Sabtu, 29 Desember 2018

Westerling

Westerling (dok. Panda Nababan)
Pada 1979, jurnalis senior Panda Nababan mewawancarai Raymond Paul Pierre Westerling di Belanda.

Ada tiga inti dari wawancara itu: pertama, Westerling tidak suka sama Soekarno. Implikasinya, dia juga tidak suka dengan orang Jawa.

Kedua, Westerling merasa kecewa dengan Pemerintah Belanda. "Kita disuruh bertempur, tapi mereka diam-diam berunding di Linggarjati dan Renville. Itu kan pengkhianatan terhadap gerakan militer?"

Ketiga, mengenai peristiwa 40.000 jiwa di Makassar, Westerling membantah jumlah itu. "Paling-paling yang mati tiga sampai empat ribu orang pada waktu operasi militer itu."

*****

Terinspirasi dari keberhasilan Mossad menculik Adolf Eichmann, beberapa orang mengusulkan ke Soepono Bayuaji, Duta Besar RI di Belanda, untuk menculik Westerling.

Usul lain, coba dikumpul US$ 10 ribu dari saudagar Bugis-Makassar untuk menyewa pembunuh bayaran. Orang Bugis-Makassar paling banyak jadi korban kebiadaban Westerling.

Soepono menolak keduanya. "Itu berbahaya. Bisa merusak hubungan international. Apalagi Belanda adalah Ketua IGGI. Risikonya tinggi."

*****

Di sisa hidupnya, di masa pensiun, Westerling menyambung hidup dengan berjualan buku dan mengelola percetakan. Dia tinggal bersama istri ketiganya dan seorang putri.

Westerling akhirnya wafat pada 28 Nopember 1987 di usia 68 tahun karena sakit.

Referensi: Buku Menembus Fakta, oleh Panda Nababan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar