Minggu, 31 Desember 2023

Death in GAZA

James Miller adalah kameramen film dokumenter terbaik di eranya. Sering membuat film di area berbahaya.

Pada 2003, bersama Saira Shah, James memutuskan masuk ke Palestina. Dia ingin membuat film tentang keadaan anak-anak di sana. Film tentang kehidupan anak-anak di tengah konflik Palestina-Israel.

Setelah itu, James juga berencana meliput keadaan anak-anak di Israel.

Pada 2 Mei 2003, James dan tim mendatangi rumah Najla (16 thn.), salah satu narasumbernya, di Rafah. Kabarnya, buldozer dan tank Israel mendekati daerah itu.

Lama berbincang dengan Najla dan keluarganya, James dan tim dikagetkan dengan suara tank Israel yang mendekat.

James bersama dua rekannya keluar rumah. Dengan menggunakan helm dan rompi jurnalis serta mengibarkan bendera putih, James mendekati tank Israel.

Tidak lama, suara tembakan dari tentara Israel menderu. Tiga kali tembakan. Salah satunya menghujam leher James. Pria Inggris kelahiran 1968 itu tersungkur dan wafat seketika.

Hasil video Jamea dan tim dirilis oleh HBO pada 2010. Diberi judul Death in Gaza. Di dalamnya juga terekam momen ketika James tertembak.

Sabtu, 23 Desember 2023

Rachel Corrie, Martir Palestina

Tidak banyak orang mapan yang bersedia mati untuk orang lain. Apalagi di usia muda. Salah satunya Rachel Corrie. Perempuan 23 tahun dari Olympia, Amerika Serikat.

Pada 16 Maret 2003, dia berdiri tegap di hadapan buldozer milik tentara Israel (IDF) yang hendak menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di kota Rafah.

Rachel berdiri menggunakan jaket terang jingga. Perempuan yang tergabung dalam International Solidarity Movement itu berteriak lantang sambil memegang megaphone di kedua tangannya.

IDF tidak peduli. Buldozer terus bergerak maju. Tubuh Racher akhirnya terlindas. Tengkorak tubuhnya retak. Dia wafat seketika.

Setelah Rachel wafat, banyak warga AS menyalahkannya. Dia dianggap melindungi teroris. Opini yang didukung penuh The New York Times dan CNN.

Tapi bagi warga Palestina, Rachel adalah martir!

The Guardian merilis surat-surat Rachel kepada ibunya tentang perasaanya selama berada di Palestina. Berikut beberapa potongan pentingnya:

”Datang ke sini adalah salah satu hal yang lebih baik yang pernah kulakukan. Maka jika aku terdengar seperti gila, atau bila militer Israel meninggalkan kecenderungan rasialisnya untuk tak melukai orang kulit putih, tolong, cantumkanlah alasan itu tepat pada kenyataan bahwa aku berada di tengah pembantaian yang juga aku dukung secara tak langsung, dan yang pemerintahku sangat ikut bertanggung jawab.”

”Kusaksikan pembantaian yang tak kunjung putus dan pelan-pelan menghancurkan ini, dan aku benar-benar takut…. Kini kupertanyakan keyakinanku sendiri yang mendasar kepada kebaikan kodrat manusia. Ini harus berhenti.”

”Ngeri dan tak percaya, itulah yang kurasakan. Kecewa.”

Selasa, 19 Desember 2023

Vanunu dan Nuklir Israel

Mordechai Vanunu. Pria Yahudi kelahiran Maroko, 14 Oktober 1954. Memiliki 11 saudara, laki-laki dan perempuan, dari ayah seorang rabbi Yahudi. Pada 1963, dia bersama seluruh keluarganya pindah ke Israel. 

Saat berumur 17 tahun, Vanunu bergabung dengan Israel Defense Force (IDF). Di IDF, dia banyak belajar ilmu militer dan pengetahuan alam. Tiga tahun mengabdi di IDF, dia mengundurkan diri secara terhormat. Dia kemudian memilih untuk berkuliah di Universitas Ben Guiron, Negev, jurusan filsafat. 

Saat berumur 22 tahun, Vanunu direkrut menjadi teknisi di Dimona Nuclear Plant (DNP). DNP adalah kawasan rahasia tempat Israel menjalankan program senjata nuklirnya. Sebuah kawasan mewah, besar, dan luas, dengan gedung berlantai lima, di bawah galian gurun pasir Negev. 

Vanunu bertugas mengontrol panel-panel produksi bahan dan senjata nuklir sekira 200 jenis: atom, hidrogen, nitrogen, fosfor, dan lainnya. Sembilan tahun bekerja di DNP, Vanunu mengundurkan diri. Rasa kemanusiaan dan ketidaksetujuannya atas program senjata nuklir Israel mejadi penyebabnya. Dia menganggap senjata nuklir dapat mengancam perdamaian dan kehidupan dunia. 

Sekeluar dari DNP, dia melanglang buana ke benua Asia dan Australia untuk memperdalam ilmu filsafat. Di Australia, Vanunu pindah keyakinan menjadi kristen dengan nama baptis John Crossman. Dia juga bertemu dan berteman dengan wartawan Inggris, Peter Hounam. 

Pada September 1986, rasa kemanusiaan dan ketidaksetujuan Vanunu memuncak. Dia pergi ke London bersama Hounam menuju kantor Sunday Times, tempat Hounam bekerja. Dia kemudian menceritakan semua informasi tentang program senjata nuklir Israel dan memberikan foto-foto DNP. 

Pada 28 September 1986, Sunday Times menerbitkan berita mengenai program senjata nuklir Israel dengan foto Vanunu sebagai pusat informasi. Pemeritah dan warga Israel gempar. Rahasia negara mereka terungkap ke masyarakat dunia. Solusi cepat pun segera diambil: mengamankan Vanunu sebagai pusat pengungkap rahasia.

Aksinya, pada 30 September 1986, Vanunu dijebak untuk datang ke Roma oleh Cheryl Bentov, agen wanita Mossad -intelijen rahasia Israel-. Di Roma, agen Mossad lainnya telah menunggu Vanunu. Dia dibius, ditangkap, dan kemudian dibawa ke Tel Aviv, Israel, secara sembunyi-sembunyi melalui kapal barang. 

Pada 5 Oktober 1986, Sunday Times menerbitkan foto-foto DNP secara detil, dari lokasi dan bentuk bangunan sampai ruang panel-panel produksi. Pemerintah Israel 'tak bisa mengelak dan akhirnya mengakui telah memiliki program senjata nuklir. Alasan untuk melindungi diri pun diopinikan sebagai pembenaran.

Pada 9 November 1986, pemerintah Israel mengumumkan telah menangkap Vanunu dan menjatuhinya hukuman 18 tahun penjara: 11 tahun di sel isolasi; 7 tahun di sel biasa. Selama di sel isolasi, Vanunu hanya dapat ditemui orang-orang tertentu; itu pun dari balik kaca. Guinnes Book of Record mencatat nama Vanunu sebagai orang terlama dalam sel isolasi. 

Pada 21 April 2004, Vanunu bebas. Namun, pemerintah dan sebagian besar warga Israel masih menganggapnya berbahaya karena kemungkinan masih banyaknya rahasia yang akan diungkapkannya. Vanunu pun diberi batasan: tidak boleh keluar Israel, tidak boleh bertemu orang asing, tidak boleh berhubungan dengan negara lain, dan lainnya. 

Vanunu belum bebas murni. Beberapa kali Vanunu dihukum karena melanggar batasan yang ditetapkan pemerintah Israel. Pada November 2004, dia ditangkap karena diduga menyebar informasi melalui gereja. Pada November 2005, dia ditangkap setelah mencoba melarikan diri menggunakan bus melalui tepi barat Palestina. Terakhir, Mei 2010, dia ditangkap karena berhubungan dengan pemerintah Norwegia. Dia kemudian dilepaskan pada 8 Agustus 2010.

Kini, Vanunu masih menetap di Tel Aviv, Israel. Dia menantikan saat-saat bebas murni, tanpa batasan dan tekanan. Pemerintah dan warga Israel membenci dan mengucilkannya. Dukungan baginya hanya datang dari aktifis kemanusiaan dan anti-nuklir.

Sabtu, 16 Desember 2023

PSM dan Bosowa


Saya ingat, pertama kali Bosowa menangani PSM itu pada 2002. Erwin Aksa mengambil alih manajemen dari Reza Ali. Sejak saat itu, logo Semen Bosowa terpampang besar di jersey PSM. 

Erwin juga memfasilitasi peran supporter melalui koran Tribun Timur miliknya. Koran itu menjadi saksi arsip lahirnya MaczMan yang digawangi Ocha Alim Bahri. Beberapa kelompok supporter lainnya juga turut eksis.

Erwin menangani PSM dari 2002 sampai 2006. Selama eranya, Erwin cukup serius membentuk squad. Beberapa striker asing didatangkan silih berganti: Oscar Aravena, Christian Gonzales, Marcelo Ramos, Aldo Bareto, dan Osvaldo Moreno. Dilapis striker lokal: Andi Oddang dan Ahmad Amiruddin.

Di barisan lini tengah, PSM dihuni pemain-pemain muda dan sangar: Syamsul Chaeruddin, Ponaryo Astaman, Irsyad Aras, Ritham Madubun, dan sang playmaker Ronald Fagundez.

Di barisan lini belakang banyak pula bek-bek terkenal: Charis Yulianto, Jack Comboy, Abanda Herman, dan Ardan Aras.

Meskipun tidak mampu juara dan hanya dua kali finish sebagai runner up, PSM bermain sangat atraktif di bawah asuhan coach asing Miroslav Janu kemudian Fritz Korbach.

Pada 2006, Erwin mengembalikan pengelolaan PSM kepada pemiliknya Pemkot Makassar. Selanjutnya, Walikota Ilham Arief Sirajuddin memegang kemudi PSM.

*****

Pada 2013, Bosowa dan Erwin Aksa kembali mengelola PSM. Kali ini tantangannya sudah lain: klub harus dikelola penuh secara mandiri; tidak boleh lagi pakai dana APBD. Pemilikan klub juga bukan lagi milik Pemkot, tapi dilepas kepada umum. Dan Bosowa memiliki PSM dengan penguasaan saham mayoritas.

Ragam tantangan dihadapi Bosowa di era keduanya mengelola PSM: PSM sempat tersesat di LPI, PSSI disanksi FIFA yang berakibat liga terhenti, stadion Mattoangin yang tidak bisa dipakai karena beberapa fasilitas perlu dibenahi, sengketa stadion, stadion dirobohkan, PSM nyaris terdegradasi, dll.

Semua bisa dihadapi dengan baik. Hasilnya: juara Piala Indonesia 2018 dan juara Liga Indonesia 2023. Tidak ada satu pun yang kurang. PSM juga tak berhenti menelurkan pemain-pemain berkelas, asing maupun lokal: Wiljan Pluim, Mark Klok, Ramadhan Sananta, Asnawi Mangkualam, M. Rahmat, Ananda Raehan, Dzaky Asraf, dll.

*****

Sekarang, di musim 2023 - 2024, PSM mengalami kemunduran secara finansial seiring menurunnya bisnis Bosowa sebagai penangkis utama. Bosowa harus menjual beberapa asetnya guna bertahan menghidupi bisnis, alih-alih menghidupi PSM.

Saya sebenarnya sudah memprediksi Bosowa akan mundur pas covid kemarin. Tapi mereka tetap bertahan dan bahkan membawa PSM juara. Tapi, dengan kondisi sekarang, rasa-rasanya Bosowa tidak akan bertahan lama mengelola PSM.

Terus, apa solusi ke depan? Pertama, Bosowa bisa saja bertahan. Tapi tentu mereka hanya bisa memakai pemain yang sesuai budget. Dampaknya, tentu saja penurunan prestasi, bahkan degradasi seperti yang terjadi pada Persipura dan Sriwijaya.

Kedua, cari penangkis baru yang selevel Bosowa. Siapa? Ini pertanyaan besar. Mencari pengusaha yang gila bola dan cuma mau hambur-hambur uang itu susah.

Ketiga, menjual PSM ke pengusaha luar. Ini berat. Karena PSM kemungkinan pindah markas; bahkan berganti nama sebagaimana Persisam Samarinda yang dibeli Pieter Tanuri kemudian diubah namanya menjadi Bali United.

Kita lihat saja bagaimana nasib PSM ke depannya. Semoga baik-baik saja. Ewako.

Foto: Tribun Timur

Jumat, 10 November 2023

Pahlawan Keuangan Nasional

Hari ini hari pahlawan nasional. Karena saya orang akuntansi, saya ingin bercerita tentang orang-orang akuntansi yang -secara tidak langsung- menjadi pahlawan nasional. Orang-orang akuntansi yang saya tidak tahu nama mereka, bagaimana rupanya, dan bahkan jumlah orangnya berapa? 😁


Ceritanya begini: dulu, Presiden Soeharto dijuluki Bapak Pembangunan. Beliau banyak membangun infrastruktur di mana-mana: jalan, jembatan, bangunan, dll. Yang menjadi masalah, 30 tahun lebih beliau menjabat, hasil pembangunan itu (kita sebut aset tetap) tidak tercatat sama sekali. Akibatnya, aset tetap itu rawan disalahgunakan, bahkan bisa sekali diprivatisasi.

Kesadaran datang di tahun 2000-an awal. Pascareformasi. Terkhusus dengan terbitnya undang-undang tentang keuangan, perbendaharaan, dll. Kesadaran itu sederhana saja: aset tetap harus diinventarisasi, dicatat, dibukukan, dan dilaporkan.

Maka mulailah para akuntan bergerilya. Berkolaborasi dengan orang-orang dari disiplin ilmu lain: teknik, hukum, dll. Mereka berusaha mencatat seluruh aset tetap yang ada di seluruh Indonesia. Hasilnya: aset tetap tercatat pada neraca pemerintah 2004. Jumlahnya: Rp 229 trilliun.

Karena pertambahan fisik dan revaluasi beberapa aset, lonjakan nilai aset tetap terjadi pada 2009: Rp 979 trilliun. Dan di laporan terakhir 2021, nilai aset tetap meningkat tajam: Rp 5.947 trilliun. Luar biasa.

Saya yakin masih banyak yang belum terhitung. Yang paling rentan: rumah dinas, tanah kosong tanpa bangunan, dan bangunan-bangunan yang dikelola swasta.

Menkeu Sri Mulyani pernah menjelaskan: Istana Negara saja yang dihuni Pak Jokowi itu belum ada title pemerintah sama sekali. Kalau cucunya Dandles mau menuntut di belakang hari, bisa sekali.

Di hari pahlawan nasional ini, saya ingin mengucapkan salut kepada kalian yang sudah susah payah mau menghitung aset tetap negara dari 2004 sampai sekarang. Hasil kerja kalian diharapkan mampu membuat pemimpin-pemimpin kita bisa mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan aset.

Setelah tercatat dan terlapor, jangan lupa pula pada prinsip: aset itu harus bekerja. Tidak boleh idle, didiamkan, nganggur. Karena salah satu kunci dari negara maju: aset mereka bekerja, bukan cuma orangnya. Bagaimana caranya? Nanti kita tanya orang MLM. 😁

Jumat, 27 Oktober 2023

JOKOWIsme (2)

Circa 2010, Walikota Solo Jokowi berjalan santai di lobby Wisma Bakrie. Dengan menggunakan jaket hitam casual, Jokowi hendak ke lantai 20 gedung perkantoran milik keluarga Bakrie itu. 

Di lantai 20 itu, Jokowi menemui para petinggi Toba Group. Jokowi disambut langsung oleh founder Toba Group: Luhut Panjaitan. Turut hadir pula jajaran petinggi lain Toba Group yang semuanya purnawirawan jenderal TNI: Fachrul Rozy, Subagyo HS, Suady Marasabessy, Agus Widjojo, dan Joni Lumintang. 

Pertemuan itu membahas bisnis. Jokowi punya usaha mebel; Toba Group punya bahan bakunya. Tidak hanya bisnis, mereka juga membahas politik. Ditemani paganan kopi dan cemilan.

Benar saja, para mantan Jenderal itulah yang kemudian menjadi pendukung utama Jokowi For Presiden pada 2014. Dan mereka berhasil.

Pertalian erat antara Jokowi dan para Jenderal itu terekam jelas. Selama masa kepresidenan Jokowi, bisnis-bisnis Toba Group mulus berjalan tanpa hambatan. Yang paling jelas tentu saja IMIP, kawasan industri di Morowali.

Peran Luhut dalam organisasi kepresidenan Jokowi juga sangat luar biasa. Mengurusi banyak hal dan menjabati banyak posisi. All item, multi talent. Ya kabusu', ya maneng.

Bagaimana Jokowi deal dan berhasil menjadikan para jenderal berdiri tegak di belakangnya, itu yang luar biasa. Kita sejut saja itu sebagai Jokowisme.

JOKOWIsme (1)

Ketika Pemerintahannya berjalan 10 tahun, Pak Harto -dengan kekuasaannya- bisa saja mengangkat Noto Suwito, adiknya, yang lurah di Kemusuk menjadi Gubernur Jawa Tengah. Siapa yang berani melarangnya? 

Tapi Pak Harto tidak mau. Dia Jawa tulen. Paham roso. Ngerti Tepo Seliro. Sangat menghargai hirarki. Dia mau adiknya berusaha dari bawah. Masih banyak orangtua yang hebat di atasnya.

Begitu pun terhadap anak-anaknya. Yang minat politik, silahkan belajar di Partai dulu. Lalu jadi legislator. Kalau siap, baru jadi eksekutor. 

Dalam perjalanan 32 tahun kekuasaannya, hanya Mbak Tutut yang diangkat Pak Harto jadi Menteri Sosial. Itu pun hanya bertahan dua bulan. Tidak lama setelah itu, Soeharto jatuh.

Ke-Jawa-an itu dipegang teguh juga oleh Pak Beye. Dua periode kepemimpinannya, dia tidak berani mengangkat anak-anaknya menjadi eksekutor. Dia suruh belajar di Partai dulu, lalu kemudian menjadi legislator. Agus dan Ibas paham betul itu. 

Dalam perjalanannya, dua-duanya menjadi pejabat di Partai Demokrat. Lalu Agus mencalonkan diri jadi Gubernur DKI tapi gagal; Ibas berhasil menjadi Legislator.

Hal sebaliknya terjadi sama Pak Jokowi. Tidak tanggung-tanggung, anaknya Gibran dan menantunya Bobby langsung disuruh menjadi eksekutor tertinggi di dua Kota: Solo dan Medan. Melangkahi banyak tokoh masyarakat. Melangkahi banyak tokoh partai. Padahal baru kemarin sore menjadi anggota partai.

Yang teranyar, tentu saja duo anak laki-lakinya. Si bungsu Kaesang berhasil menjadi Ketua Partai di saat baru dua hari bergabung dengan partai itu. Bahkan mungkin dengan Grace Natalie dan Isyana Bagus Oka pun belum terlalu akrab. 

Si Sulung Gibran lebih ajaib lagi: berhasil menjadi cawapres dengan modal pengalaman dua tahun menjadi Walikota Solo dan modal aturan baru dari pamannya yang Hakim MK. Anehnya, jadi cawapres Prabowo lagi, tokoh yang selalu dianggap warisan daripada orde baru.

Ya, mungkin jaman sudah berubah. Yang muda turut bergerak. Mungkin pula Pak Jokowi adalah seorang Jawa Progresif, bukan Jawa Konservatif kayak Pak Harto dan Pak Beye. Kita sebut saja itu sebagai Jokowisme.