Jumat, 13 September 2013

Kehidupan Nabi Muhammad (611 - 614): Mendakwahkan Islam Secara Sembunyi-Sembunyi

Mekkah menjadi daerah dakwah pertama Nabi Muhammad. Itu dikarenakan Mekkah adalah kampung halaman beliau dan pusat agama bangsa Arab. Agama bangsa Arab berupa penyembahan terhadap patung-patung dan berhala lainnya di sekitar Ka'bah.

Nabi Muhammad mendakwahkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Dia memulainya dari keluarganya lebih dahulu. Hal itu beliau lakukan berdasarkan wahyu Allah, "Dan berilah peringatan kepada kerebat-kerabatmu yang dekat." (Al Qur'an surah Asy Syu'ara: 214).

Hasilnya, beberapa keluarga beliau masuk Islam: istri beliau Khadijah, pembantu beliau Zaid bin Haritsah, kemenakan beliau Ali bin Abi Thalib, dan sahabat beliau Abu Bakar Ash Shiddiq. Abu Bakar sendiri yang begitu semangatnya berdakwah berhasil meng-Islamkan Utsman bin Affan, Az Zubair bin Al Awwan, Abdurrahman bin AufSa'd bin Abi Waqqash, dan Talhah bin Ubaidillah.  

Dari situ, Islam menyebar ke seluruh Mekkah karena banyaknya laki-laki maupun perempuan yang masuk Islam. Selanjutnya, Islam pun menjadi pembicaraan di kalangan bangsa Arab.

Perintah sholat pertama bagi umat Islam adalah sholat di waktu pagi dan petang (sore). Wahyu Allah, "Dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu pagi dan petang." (Al Qur'an surah Al Mukmin: 55).

Paman beliau Abi Thalib pernah melihat Nabi Muhammad dan anaknya Ali bin Abi Thalib melakukan sholat. Abi Thalib kemudian menanyakan hal itu. Setelah mendapatkan penjelasan dari Nabi Muhammad, Abi Thalib lalu menyuruh Nabi Muhammad dan Ali untuk menguatkan hati.

Tiga tahun Nabi Muhammad melakukan dakwah Islam secara sembunyi-sembunyi. Dari situ, telah terbentuk kelompok-kelompok Muslim kecil yang berpencar di daerah Mekkah.

Referensi: Sirah Nabawiyyah, karya Syaikh Safiyyurrahman Al Mubarakfury.

Senin, 09 September 2013

Kehidupan Nabi Muhammad (611): Menerima Wahyu dan Menjadi Nabi Utusan Allah

Pada saat usia Muhammad hampir genap 40 tahun, dia memiliki kebiasaan mengasingkan diri. Berbekal makanan seadanya, Muhammad mengasingkan diri di sebuah gua kecil bernama gua Hira yang terletak di Jabal Nur (Bukit Cahaya) yang berjarak sekira 2 mil dari Mekkah.

Di gua kecil itu, Muhammad merenungkan kehidupan, meluapkan keresahaannya atas kebiasaan orang-orang Mekkah yang 'tak masuk akal, dan menghayati keindahan alam di sekelilingnya. Dia juga sering berbagi bekal makanan kepada orang-orang miskin yang juga mengasingkan diri di gua hira.

Hingga pada suatu momen di gua Hira, pada 21 Ramadhan atau 10 Agustus 611, Muhammad didatangi Malaikat Jibril, lelaki dengan wajah yang sangat berseri dimana kedua telapak kakinya menginjak ufuk langit. Jibril lalu berkata kepada Muhammad, "Wahai Muhammad, engkau adalah utusan (Rasul) Allah dan aku adalah Jibril."

Jibril kemudian memegang dan merangkul Muhammad seraya berkata, "Bacalah!" Muhammad menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Jibril berkata lagi, "Bacalah!" Muhammad lagi-lagi menjawab, "Aku tidak bisa membaca."

Hingga pada ketiga kalinya, Jibril menyampaikan, "Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan Al Qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Perkataan Jibril itu abadi dalam Al Qur'an surah Al Alaq ayat 1 sampai 5.

Selepas kejadian itu, Muhammad yang gemetar ketakutan pulang menemui istrinya Khadijah sambil berkata, "Selimuti aku, selimuti aku!" Muhammad kemudian menceritakan kejadian yang telah dialaminya di gua Hira kepada Khadijah.

Khadijah yang khawatir akan keadaan suaminya lalu mendatangi kemenakannya Waraqah, seorang yang terkenal sebagai penulis buku dan penginjil berbahasa Ibrani. Mendengar semua perihal kejadian yang menimpa Muhammad dari Khadijah, Waraqah berkata, "...Mukjizat yang pernah datang kepada Musa kini datang kepadanya (Muhammad). Dia adalah benar-benar Nabi umat ini. Katakanlah kepadanya agar dia berteguh hati."

Pascakejadian di gua Hira, selang beberapa waktu, Jibril 'tak jua muncul lagi membawa wahyu. Atas hal itu, Muhammad dirundung kesedihan. Hingga Malaikat Jibril turun kembali membawa wahyu.

Kejadiannya bermula tatkala Muhammad mendengar suara yang berasal dari langit. Dia memandangi langit dan mendapati Jibril yang dilihatnya di gua Hira sedang duduk di sebuah kursi yang menggantung di antara langit dan bumi. Muhammad mendekatinya tapi kemudian terjatuh ke tanah.

Muhammad kembali gemetar dan pulang menemui Khadijah sambil berkata, "Selimuti aku, selimuti aku." Lalu Jibril berkata, "Wahai orang-orang yang berselimut! Bangunlah lalu beri peringatan! Dan Tuhanmu, agungkanlah! Dan pakaianmu, bersihkanlah. Dan perbuatan dosa, tinggalkanlah!" Perkataan Jibril ini diabadikan dalam Al Qur'an surah Al Mudatsir ayat 1 sampai 5.  

Mendengar wahyu itu, Muhammad membuka selimutnya dan bangkit dari tidurnya, Dia benar-benar telah menyadari dirinya sebagai Nabi, utusan (Rasul) Allah.

Referensi: Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Safiyyurrahman Al Mubarakfury.

Sabtu, 07 September 2013

Stop Pornoaksi!

Pornoaksi, melalui video atau gambar, bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Kenapa? Sebab dari dulu sudah ada. Di Indonesia, pornoaksi telah menggeliat sekira tahun 80-an melalui film-film panas di bioskop dan majalah-majalah vulgar yang beredar bebas di pasar. Cuma bedanya sekarang, pornoaksi termediasi secara terbuka melalui media dan teknologi, serta didukung perkembangan budaya liberal di masyarakat.

Berawal ketika kebebasan pers dicetuskan pertama kali pascareformasi silam, pornoaksi mulai terbuka di media. Para pelaku media mulai mengandalkan pornoaksi sebagai peluru utama meraup rating dan iklan. Tarian ngebor Inul dan serial Komedi Tengah Malam, adalah sebagian fakta tayangan yang melaluinya. Alasan pembenaran diopinikan: seni, kebebasan berkreasi, kemerdekaan berekspresi, penonton sudah semakin cerdas, dan sebagainya.

Dari sisi teknologi, internet dan ponsel berperan besar memediasi pornoaksi. Riset tahun 2008, sekira 4 juta situs pornoaksi beredar di internet. Tinggal nongkrong di cafĂ© dan warnet, atau menyediakan layanan internet di rumah, situs-situs pornoaksi siap diakses. Dan…tanpa batas tentunya!

Ponsel lebih gila lagi. Alat ini tanpa diduga memunculkan trend perilaku, yaitu hobi merekam adegan seks lalu menyebarkannnya di internet. Beberapa pakar bahkan mengkategorikan perilaku ini sebagai penyakit jiwa.

Adapun budaya liberal, budaya ini berperan menjadikan pornoaksi menjadi wajar -tidak tabu dan memalukan- di masyarakat. Budaya ini kemudian meracuni pemikiran masyarakat -khususnya para generasi muda- dan mencederai budaya lokal yang sarat nilai moral dan agama.

Pornoaksi harus segera dihentikan! Tayangan TV harus dibatasi, film-film bioskop harus disensor, dan situs-situs pornoaksi di internet harus diblokir! Dan pemerintah -dengan segala kewenangan dan kekuasaannya- sangat mudah melakukan hal tersebut.

Ah…munafik…hypocrit…!!! Saya menolak pornoaksi bukan karena saya benci, tapi justru karena saya sangat menyukainya. Dan saya yakin semua laki-laki normal di dunia ini sangat menyukainya. Justru karena itu, kalau pornoaksi dibiarkan, itu akan membuat saya dan lelaki normal lainnya -termasuk juga para wanita- akan melakukan hal-hal negatif yang tidak produktif sama sekali. Dan hal ini sangat berbahaya bagi masa depan.

Alasan lain, kalau pornoaksi dibiarkan, itu akan membuat pornoaksi berkembang ke ruang lingkup yang lebih besar, yaitu industri film porno. Apakah kita mau industri film porno berkembang di Indonesia? Apakah kita mau Indonesia menjadi negara porno terbesar di dunia, selain negara Muslim terbesar? Apakah kita mau keturunan kita nanti berprofesi sebagai bintang film porno? Saya yakin kita semua tidak menginginkannya.

Selasa, 03 September 2013

Ramli

“Becak, Daeng!” Teriakku kepada Ramli (29 thn). Dengan sigap dia menyiapkan becaknya untuk kutumpangi. Dia kemudian menggayungnya dengan cepat. Gayungan yang sepertinya menyiratkan beban. Beban untuk memberikan secercah hidup kepada keluarganya.

Ramli memiliki seorang istri dan dua anak. Sehari-hari, dia menghidupi mereka dengan bekerja sebagai tukang becak. Sekira 30 ribu rupiah per hari diperolehnya dari menggayung becak. “Nisyukkurimi anjo (disyukuri itu)!” kata dia, sederhana.

Dulu Ramli pernah bekerja sebagai kuli tambang di Kalimantan. Gajinya lumayan, 1,5 juta rupiah per bulan. Tapi kemudian dia memilih keluar dan kembali ke kampung halamannya, Makassar.

Saat saya tanya alasannya, dia menjawab, “Edede…punna lebba’maki annambang, tenamo ki tanja’ tau (Ah…kalau kita sudah menambang, kita sudah tidak mirip manusia)” Dia menggambarkan dirinya yang sangat kurus dan hitam sekeluar dari lubang tambang.

Ya…rinnimo, Daeng (Ya…di sini saja, Daeng)!” Tibalah aku di tempat tujuan. Lembaran lima ribu rupiah kuberikan kepada Ramli. Dia mencium uang itu dan menempelkannya di dahi. Ciri khas orang Makassar dalam mengungkapkan rasa syukur karena telah mendapatkan uang. Ah….boyanna doeka (carinya uang)!

“Sebagaimana burung dilahirkan untuk terbang dan ikan untuk berenang, manusia dilahirkan untuk bekerja.” (Nabi Ayyub)

Selasa, 13 Agustus 2013

Kehidupan Nabi Muhammad (596 - 611): Menjadi Kepala Keluarga dan Peristiwa Renovasi Ka'bah

Pada 596, di usia 25 tahun, Muhammad menikah dengan Khadijah yang berusia 40 tahun. Pernikahan keduanya berlangsung bahagia hingga membuahkan dua orang putra: Qasim dan Abdullah, dan empat orang putri: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah Az Zahra. Dalam perjalananya, semua putra Muhammad meninggal saat masih kecil.

Muhammad menghidupi keluarganya dengan berdagang. ‘Tak salah beliau amat memuliakan profesi yang satu ini. Beliau bahkan berkata, “Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli (perdagangan) yang mabrur.”

Muhammad juga menghiasi keluarganya dengan akhlak yang baik: perkataan lemah-lembut, kerja keras, kejujuran, dan lainnya. Tidak pernah sekalipun dia mencontohkan keluarganya kebiasaan buruk: meminum khamr, salah satunya. Padahal kebiasaan itu umum di kalangan warga Quraisy Mekkah kala itu yang masih jahiliyah.

Yang menarik, Muhammad juga menghindarkan keluarganya dari pemahaman kuat warga Quraisy Mekkah kala itu, yaitu menyembah berhala. Bahkan beliau melarang untuk memakan daging hewan yang disembahkan untuk berhala.

Selain akhlak dan perilaku yang baik, Muhammad juga dikaruniai kemampuan untuk mengambil keputusan. Itu terbukti pada peristiwa renovasi ka’bah saat usia beliau menginjak 35 tahun.

Ka’bah kala itu masih berupa bangunan susunan batu setinggi sembilan hasta (siku manusia dewasa), lebih tinggi dari manusia. Bentuknya yang tanpa atap membuat banyak pencuri yang mengambil isi dalam ka’bah. Dengan keadaan seperti itu, bangunan ka’bah menjadi rapuh karena sering dimanjati.

Banjir yang terjadi di Mekkah semakin membuat Ka’bah rapuh. Para petinggi kaum Quraisy pun sepakat untuk merenovasi bangunan peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail itu.

Dimulailah renovasi Ka’bah di bawah pengawasan arsitek asal Romawi bernama Baqum. Dana pembangunan disepakati hanya dari yang baik-baik, bukan dari dana pelacuran, dana sistem rente (riba), dan dana dari harta rampasan.

Tatkala pembangunan sampai pada bagian Hajar Aswad, para petinggi kaum Quraisy berdebat perihal siapa yang berhak mengangkat dan memindahkannya. Perdebatan berlangsung hingga berhari-hari, bahkan meruncing ke perang, pertumpahan darah.

Ternyata ditakdirkan: orang yang berhak mengangkat Hajar Aswad adalah Muhammad. Namun Muhammad mengambil sebuah keputusan yang sangat bijak: beliau meminta sebuah selendang lalu meletakkan Hajar Aswad di atasnya.

Muhammad kemudian menyuruh para petinggi kaum Quraisy untuk masing-masing memegang ujung selendang dan mengangkatnya bersama-sama. Saat akan tiba di tempatnya, Muhammad mengambil Hajar Aswad itu dan menaruhnya pada tempatnya semula.

Begitulah peristiwa renovasi Ka’bah sehingga menjadi seperti yang kita lihat saat ini: bangunan setinggi 15 hasta. Pun kemudian dilakukan lagi beberapa renovasi oleh generasi selanjutnya.

Referensi: Buku Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Safiyyurrahman Al Mubarakfury.

Minggu, 14 Juli 2013

Kehidupan Nabi Muhammad (583 - 596): Ikut Perang, Keliling Berdagang, dan Menikah dengan Khadijah

Sejak berumur 12 tahun, Muhammad menetap di Mekkah bersama pamannya, Abu Thalib. Sehari-hari, dia mencari kehidupan dengan mengembala kambing, sesekali juga membantu pamannya itu berdagang.

Dalam berdagang, Muhammad menunjukkan etika yang baik. Dia cerdik dalam menjual tapi tidak licik. Jujur dan amanah sangat dipegang teguh oleh Muhammad. Etika baik Muhammad pun tersebar ke mana-mana.

Ikut Perang
Saat Muhammad berusia 15 tahun, meletus perang di Mekah. Perang itu bernama Perang Fijar yang melibatkan antara pihak Quraisy bersama Kinanah melawan pihak Qais Ailan. Muhammad ikut dalam perang itu. Dia membantu mengumpulkan busur (anak panah) untuk dipakai paman-pamannya berperang.

Pascaperang, terjadi perundingan antara kedua belah pihak yang juga dihadiri Muhammad. Perundingan berujung pada kesepakatan: tidak ada satu pun penduduk Mekkah yang dibiarkan teraniaya. Siapa yang teraniaya, harus dibela. Siapa yang menganiaya, harus dihukum.

Dua pengalaman tersebut di atas sangat berharga bagi Muhammad. Perang dan perundingan, dua pengalaman yang kelak mengasah jiwa kepemimpinan Muhammad.   

Keliling Berdagang
Etika baik Muhammad dalam berdagang sampai ke telinga Khadijah, seorang pedagang kaya, cantik dan terkenal. Muhammad pun dipercaya memperdagangkan barang-barang milik Khadijah dengan imbalan bagi hasil.

Maka kelilinglah berdagang anak muda Muhammad yang kala itu berumur 25 tahun. Dia berdagang ke Syam dengan didampingi seorang pembantu utusan Khadijah bernama Maisarah.

Hasilnya: Khadijah kagum dengan omzet dagang melimpah yang diperoleh Muhammad. Ditambah cerita-cerita Maisarah perihal etika Muhammad yang sangat baik, itu semakin menambah kekaguman Khadijah.

Menikah dengan Khadijah
Dalam perjalanannya, kekaguman Khadijah kepada Muhammad berubah menjadi cinta dan keinginan untuk menikah dengan Muhammad. Melalui perantara seorang perempuan bernama Nafisah, Khadijah menyampaikan keinginannya kepada Muhammad.

Muhammad sepakat. Dia pun menemui pamannya untuk mengutarakan perihal rencana pernikahannya dengan Khadijah itu.

Maka pernikahan pun dilangsungkan. Muhammad yang berusia 25 tahun menikahi Khadijah yang berusia 40 tahun dengan mahar 20 ekor onta muda.

Pernikahan keduanya berlangsung bahagia hingga membuahkan dua orang putra: Qasim dan Abdullah, dan empat orang putri: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah Az Zahra. 

Referensi: Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury, hal. 51 – 53.

Sabtu, 13 Juli 2013

Kehidupan Nabi Muhammad (571 - 583): Lahir dengan Tanda-Tanda Kenabian

Kelahiran dan Penamaan
Senin pagi, 22 April 571, seorang bayi laki-laki lahir di Mekkah dari seorang ibu bernama Aminah. Bayi laki-laki itu lahir dalam keadaan yatim sebab ayahnya Abdullah telah wafat.

Aminah kemudian mengutus seseorang untuk menyampaikan kabar gembira kelahiran bayinya itu kepada Abdul Muththalib, ayah suaminya Abdullah. Ayahnya pun segera datang dengan perasaan suka cita untuk melihat cucunya.

Abdul Muththalib dengan rasa bahagia menggendong cucunya dan membawanya masuk ke dalam Ka’bah. Di dalam Ka’bah, dia memberi nama Muhammad kepada cucunya, sebuah nama yang belum pernah ada yang memiliki sebelumnya.

Nama Muhammad berasal dari kata Al hamdu: yang terpuji. Sering juga disebut Ahmad: yang paling terpuji.

Diasuh Halimah dan Peristiwa Pembelahan Dada
Wanita pertama yang mengasuh dan menyusui Muhammad adalah Tsuwaibah lalu kemudian Halimah. Halimah menceritakan bahwa banyak keberkahan yang diperolehnya saat mengasuh Muhammad.

Pada saat Halimah pertama kali menerima dan menggendong Muhammad, dia seperti tidak merasakan beban apa-apa. Dia pun menuju keledainya dan membawa pergi Muhammad. Keledainya yang telah berjalan cukup jauh terlihat sangat kuat dan perkasa, tanpa lelah sedikit pun.

Setiba di rumahnya, di daerah Bani Sa’d. Halimah melihat bahwa tanah di tempatnya tumbuh dengan sangat subur; domba-domba peliharaannya pun terlihat sangat kenyang dan sehat. Sangat berbeda dengan domba-domba peliharaan tetangganya.

Di bawah asuhan Halimah, Muhammad tumbuh dengan baik. Bahkan di umur dua tahun, pertumbuhannya sangat pesat dibandingkan anak-anak yang lain. Hingga pada saat berumur empat tahun, terjadilah peristiwa besar terhadap Muhammad.

Pada saat Muhammad sedang bermain bersama teman-temannya, Malaikat Jibril datang dan memegangnya. Jibril kemudian menelengtangkannya dan membelah dadanya. Hati (segumpal darah) dikeluarkan dari dadanya. Jibril mengatakan, “Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu.”

Jibril mencuci hati (gumpalan darah) itu dengan air zamzam dalam baskom emas. Setelah dicuci, Jibril memasukkan dan menatanya kembali ke tempat semula.

Teman-teman Muhammad berlarian dan berteriak, “Muhammad telah dibunuh!” Para ibu pun, dengan perasaan panik, datang menghampiri Muhammad. Mereka menemukan Muhammad dalam keadaan baik dan bahkan dengan wajah yang semakin berseri.

Kembali ke Ibu Hingga Menjadi Yatim-Piatu
Setelah peritiwa itu, Halimah menjadi takut. Dia pun mengambil keputusan untuk mengembalikan Muhammad ke pangkuan ibu kandungnya, Aminah. Muhammad pun hidup bersama Aminah.

Suatu ketika, Aminah merasa perlu mengenang suaminya, Abdullah. Dia pun pergi dari Mekkah untuk menziarahi kuburan suaminya di Madinah bersama Muhammad dan pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Mereka menetap di Madinah selama satu bulan.

Dalam perjalanan pulang dari Madinah ke Mekkah, Aminah jatuh sakit dan kemudian wafat. Dia wafat di Abwa’, daerah antara Madinah dan Mekkah.

Diasuh Sang Kakek dan Paman
Sepeninggal ibunya, Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul Muththalib. Muhammad diasuh dengan penuh kasih sayang oleh kakeknya. Bahkan, Abdul Muththalib lebih mengutamakan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri.

Pada saat Muhammad berusia delapan tahun, Abdul Muththalib wafat. Sebelum wafat, dia menitipkan pesan bahwa pengasuhan Muhammad diserahkan kepada pamannya, Abu Thalib, yang merupakan saudara kandung dari ayah Muhammad, Abdullah.

Sama seperti Abdul Muththalib, Abu Thalib mengasuh Muhammad dengan penuh kasih sayang. Dia juga lebih mementingkan Muhammad dibandingkan anak-anaknya sendiri. Bahkan Abu Thalib rela menjalin permusuhan demi melindungi Muhammad.

Pekerjaan dan Tanda Kenabian
Masa remaja Muhammad banyak dihabiskan dengan bekerja sebagai pengembala kambing. Dari pekerjaan itu, dia memperoleh beberapa imbalan dinar.

Pada saat Muhammad berusia 12 tahun, Abu Thalib mengajaknya pergi berdagang ke Syam, hingga tiba di Bushra.

Di Bushra, keduanya bertemu dengan seorang rahib Yahudi bernama Bahira. Rahib Bahira menghampiri Muhammad dan memegang tangannya sambil berkata, “Anak ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam!”

Abu Thalib bertanya, “Dari mana engkau tahu hal itu?” Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada bebatuan dan pepohonan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang Nabi. Aku bisa mengetahui dari stempel nubuwah yang ada di bagian bawah tulang bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapati tanda itu dalam kitab kami.”

Referensi: Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury, hal. 45 – 51.