Jusuf Kalla terlahir sebagai pemimpin. Tidak salah penulis berkata
seperti itu. Di usia JK yang pada 15 Mei 2012 mendatang genap 70 tahun,
JK telah menjadi pemimpin di semua model organisasi: kepelajaran,
kemahasiswaan, bisnis, asosiasi, pemerintahan, politik dan sosial.
Untuk organisasi kepelajaran, JK menjadi Ketua Pelajar Islam Indonesia
(PII) Sulawesi Selatan pada 1950-an. Jabatan itu diperoleh JK saat
menjadi siswa di Sekolah Islam Datumuseng Makassar. Di organisasi PII
inilah jiwa kepemimpinan JK mulai terasah.
Untuk organisasi kemahasiswaan, JK menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Makassar periode 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa (Dema)
Universitas Hasanuddin Makassar periode 1965-1966 dan Ketua Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Sulawesi Selatan periode 1966-1967.
Dalam sebuah kesempatan, JK pernah menceritakan masa-masa aktifnya sebagai aktifis mahasiswa. “Mahasiswa itu tidak selalu harus marah. Kami juga dulu sering berdemonstrasi, tapi tidak pernah bakar ban.”
Untuk organisasi bisnis, JK menjadi Direktur Utama NV Hadji Kalla dari
1968 sampai 1999. Bagi JK, organisasi bisnis itu tidak hanya
berorientasi pada profit, tapi juga pertumbuhan (growth). “Profit bukanlah yang utama dikejar. Ada nilai yang sebenarnya lebih arif untuk dikejar, yakni growth.” kata JK.
Untuk organisasi asosiasi, JK menjadi Ketua Ikatan Alumni Universitas
Hasanuddin Makassar (Ika Unhas) dari 1992 sampai sekarang. Sebuah
cerita, entah benar atau tidak: seorang akademisi Unhas protes terkait
kepemimpinan JK di Ika Unhas.
Akademisi itu protes karena JK bukanlah seorang Profesor, sedangkan
banyak Profesor lain yang lebih pantas. Pernyataan orang itu dibantah
oleh Prof. Halide (Guru Besar Fakultas Ekonomi Unhas) dengan mengatakan
bahwa JK memang bukan Profesor, tapi dia lebih hebat dari Profesor.
Untuk organisasi pemerintahan, JK menjadi pemimpin di Departemen
Perindustrian & Perdagangan dari 1999 sampai 2000 dan Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat dari 2001 sampai 2004.
Bagi JK, organisasi pemerintahan itu harus berorientasi pada proses. “Pemerintah
harus memberikan pelayanan yang terbaik. Pandangan sinis bahwa kalau
bisa dipersusah kenapa dipergampang harus dihindari,” kata JK.
Untuk organisasi politik, JK menjadi Ketua Umum Partai Golongan Karya.
JK terbilang cukup setia dengan Partai Golkar meskipun banyak pandangan
sinis terhadap partai binaan Soeharto itu. Di Golkar, JK memulai dengan
menjadi kader muda di tahun 1980-an sampai menjadi Ketua Umum periode
2004 sampai 2009.
Untuk organisasi sosial, JK menjadi Ketua Palang Merah Indonesia (PMI)
dari 2009 sampai sekarang.
Banyak orang yang mengatakan bahwa JK tidak
cocok memimpin di PMI karena bukan bidangnya, tapi JK mampu membuktikan
bahwa dirinya bisa. JK telah membuat banyak terobosan baru di organisasi
itu, terutama pastisipasi PMI dalam penanganan bencana.
Itulah JK yang telah menjadi pemimpin di semua model organisasi. Sayang,
JK gagal menyempurnakannya dengan menjadi pemimpin negara. “Sekiranya jadi Presiden, lengkap betul hidup ini,” kata JK.
Terkait kepemimpinan, JK berujar di hadapan Direktur pelbagai perusahaan
dalam sebuah acara yang diadakan majalah Warta Ekonomi: “Segala
sesuatunya itu sebenarnya ditentukan oleh kepepimpinan, bukan
organisasi. Organisasi itu penting, tapi organisasi baru bisa berjalan
dengan kepemimpinan yang baik.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar