5W: wow, wadidauw, wadauw, wkwkwk, wokwokwok
1H: hadeuhh
Cukup happy. Digitalisasi telah berujung pada manfaat.
Para enggineer yang membuat Fotoyu berhak mendapat hak-haknya yang tak ternilai. Tarik seribu rupiah saja dari foto yang terjual, mereka sudah dapat semilyar kalau foto yang terjual sehari sampai sejuta. Itu baru sehari loh. Itu juga kalau yang ditarik cuma seribu. Kalau lebih, silah hitung sendiri!
Fotografer juga tidak perlu baku sikut sesama fotografer atau mengemis-ngemis menawarkan jasanya ke pelanggan. Tinggal fokus mengeluarkan skill jepretnya. Aman! Biar Allah yang mengatur rezekinya. Alhamdulillah ala kulli hal.
Kita pelanggan juga enak. Punya independensi dalam memilih hasil jepretan yang bagus. Nilai beli juga worth it-lah dan aman.
Overall, semoga Indonesia emas 2045 yang kita impikan sepadan. Anjayani!
Banyak yang paham: syarat diterimanya ibadah itu adalah niat ikhlas hanya karena Allah dan i'tiba (ibadahnya sesuai petunjuk Rasulullah Nabi Muhammad).
Tapi banyak yang lupa bahwa ada seseorang yang berpakaian kusut berdoa secara khusyu' kepada Allah, "Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku..."
Sementara orang itu makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan kenyang dari sesuatu yang haram. "Lalu bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?" Kata Nabi Muhammad.
Ya, selain niat ikhlas dan i'tiba, ibadah kita akan diterima kalau penghasilan kita halal! Dan itu kita sendiri yang bisa mengupayakan dan menilainya.
Selamat berjuang para pencari rezeki halal!
Kebenaran (logika) itu sifatnya universal: diterima semua orang.
Mencuri (korupsi), misalnya, semua orang membenarkan bahwa tindakan itu salah. Tanpa kecuali. Bahkan pencuri sekali pun akan marah kalau dia kecurian.
Kalau ada yang membenarkan tindakan mencuri. Itu bukanlah kebenaran, tapi pembenaran. Dan pembenaran adalah lawan dari kebenaran. Catat itu!
*****
Adapun keyakinan (agama, adat, dll.) itu sifatnya spesial: benar bagi yang meyakininya. Terlebih memang ranah keyakinan itu bukan hanya fisik, tapi juga metafisik.
Keberadaan Tuhan, misalnya, logika tidak akan mampu mencapainya. Hanya agama yang bisa meyakininya.
Jadi kalau kaum universal berdebat dengan kaum spesial tentang keberadaan Tuhan, pasti buntu. Bahkan ada yang sampai baku tumbuk.
Arsjad Rasjid. Nama yang mengemuka kini. Sebabnya? Jabatannya sebagai Ketua Kadin sedang digoyang. Siapa yang ingin menggoyang? Belum jelas. Doi pun, kepada Andy F. Noya, setengah-setengah menjelaskan.
Saya pribadi sudah lama mengikuti profil doi: pribadi maupun pengusaha. Doi adalah anak tentara di era orde baru yang punya privilege buat sekolah di Amerika. Sempat ambil jurusan elektrikal, tapi kemudian doi membelot ke jurusan bisnis karena ingin kuliah santai.
Pulang ke Indonesia, doi bersama sahabatnya Agus Lasmono sepakat mendirikan usaha pada 1996. Sempat dinamai PT Prabu, tapi nama itu dirubah karena terlalu kuno. Akhirnya Arsjad dan Agus sepakat memilih nama PT Industri Multimedia dan Informatika disingkat Indika. Sederhana saja: Agus suka media; Arsjad masih menaruh hati pada elektrikal.
Usaha pertama mereka adalah kerjasama pembuatan kartu kredit dengan bank. Sudah deal, tapi usaha itu akhirnya gagal karena krisis moneter 1998. Setelahnya, mereka menjajal SLJJ, sambungan telpon ke luar negeri. Berhasil karena memang saat itu lagi booming-boomingnya orang Indonesia telpon-telponan.
Pada 2000-an, Indika memulai puncak kejayaan. Mereka masuk ke industri hiburan dengan mendirikan rumah produksi, radio, dan mengakuisisi SCTV. Grup itu juga menginisiasi pendirian NetTV yang investasinya luar biasa.
Bisnis mereka akhirnya merambah ke sektor lain yang lebih wah: pembangkit listrik, batubara, dan yang paling disorot tambang emas mereka di kaki gunung Latimojong, Luwu. PT Masmindo, anak usaha mereka yang mengelola tambang itu, sedang bersengketa dengan warga sekitar tambang.
Kami lahir di tahun yang sama. Saya malah lebih tua 15 hari. Bekal awal kami juga -rasa-rasanya- sama: seperti yang ada di gambar 😁.
Tapi lingkungan tempat kami tumbuh jelas berbeda. Doi lahir di New York; Saya di Ujung Pandang. Doi kuliah di Harvard; Saya di Hasanuddin.
Doi seorang Yahudi yang di usia 13 memutuskan ateis; Saya di usia segitu sibuk baca majalah Bola dan bergaul dengan Jemaah Tabligh.
Doi di usia 25 berhasil menjadi juragan Facebook; Saya di usia segitu sibuk jadi juragan di Kaskus.
Dan di usia 40, doi jadi pria terkaya; Saya.... Tapi ini bukan soal kaya atau tidak, melainkan soal manfaat atau tidak. Begitulah kehidupan, masing-masing orang beda latar dan belakangnya; beda nasib dan manfaatnya.
Sebagaimana kata pepatah Rusia: manusia bahagia dengan cara yang sama; menderita dengan cara masing-masing 😁.
Kita tutup tulisan ini dengan merenungkan surah Luqman ayat 34: "Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati."
Sebelum era millenium, ekonomi Indonesia kental menganut laissez faire: pasar diserahkan kepada swasta. Pemerintah hanya mengontrol tipis-tipis dari jauh.
Apa hasilnya: perusahaan swasta -secara umum- lebih maju dan efisien dibandingkan perusahaan negara (BUMN). Yang kita kenang dari BUMN cuma rugi dan sarang korupsi.
Satu korupsi BUMN yang terkenal: korupsi Pertamina ala Ibnu Sutowo, dirutnya. Ibnu Sutowo juga dikenal sebagai nenek dari Maulana Indraguna Sutowo, suami artis Dian Sastrowardoyo.
*****
Sampai pada pascakrisis 1998, Pemerintah mulai sadar untuk segera membangkitkan BUMN. Maka dibentuklah Kementerian BUMN. Orang pertama yang ditunjuk mengurusnya adalah Tanri Abeng.
Penunjukan Tanri Abeng tidak berasal dari ruang hampa. Selain orang Golkar, tokoh kelahiran Selayar itu sebelumnya sukses menjadi Presiden Direktur di dua perusahaan swasta: PT Multi Bintang Indonesia (produsen Bir Bintang) dan Bakrie Group.
Kelihaian manajemen alumni Buffalo University New York itu diharapkan mampu membangkitkan BUMN.
Konsep yang dipresentasekan Tanri Abeng kepada Presiden Soeharto saat pertama kali menjadi Menteri BUMN adalah konsep holding. Menurutnya, puluhan jumlah BUMN kala itu harus diwadahi oleh beberapa holding sehingga berjalan maju dan efisien, mudah dikontrol.
Konsep holding tersebut masih bertahan sampai sekarang di era Menteri Erick Tohir. Konsep itu menjadi kekuatan BUMN memimpin pasar. Swasta mencak-mencak.
Selain konsep holding, salah satu hal terbaik yang dilakukan Tanri Abeng saat menjadi Menteri BUMN adalah berhasil menyelamatkan empat bank pemerintah yang mangap-mangap karena krisis. Keempat bank itu digabung menjadi satu dan dinamai Bank Mandiri.
*****
Meskipun Tanri Abeng adalah tokoh asli Selayar, tapi sepak terjangnya cukup kontroversi bagi warga Selayar. Itu karena Tanri Abeng memimpin perusahaan produsen bir bintang. Minuman beralkohol tentu haram bagi warga Selayar yang mayoritas Muslim cluster Muhammadiyah.
Cerita negatif -entah benar apa tidak-bahkan beredar di kalangan orang tua di Selayar: sumbangan dari Tanri Abeng selalu ditolak karena berasal dari uang haram.
Tapi apakah Tanri Abeng melupakan Selayar? Tidak juga. Itu terbukti saat beliau membangun hotel Sedona di sekitaran Pantai Losari. Konon kabarnya, Sedona adalah singkatan dari Selayar Tanah Doang.
Dalam perjalanannya, Hotel Sedona berganti nama menjadi Aryaduta karena ada investasi Lippo Group juga disitu. Dan pada 2011, hotel itu dijual kepada Bosowa Group. Uang hasil penjualan hotel digunakan untuk mendirikan Universitas Tanri Abeng.
Foto: Tanri Abeng dan keluarga (dok. Emil Abeng)