JK dan jajaran Direksi Kalla Group |
Tidak mudah bagi JK, karena perusahaan yang diwarisinya sedang mengalami krisis akibat gejolak ekonomi 1965. JK harus segera membenahi bisnis perdagangan hasil bumi (kopi, cengkeh, beras dan lainnya), perdagangan kain dan sarung sutra, angkutan daerah dan lainnya.
Selain itu, JK juga mencoba mengekspansi bisnis baru. Untuk itu, JK dibantu oleh dua sahabatnya di jaman aktifis mahasiswa dulu: Alwi Hamu dan Aksa Mahmud.
"Saya, Alwi, Aksa, kebersamaannya itu dalam hal aktifis mahasiswa. Aktifis mahasiswa itu selalu tidak puas ingin merubah sesuatu. Tapi kita ada batasnya. Begitu tamat, selesai sebagai mahasiswa, tidak ditambah-tambahi umur untuk jadi mahasiswa. Saatnya kita bekerja. Alwi sama Aksa tidak selesai kuliah, tapi ikut sama saya selesai," kenang JK, tersenyum.
Sebagai langkah awal, JK mengekspansi bisnis otomotif dengan berdagang mobil merek Toyota pada 1968. "Kami duluan jual mobil Toyota daripada Astra," kata JK, bangga.
Setahun kemudian, JK juga mengekspansi bisnis konstruksi sipil dengan mendirikan PT Bumi Karsa. Aksa Mahmud ditunjuk JK untuk menjadi Direktur di perusahaan ini.
Memasuki era 1970-an, ekspansi bisnis JK meluas. Itu membuat JK harus mengubah akta perusahaan agar pergerakannya bisa melingkupi ragam bisnis.
Pada 1973, NV Hadji Kalla resmi ditunjuk oleh PT Toyota Astra Motor menjadi maindealer mobil Toyota di wilayah Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara (sekarang bertambah Barat).
Selain itu, NV Hadji Kalla juga resmi menjadi dealer penjualan alat-alat berat merek Sakai dan alat-alat pertanian merek Kubota.
Selain bisnis besar, JK juga ternyata mengekspansi bisnis-bisnis kecil. Contohnya: JK membeli sebuah toko buku dan percetakan. Alwi Hamu ditunjuk mengurusnya melalui PT Bhakti Centra Baru.
Selain itu, Alwi juga ditunjuk JK mengurusi usaha cukur. Pikiran JK kala itu ingin membuat tempat cukur yang nyaman dan ber-AC seperti yang didapatinya di Jakarta. JK dan Alwi kemudian bekerja sama dengan beberapa tukang cukur asal Madura.
Setahun berjalan, usaha cukur itu bangkrut dan akhirnya tutup. JK menceritakan: "Tutuplah itu usaha cukur. Bukan karena Alwi tidak bisa atur, tapi karena waktu itu tiba-tiba semua orang punya kebiasaan gondrong. Yang biasanya cukur sekali sebulan jadi sekali enam bulan...Itulah sejarah bisnis kita yang paling singkat."
Pada 1973 pula, Aksa Mahmud yang merupakan suami dari Ramlah Kalla, adik JK, memutuskan untuk berbisnis sendiri. Dengan bantuan JK, Aksa mengelola CV Moneter yang bergerak di bidang konstruksi.
CV Moneter inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal Bosowa Group. Nama Bosowa merupakan singkatan dari Bone, Soppeng dan Wajo, tiga kerajaan besar suku Bugis.
Kini, Bosowa Group telah menjadi kelompok usaha mapan yang ekspansinya meliputi ragam bisnis: otomotif, konstruksi, semen, properti, energi, transportasi, asuransi, hotel dan lainnya.
Selama dekade 1970-an, JK membuka beberapa perusahaan diantaranya: PT EMKL Kalla Raya untuk mengurusi ekspedisi dan bongkar-muat kapal laut, terkhusus bongkar-muat mobil-mobil Toyota yang dikirim dari Jakarta; PT Bukaka Agro untuk mengolah pakan (makanan) ternak guna diekspor; PT Bukaka Meat untuk mengurusi bisnis pemotongan hewan dan ragam perusahaan lainnya.
Dalam berbisnis, JK juga mampu melihat potensi seseorang untuk diajak berbisnis. Pada 1979, contohnya, JK bertemu Fadel Muhammad, sarjana teknik jebolan terbaik Institut Teknologi Bandung. Bersama Fadel, JK kemudian mendirikan PT Bukaka Teknik Utama.
Bukaka Teknik Utama itulah yang menjadi bisnis utama Bukaka Group, kelompok usaha keluarga JK yang berbasis di Jakarta. Nama Bukaka merupakan nama kampung di Bone, Sulawesi Selatan, tempat kelahiran ibunda JK, Hadjah Athirah.
Bukaka Grup dinahkodai oleh JK sendiri bersama Fadel Muhammad dan dua adik JK: Achmad Kalla dan Suhaeli Kalla. Kini, Bukaka Group telah menjadi kelompok usaha besar yang memiliki ragam bisnis: elektrikal, konstruksi telekomunikasi, konstruksi sipil, energi dan agrobisnis.
Contoh lain, pada 1981, JK membantu Alwi Hamu menggarap bisnis koran. JK tahu betul kalau di kampus dulu Alwi adalah seorang jurnalis yang mengelola koran untuk organisasi KAMI dimana JK menjadi Ketuanya.
Bisnis koran pun digarap. Nama korannya adalah Fajar. Gedung toko buku dan percetakan Bhakti dijadikan sebagai kantor koran itu.
Dalam operasional awalnya, koran Fajar terus merugi hingga pada 1988 langkah strategis diambil: Fajar digabungkan dengan kelompok media Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan. Kebetulan saat itu Dahlan sedang ingin membuat koran di Makassar.
Sebuah langkah strategis yang tepat. Kini, Fajar Group telah menjadi kelompok usaha media terbesar di Indonesia Timur yang memiliki stasiun televisi lokal, radio lokal, dan koran-koran lokal di Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Fajar Group juga telah mengembangkan sayapnya di ragam bisnis: pendidikan, transportasi, travel dan hotel.
Pada 1984, JK mendirikan PT Bumi Rama Nusantara, perusahaan yang mengurusi pengadaan batu kerikil. Dua tahun kemudian, JK juga mendirikan PT Makassar Raya Motor yang menjadi subdealer mobil merek Daihatsu.
Kedua perusahaan itu kini dipimpin oleh dua adik JK: Halim Kalla dan Natsir Kalla; bahkan telah membentuk kelompok usaha tersendiri di luar lingkup Kalla Group.
Pada 1990-an, ekspansi JK semakin dinamis. Posisinya sebagai Ketua organisasi Kamar Dagang dan Industri (Kadinda) Sulawesi Selatan membuatnya banyak mengetahui prospek-prospek bisnis ke depan. Dia pun memanfaatkan peluang itu.
Perusahaan-perusahaan yang didirikan JK pada dekade 1990-an diantaranya: PT Bumi Sarana Utama untuk mengurusi bisnis perdagangan aspal. PT BSU kemudian menelorkan PT Bumi Sarana Beton yang mengurusi produksi beton dan PT Bumi Barito Utama yang juga mengurusi bisnis perdagangan aspal.
Perusahaan lain yang didirikan JK adalah PT Kalla Inti Karsa untuk mengurusi bisnis properti kawasan bisnis (mall, ruko dan lainnya); PT Bumi Sarana Indah (sekarang PT Baruga Asrinusa Development) untuk mengurusi bisnis properti kawasan perumahan; PT Kalla Electrical System untuk mengurusi produksi trafo listrik; PT Bumi Jasa Utama untuk mengurusi rental mobil; PT Sahid Makassar Perkasa untuk mengurusi bisnis hotel dan ragam perusahaan lainnya.
Pada 1999, saat JK diangkat menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dia melepas jabatan Direktur Utama dan mewariskannya kepada adiknya Fatimah Kalla. Selanjutnya, JK berposisi sebagai Komisaris Utama. Itu artinya, JK tidak lagi mengurusi bisnisnya secara teknis.
Sepeninggal JK, bisnis dan perusahaan keluarganya tetap dinamis, malah sedang proses merambah ke sektor baru, yaitu energi dan transportasi.
Itulah JK yang telah berhasil mengubah perusahaan yang krisis menjadi kelompok usaha yang dinamis. Kalla Group, Bukaka Group, Bosowa Group dan Fajar Group telah menjadi kelompok usaha dinamis yang memiliki omzet besar dan tersebar eksistensinya di seantero Indonesia.
JK menegaskan: "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami."
"Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur."
"Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar