Jusuf Kalla terlahir sebagai pemimpin. Tidak salah penulis berkata seperti itu. Di usia JK yang pada 15 Mei 2022 mendatang genap 80 tahun, JK telah menjadi pemimpin di semua model organisasi: kepelajaran, kemahasiswaan, bisnis, asosiasi, pemerintahan, politik dan sosial.
Untuk organisasi kepelajaran, JK menjadi Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Sulawesi Selatan pada 1950-an. Jabatan itu diperoleh JK saat menjadi siswa di Sekolah Islam Datumuseng Makassar. Di organisasi PII inilah jiwa kepemimpinan JK mulai terasah.
Untuk organisasi kemahasiswaan, JK menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Makassar periode 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) Universitas Hasanuddin Makassar periode 1965-1966 dan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Sulawesi Selatan periode 1966-1967.
Dalam sebuah kesempatan, JK pernah menceritakan masa-masa aktifnya sebagai aktifis mahasiswa. “Mahasiswa itu tidak selalu harus marah. Kami juga dulu sering berdemonstrasi, tapi tidak pernah bakar ban.”
Untuk organisasi bisnis, JK menjadi Direktur Utama NV Hadji Kalla dari 1968 sampai 1999.
Bagi JK, organisasi bisnis itu tidak hanya berorientasi pada profit, tapi juga pertumbuhan (growth). “Profit bukanlah yang utama dikejar. Ada nilai yang sebenarnya lebih arif untuk dikejar, yakni growth.” kata JK.
Untuk organisasi asosiasi, JK menjadi Ketua Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin Makassar (Ika Unhas) dari 1992 sampai awal Maret 2022 kemarin. Setelah 30 tahun, posisi beliau akhirnya digantikan oleh Pak Amran Sulaeman.
Untuk organisasi pemerintahan, JK menjadi pemimpin di Departemen Perindustrian dan Perdagangan dari 1999 sampai 2000 dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dari 2001 sampai 2004.
Bagi JK, organisasi pemerintahan itu harus berorientasi pada proses. “Pemerintah harus memberikan pelayanan yang terbaik. Pandangan sinis bahwa kalau bisa dipersusah kenapa dipergampang harus dihindari,” kata JK.
Untuk organisasi politik, JK menjadi Ketua Umum Partai Golongan Karya. JK terbilang cukup setia dengan Partai Golkar meskipun banyak pandangan sinis terhadap partai binaan Soeharto itu.
Di Golkar, JK memulai dengan menjadi kader muda di tahun 1980-an sampai menjadi Ketua Umum periode 2004 sampai 2009.
Untuk organisasi sosial, JK menjadi Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) dari 2009 sampai sekarang.
Banyak orang yang mengatakan bahwa JK tidak cocok memimpin di PMI karena bukan bidangnya, tapi JK mampu membuktikan bahwa dirinya bisa. JK telah membuat banyak terobosan baru di organisasi itu, terutama partisipasi PMI dalam penanganan bencana dan menjadikan donor darah sebagai gaya hidup.
Itulah JK yang telah menjadi pemimpin di semua model organisasi. Sayang, JK gagal menyempurnakannya dengan menjadi pemimpin negara. “Sekiranya jadi Presiden, lengkap betul hidup ini,” kata JK.
Terkait kepemimpinan, JK berujar di hadapan Direktur pelbagai perusahaan dalam sebuah acara yang diadakan majalah Warta Ekonomi: “Segala sesuatunya itu sebenarnya ditentukan oleh kepepimpinan, bukan organisasi. Organisasi itu penting, tapi organisasi baru bisa berjalan dengan kepemimpinan yang baik.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar