Ada empat sahabat muda Nabi Muhammad bernama Abdullah: Abdullah bin Umar bin
Khattab, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin Ash, dan Abdullah bin Zubair
bin Awwam. Sebenarnya ada lima, cuma yang satunya sahabat tua, seangkatan Nabi:
Abdullah bin Mas’ud.
Keempat Abdullah tersebut, meskipun berusia muda, sangat akrab dengan Nabi.
Tiga diantaranya bahkan keluarga dekat Nabi: Abdullah bin Umar adalah ipar Nabi
karena bersaudara kandung dengan istri Nabi, Hafsah bintu Umar. Abdullah bin
Abbas dan Abdullah bin Zubair adalah keponakan Nabi karena ibu dari keduanya
bersaudara kandung dengan Maimunah dan Aisyah, dua istri Nabi.
Keempat Abdullah tersebut semuanya penghapal Al Qur'an. Mereka bahkan menjadi
bagian dari kepanitiaan pengumpulan dan pembukuan ayat-ayat Al Qur'an. Abdullah
bin Zubair bahkan terpilih menjadi ketua panitia-nya.
Keempat Abdullah tersebut
juga penghapal dan periwayat hadits. Dua Abdullah bahkan masuk dalam empat
besar periwayat hadits terbanyak: Abu Hurairah (meriwayatkan 5.374 hadits), Abdullah
bin Umar (2.630 hadits), Anas bin Malik (2.266 hadits), dan Abdullah bin Abbas
(1.660 hadits).
Bisa disimpulkan, keempat Abdullah tersebut adalah generasi terbaik Islam di
jamannya. Mereka hidup dan dekat dengan Nabi; menguasai Al Qur'an dan Hadits.
Namun ada yang menarik, mereka ternyata berbeda pendapat dan sikap dalam satu
urusan, yaitu politik.
Semuanya berawal ketika Ali bin Abi Thalib naik menjadi Khalifah
menggantikan Utsman bin Affan yang wafat ditikam pemberontak. Ummat Islam kala
itu menginginkan Khalifah Ali memproses hukum para pemberontak itu, namun
proses hukum berjalan lambat.
Dalam perjalanannya, muncullah hoax: Khalifah Ali difitnah punya keterkaitan
dengan kematian Khalifah Utsman, makanya proses hukum berjalan lambat.
Mendengar hoax tersebut, ummat Islam terpecah, termasuk keempat Abdullah. Ada
yang kontra Ali; ada yang pro Ali.
Abdullah bin Zubair memilih kontra Ali. Turut bersamanya tokoh-tokoh Islam
senior: ayahnya Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Muawiyah bin Abu
Sofyan, dan istri Nabi, Aisyah bintu Abu Bakar. Sebaliknya, Abdullah bin Abbas
memilih pro Ali; dia bahkan menjadi Komandan Tentara Kekhilafahan Ali. Dua
Abdullah lain, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Amr, memilih diam dan
bersikap netral. Abdullah bin Amr bilang, "Rasulullah
telah mengamanatkan kepadaku agar tidak menaruh pedang di leher orang Islam
untuk selama-lamanya."
Perpecahan pihak kontra dan pro Ali akhirnya berujung pada perang pertama
antarsesama Muslim. Dalam perang yang dinamai Perang Jamal itu, ribuan Muslim
menjadi korban, salah satunya Zubair bin Awwam, ayah Abdullah bin Zubair. 'Tak
berhenti sampai disitu, pertikaian kemudian berlanjut ke perang kedua, yaitu
Perang Shiffin. Ribuan Muslim kembali menjadi korban. Ujung dari perang Shiffin
adalah diadakannya perundingan untuk mendamaikan kedua belah pihak. Hadir
sebagai juru damai adalah Abdullah bin Amr.
Meskipun perdamaian telah terwujud, pertikaian tetap terjadi. Pihak yang
membenci Ali secara berlebihan (cikal bakal Khawarij) dan yang memuja Ali
secara ekstrim (cikal bakal Syiah) terlanjur eksis. Akhirnya, dalam pergolakan
yang ‘tak terkendali, Khalifah Ali pun tewas ditikam oleh seorang Khawarij.
Setelah Khalifah Ali wafat, anaknya Husein bin Ali tampil menggantikannya.
Namun, 'tak lama dia menjabat, Muawiyah bin Abu Sofyan yang memiliki kekuatan
politik sebagai Gubernur Syam naik menggantikannya. Maka dimulailah era Dinasti
Umayyah.
Entah lobi-lobi apa yang disampaikan Muawiyah bin Abu Sofyan kepada Husein
bin Ali sehingga terjadi penyerahan jabatan Khalifah. Muncul dugaan: Muawiyah
bin Abu Sofyan berjanji akan menyerahkan jabatan itu kembali kepada keluarga
dekat Nabi (ahlulbait) setelah dia 'tak lagi menjabat. Namun, sesaat sebelum
wafat, Muawiyah bin Abu Sofyan ternyata mewariskan kepemimpinannya kepada
anaknya Yazid bin Muawiyah. Hal tersebut membuat marah para ahlulbait, seperti
Husein bin Ali, termasuk Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah
bin Umar. Pertikaian pun kembali terjadi.
Lobi-lobi kembali dilakukan Khalifah Yazid, sebagaimana yang dilakukan
ayahnya dulu. Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas luluh dan memilih
berbaiat, sedangkan Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair memilih memberontak.
Perang pun 'tak terhindarkan.
Dalam sebuah perang yang tidak seimbang di Karbala, pasukan pemberontak yang
dipimpin Husein bin Ali 'tak kuasa melawan tentara Kekhilafahan Yazid.
Pemberontak pun kalah. Husein bin Ali terbunuh; kepalanya dipenggal dan
dihadapkan ke Khalifah Yazid. Peristiwa ini rutin dirayakan kaum Syiah setiap
tahun.
Sepeninggal Husein, pemberontakan dilanjutkan oleh Abdullah bin Zubair.
Hingga Dinasti Umayyah dipimpin Khalifah Abdul Malik bin Marwan, pemberontakan
tetap terus berjalan. Sampai pada suatu momen, tentara Kekhilafahan Abdul Malik
bin Marwan yang dipimpin Al Hajjaj bin Yusuf mempersekusi Abdullah bin Zubair
di rumahnya di Mekkah. Abdullah bin Zubair pun akhirnya wafat terhunus pedang.
Sementara itu, tiga Abdullah lainnya: Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas,
dan Abdullah bin Amr hidup damai dalam naungan ilmu Islam hingga akhir hayatnya
masing-masing. Mereka kemudian dikenang sebagai tokoh-tokoh yang memprakarsai
kajian ilmu Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar