|
Mochtar Ryadi (dok. Imam Jawa Pos) |
Sejak duduk di Sekolah Dasar, Lie Moe Tie selalu terkesima dan heran
melihat sebuah gedung megah berisi orang-orang berpenampilan rapi sedang
sibuk bekerja. Anehnya, di dalam gedung itu ‘tak terlihat barang
dagangan yang dijual. Lie pun menanyakan hal tersebut kepada Kepala
Sekolahnya, Pak Loe kemudian menjawab, “Itu adalah bank milik Belanda.”
Untuk menjawab rasa herannya, dalam diri lelaki kelahiran Malang, 12 Mei
1929 itu pun terpatri cita-cita untuk menjadi bankir.
Cita-cita Lie yang kemudian mengganti namanya menjadi Mochtar Riady
tersebut kesampaian pada usia 30, tepatnya pada 1959. Dia diperkenalkan
oleh temannya dengan saudagar asal Bugis, Andi Gappa, yang juga saudara
kandung Jend. M. Jusuf. Andi Gappa memiliki sebuah Bank bernama Bank
Kemakmuran dan dia ingin Mochtar membeli saham Bank tersebut dan
mengendalikannya. Mochtar sepakat membeli 66 persen saham dan menjadi
Presiden Direktur Bank Kemakmuran.
Di tangan Mochtar, Bank Kemakmuran mengalami progress yang cukup
baik. Namun unsur nepotisme yang melibatkan Komisaris Bank dalam
penyaluran kredit mulai terjadi. Walhasil, kredit macet Bank Kemakmuran
meningkat; Mochtar mundur dari jabatannya dan menjual sahamnya karena
‘tak mampu mengendalikan pihak-pihak dalam bank yang nakal.
Pada 1963, Mochtar berkenalan dengan Oey Guan Chang, Ketua Asosiasi
Pengusaha Tekstil. Setelah dibujuk Mochtar, Oey tertarik membuat bank.
Keduanya pun sepakat membeli Bank Buana yang tengah dibelit krisis. Di
tangan Mochtar, Bank Buana menjadi empat besar bank terbaik dan mampu
bertahan ketika terjadi krisis ekonomi 1965.
Saat krisis terjadi dalam kurun waktu 1965-1966, banyak bank-bank
yang mengalami masalah. Sebagian besar bangkrut; sebagian lagi selamat
karena dibeli bank yang sehat. Bank Buana yang sehat ‘tak ketinggalan
melakukan pembelian bank krisis. Bank Kemakmuran (bank pertama Mochtar)
dan Bank Industri dan Dagang Indonesia (BIDI) menjadi pilihan. Walhasil,
ada tiga bank yang dikelola langsung oleh Mochtar. Semuanya dikelola
Mochtar dengan baik dan sehat.
Pada 1971, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi
jumlah bank yang dianggap terlalu banyak. Salah satu caranya adalah
bank-bank disuruh merger (bersatu). Mochtar sepakat untuk melakukan hal
tersebut. Setelah bicara dengan para pemegang saham, dua bank (Bank
Kemakmuran dan BIDI) sepakat bergabung; Bank Buana memilih jalan
sendiri.
Penggabungan Bank Kemakmuran dan BIDI melahirkan bank baru bernama
Pan Indonesia Bank atau dikenal dengan Panin Bank. Panin Bank menjadi
bank merger pertama di Indonesia. Kantor barunya didesain sangat modern.
Panin Bank pun menjelma menjadi bank swasta terbesar di Indonesia
mengalahkan Bank Buana.
Kejayaan Panin Bank berlangsung singkat; masalah besar terjadi. Orang
dalam Panin Bank melakukan kegiatan bank dalam bank. Kalau ada untung,
orang itu mengambilnya; tapi kalau rugi, Panin Bank yang dikorbankan.
Kredit macet dalam jumlah besar pun terjadi. Kepercayaan masyarakat
menurun; bahkan sampai pada tindakan
rush (ramai-ramai menarik
tabungan dari bank). Panin Bank disoroti; Mochtar pasang badan dan
menjelaskannya kepada Bank Indonesia. Kasus ini berujung pada mundurnya
Mochtar dari Panin Bank.
Keluar dari Panin Bank, jiwa bankir Mochtar masih bergelora.
Geloranya bahkan makin menggila: Mochtar ingin membuat bank kliring yang
mewadahi transaksi internasional, serupa Bank of England di Inggris
atau Federal Reserve Bank di Amerika Serikat. Dan gelora itu terwujud
pada 1975 ketika Mochtar bertemu dengan Liem Sioe Liong, pengusaha yang
dekat dengan Presiden Soeharto. Mochtar mengutarakan maksudnya kepada
Liem. Liem paham dan menawarkan satu dari tiga bank milik Liem untuk
dikelola Mochtar: Bank Windu Kencana, Bank Dewa Ruci, dan Bank Central
Asia. Mochtar memilih BCA yang sahamnya juga atas nama putra-putri
Soeharto.
Di tangan Mochtar, BCA mengalami reformasi manajemen. Konsultan asing bahkan didatangkan untuk mewujudkannya. Akhirnya,
management by system
terwujud; BCA siap melaju. “Masalah besar harus diatasi dengan tekun
dan bijak agar menjadi kecil dan mudah diselesaikan dengan baik,”
prinsip Mochtar mengutip perkataan Laozi.
Dalam perjalanannya, BCA menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.
Gudang Garam dan Unilever menjadi nasabah prioritasnya. Beberapa
keputusan besar juga dilakukan: membeli Bank Gemari untuk mendapatkan
izin sebagai bank kliring dan bank devisa, merilis BCA Card (kartu
kredit pertama di Indonesia), membeli saham Union Planters dan
bersama-sama membuka perusahaan keuangan di Hongkong, membuka cabang di
New York, dan lainnya.
Lima belas tahun bersama BCA dan berhasil menyukseskannya, Mochtar
akhirnya mengundurkan diri pada 1991. BCA yang awalnya beraset Rp 998
juta telah dikembangkannya menjadi Rp 7,5 trilliun. Sekeluar dari BCA,
Mochtar selanjutnya mendirikan bank sendiri bernama Lippo Bank. Meskipun
berpisah, BCA dan Lippo Bank jalan seiring bersama dalam bisnis
perbankan Indonesia.
Lippo Bank adalah cikal bakal dari bisnis Lippo Group yang besar.
Saat ini mereka telah memiliki ragam bisnis di segala sektor: keuangan
(Lippo Bank, Asuransi Lippo Life, dll.), properti (Lippo Cikarang, Lippo
Karawaci, Sentul City, dll.), sekolah (Pelita Harapan, Dian Harapan,
dll.), rumah sakit (Siloam Hospital), pemakaman (San Diego Hills),
industri (Lippo Industrie) dan lainnya. Anak-anak Mochtar menjadi
pewarisnya: Rosy Riady, Andrew Riady, Stephen Riady, dan James Riady.
BCA kini menjadi salah satu anak usaha dari Salim Group, milik Liem
Sioe Liong (berganti nama menjadi Sudono Salim) dan anak-anaknya: Albert
Salim, Andre Salim, Anthony Salim, dan Mira Salim. Salim Group juga
mempunyai ragam usaha di segala sektor. Selain BCA, beberapa yang
terkenal adalah Indofood (produsen Indomie), Bogasari (produsen terigu
yang berafiliasi dengan Sari Roti), Indosiar (media televisi, tapi telah
dijual), Indomaret (minimarket), Indomobil (dealer Suzuki), dan
lainnya.
Bank Buana dan Panin Bank masih eksis sampai sekarang. Bank Buana
telah dibeli oleh investor perbankan asal Singapura dan berubah nama
menjadi Bank UOB. Panin Bank, meskipun tenggelam namanya di Jakarta,
tapi mereka kokoh di kawasan Indonesia timur, kawasan tempat lahir
leluhurnya Andi Gappa. Ony Gappa
rahimahullah, keturunan Andi Gappa, adalah sosok yang membesarkan Panin Bank di Indonesia timur.
Demikianlah, Mochtar telah menjadi maestro bisnis perbankan di
Indonesia, terkhusus bank-bak swasta. Terkait bisnis perbankan, Mochtar
punya kalimat bijak, “Modal utama bisnis perbankan adalah kepercayaan
yang tidak terbatas. Kualitas pelayanan harus dapat ditingkatkan setiap
saat. Prinsip dan keyakinan inilah yang menentukan keberhasilan saya di
dunia perbankan.”
Bisnis perbankan adalah jual-beli kepercayaan, bukan jual-beli uang!
Referensi: Buku Manusia Ide: Otobiografi, oleh Mochtar Riady.