraga itu berpengaruh positif terhadap kesehatan, itu kebetulan semata. Anggaplah sebagai bonus.
 
Faktanya, banyak juga yang sakit justru karena olahraga. Sibuk meningkatkan kapasitas fisik, tapi suka abai kalau sudah melebihi kapasitas. Terlalu memaksa diri.
 
Dekson, misalnya, pria pelari marathon itu kini harus menghabiskan sisa hidupnya dalam kelumpuhan. Saat mengikuti Jakarta Marathon, dia mengalami dehidrasi akut. Itu mempengaruhi pasokan oksigen ke otaknya yang berakibat otaknya mengalami kerusakan.
 
Saya juga pernah terkena demam habis lari-lari. Kata teman: "Kau juga. Biar hujan-hujan larijako." Hehehe....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar