Sjamsul Nursalim empat kali bikin heboh Pemerintah Indonesia. Pertama pascareformasi silam, pengusaha asal Lampung itu kasih menguap dana BLBI.
Diutangi negara Rp 47 T buat menyehatkan Bank Dagang miliknya, dia malah bertindak wanprestasi: melakukan transaksi yang cuma menguntungkan dirinya dan menyembunyikan aset bermasalahnya. Ujungnya: Sjamsul dianggap cacat; banknya ditutup.
Ajaibnya pada 2004, Sjamsul dapat Surat Keterangan Lunas dari Pemerintah. Ditandatangani Presiden pula. Berhubung Presiden Megawati merasa tidak tahu-menahu perihal surat itu, maka yang terseret adalah Sjafruddin Temanggung, Ketua BPPN. Sjafruddin dibui 15 tahun. Adapun Sjamsul, tetap lolos. Ajaib, bukan?
Kedua pada 2019, 15 tahun setelah skandal BLBI, KPK menyebutkan nama Sjamsul dalam daftar buronan. KPK, dalam konferensi persnya, mengaku punya dua bukti cukup atas keterkaitan Sjamsul dalam kasus BLBI.
KPK sudah melayangkan surat pemanggilan kepada Sjamsul. Sayangnya, Sjamsul menghilang. Ada yang bilang sembunyi di Singapura; ada yang bilang lari ke Cina. Entahlah. Yang jelas: hilang.
Ketiga pada 2020, Sjamsul masuk dalam daftar 50 orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes. Kekayaannya sekira Rp 12 T.
Apa usaha Sjamsul selain Bank Dagang? Dia adalah bos PT Gajah Tunggal, produsen ban GT. Dia juga punya perusahaan ritel yang memegang merek Sogo, Starbucks, Pull & Bear, dll. Dia juga punya saham di beberapa perusahaan di Singapura dan Cina.
Keempat pada 2021, KPK meng-SP3-kan alias menghentikan kasus Sjamsul. Padahal dia masih hidup dan masih banyak potensi asetnya yang bisa disita oleh negara. Tapi begitulah keadaannya. Mau di apa lagi?
Baru kita mau memuji gebrakan Pak Firli yang berani mengorek Sjamsul dan skandal BLBI, eh ternyata berujung antiklimaks. Kalau begini caranya, rasa-rasanya kasus korupsi yang melibatkan kasir kampanye Jokowi-Ma'ruf 2019 bakalan aman-aman saja di Kalimantan sana.
Kita lihat saja kiprah New KPK yang kini 100 persen dihuni personil berwawasan kebangsaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar