Makassar New Port (MNP) itu Proyek Strategis Nasional. Pemilik proyeknya PT Pelindo IV. Nilai proyeknya sekira Rp 2,3 T. Dibiayai APBN milik Kementerian Perhubungan.
Ada beberapa paket dalam proyek MNP:
Paket A: dermaga (mainkontraktor: PP)
Paket B: crossway dan container Yield (mainkon: PP dan Bumi Karsa)
Paket C: pemecah ombak, breakwater (mainkon: PP dan Bumi Karsa)
Paket 1B dan 1C: tambahan crossway, container yield, dan breakwwter (mainkon: PP)
Paket D: gedung perkantoran dan fasilitas (mainkon: Adhi Karya)
Untuk membangun crossway dan container Yield, dibutuhkan proses reklamasi. Pemenang tender sebagai subkontraktornya adalah Royal Boskalis asal Belanda. Mereka punya manpower, tools, dan equipment yang mumpuni: kapal pengeruk, exca, dll.
Sampai di sini, proyek masih aman. Tidak ada masalah. Kenapa? Karena skema B to B masih jalan, business to business. Perusahaan dengan perusahaan. Profesionalisme dengan profesionalisme.
Masalah muncul tatkala Royal Boskalis butuh pasir dengan spesifikasi khusus untuk proses reklamasi. Pasir itu cuma ada di daerah Takalar sana dan beberapa Pulau di pinggiran Makassar. Tentunya, Royal Boskalis tidak bisa langsung menambang pasir di daerah itu.
Maka muncullah perantara: perusahaan-perusahaan lokal. Merekalah yang menguasai daerah itu, mengurus izin tambang (IUP) dan Amdalnya di Pemrov Sulsel. Setelah keluar, merekalah yang memfasilitasi Royal Boskalis melakukan pengerukan pasir lewat skema jual-beli. Di sinilah masalahnya: muncul skema B to G (Bussiness to Government) di perizinanya.
Ujungnya, bukan cuma masalah B to G, muncul pula masalah B to P ( Bussiness to People) karena warga menolak aktifitas tambang dan pengerukan di daerah mereka. Kemudian G to P juga muncul karena warga mulai mempertanyakan kebijakan Pemrov Sulsel yang mengizinkan aktifitas tambang dan keruk itu. Sampai-sampai organisasi lingkungan turun tangan membela warga.
Demikianlah yang terjadi. Setahu saya, sampai sekarang masalah B to P dan G to P belum menemukan titik temu. Ujungnya: Gubernur Sulsel ditangkap KPK. Dan masalah ini pun menjadi panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar