Minggu, 28 Februari 2021

Demokrasi dan Korupsi

Lord Acton bilang: idealnya, demokrasi dan korupsi itu bertolak belakang. Demokrasi itu untuk rakyat; korupsi itu untuk syahwat. Tapi yang terjadi di Indonesia sebaliknya: demokrasi dan korupsi itu linier. 

Apa sebab? Demokrasi itu biayanya mahal. Politisi dan partainya butuh dibiayai. Demi kekuasaan. Yang biayai tentu saja para cukong. Imbalannya: proyek, perizinan lancar, dll.

Najwa Shihab bilang: melalui prosedur-prosedur demokrasi, seperti partai, pemiliu, dan parlemen, seseorang berkesempatan mengakses anggaran demi kepentingan sendiri dan demi memenangi proses demokrasi itu.

Kasarnya: politisi menjalankan demokrasi, para cukong membiayai demokrasi. Demokrasi dan korupsi akhirnya saling membutuhkan dan saling menopang.

Dulu, kita bisa lihat dengan jelas hubungan spesial antara Presiden Soeharto dengan Pengusaha Sudono Salim. Satu ingin berkuasa; satunya ingin uang. Tiga dekade lamanya mereka bersahabat.

Dan hubungan antara Gubernur Nurdin dan Pengusaha Agung Sucipto adalah contoh yang baru. Demi proyek, Pengusaha Agung harus membiayai aktifitas demokrasi Gubernur Nurdin.

Atau begini saja, bagaimana kalau biaya-biaya seperti itu kita sebut saja sebagai biaya demokrasi, bukan biaya suap. Deal! Demi mewujudkan Indonesia yang berdemokrasi.

Kamis, 18 Februari 2021

Wanci

 Viral berita perihal warga kampung yang ramai-ramai beli mobil, Saya jadi ingat Pulau Wanci (Wangiwangi) di Sulawesi Tenggara sana. 

Wa pada singkatan Wakatobi itu luasnya cuma seperempat Pulau Selayar. Tapi warga Wanci banyak juga yang beli mobil.

Dulu, warga Wanci biasanya beli mobil di Baubau. Mobil lalu dikasih menyeberang pakai kapal kayu. Entahlah sekarang, apakah masih begitu.

Mobil itu kemudian dipakailah sama warga Wanci untuk menyusuri jalan poros keramaian yang cuma sepanjang circa 10 km. Pulang-balek. Ke sana ke mari. 

Bahkan jalan poros yang mengelilingi Pulau Wanci full itu hanya sepanjang circa 40 km. Panjang yang bagi orang Kenya cuma dipakai buat lari-lari.

Yah, begitulah benda di kehidupan. Ada yang fungsional; ada yang emosional. Akar keinginan yang kemudian melahirkan materialisme. Aaapakahhh?

Senin, 08 Februari 2021

Vertigo

Saya pernah vertigo. Pada posisi tertentu, kepala saya pusing. Lingkungan sekitar terbalik dan berputar. Setelahnya, perut saya mual berujung muntah. Semua isi perut keluar. Tubuh keringat dingin dan lemas. Itu berlangsung seharian.

Kata teman yang dokter: itu vertigo karena posisi. Penyebabnya: kurangnya aliran darah dari jantung ke otak. Jadi tidak salah kalau ada yang bilang itu salah satu gejala penyakit jantung.

Bagi yang sudah vertigo dan punya cukup uang, periksa jantung Anda. Pasang memang cincin, kalau perlu. Bagi yang tidak, maksimalkan saja istirahat, terutama tidur. Biar jantung dan otak bisa istirahat banyak. 

Dan tentu saja banyak berdoa demi mempertebal keimanan. Sebagaimana lirik lagu Nike Ardilla: ...hanya iman di dada yang membuatku mampu selalu tabah menjalani...

https://news.detik.com/berita/d-5363698/rektor-paramadina-prof-firmanzah-diduga-meninggal-karena-vertigo?utm_content=detikcom&utm_term=echobox&utm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=oa&utm_source=Facebook#Echobox=1612586141

Rabu, 20 Januari 2021

Deforestasi Hutan Kalimantan

 Ada frasa yang sering disampaikan Rahman Arge: kalau ada asap mengepul di hutan Kalimantan, itu pasti orang Bugis.

Itu benar. Sejarah La Maddukelleng salah satu manuskripnya. Mungkin bisa dianggap sebagai sejarah awal deforestasi.

Terdesak karena kalah perang, lelaki Wajo itu merantau ke Kalimantan bersama orang-orangnya. Modalnya tiga ujung: ujung lidah, ujung kemaluan, dan ujung badik.

Dengan modal itu, La Maddukelleng berperang, menang, dapat istri, dan bahkan dapat tanah.

Tanah itu dikembangkannya. Lewat perkebunan dan peternakan. Lama-lama, tanah itu tumbuh menjadi komunitas. Lalu menjadi perkampungan. 

Dan sekarang, tanah itu sudah menjadi sebuah kota bernama Samarinda.

*****

Pada era order baru, aktifitas perkebunan dan peternakan di hutan Kalimantan semakin menjadi-jadi. Deforestasi semakin tidak dapat dihindari.

Program transmigrasi yang digalakkan Pemerintah membuat orang-orang Jawa ramai pindah ke Kalimantan. Mereka berkebun dan beternak. 

Salah satu keluarga yang ikut program transmigrasi adalah suami-istri Mohammad Iskan dan Lisnah. Mereka membawa serta anak-anaknya. Satu yang kita kenal adalah Dahlan Iskan.

*****

Puncak deforestasi Kalimantan tentu saja saat mulai maraknya kegiatan pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. Pengusaha lokal dan nasional turut serta. Besar maupun kecil. Diberi izin legal dari Pemerintah.

Dan kalau Kalimantan hari ini banjir, tidak perlu ditanya siapa yang salah. Jawabannya universal saja: manusia! Sebagaimana sebuah petuah: binatang yang paling hebat dalam memangsa adalah manusia.

Senin, 18 Januari 2021

Di Balik Musibah

Jatuhnya Pesawat

28 September 2018 silam, banyak yang bersyukur. Batik Air yang mereka tumpangi menghidarkan mereka dari gempa. Selisihnya hanya dalam hitungan detik.
 
Capt. Fella merekam betul kejadian itu di memorinya. Saat akan lepas landas dari Bandara Mutiara Palu, dia merasakan tanah bergoyang. Pesawat bergerak ke kanan dan ke kiri. 
 
Saat sudah mengangkasa, dia mengirim pesan kepada petugas di Menara Air Traffic Controller. Tidak ada jawaban. Menara ATC sudah roboh karena gempa. Sebagian kota Palu luluh lantak. Ribuan orang meninggal dunia.
 
*****
 
Kejadian sebaliknya terjadi 9 Januari 2021 kemarin. Sriwijaya Air yang dikemudikan Capt. Afwan justru membawa 59 awak dan penumpangnya meninggalkan dunia. Mereka yang tak jadi terbang, langsung sujud syukur.
 
Empat menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta, Menara ATC kehilangan komunikasi dengan Capt. Afwan. Sriwijaya Air jatuh di laut lepas dekat Pulau Seribu.
 
*****
 
Begitulah kematian. Sangat misterius. Bisa menerpa kita di darat, di laut, di udara, bahkan saat sedang tertidur. Ada juga yang saat sedang duduk-duduk ngopi. 
 
Apapun itu, kita semua akan meninggalkan dunia dengan cara dan keadaan masing-masing. Cepat atau lambat. Tanpa bisa menghindar.
 
Allah sudah mengingatkan dalam Al Qur'an: "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.…” (An Nisaa: 78)
 
Virus

Serupa pengetahuan tentang Tuhan, surga, dan neraka-Nya, pengetahuan tentang virus itu metafisik. Bukan fisik. Artinya apa: kita tidak bisa menjangkaunya dengan pancaindera.
 
Karena metafisik, indikator yang kita pakai adalah yakin-tidak yakin; percaya-tidak percaya, bukan benar-salah; ngefek-tidak ngefek. 
 
Vaksin, misalnya, katanya bisa menjaga kita dari virus itu. Yakin saja. Percaya saja. Apakah benar? Apakah ngefek? Itu belakangan.
 
Sama kayak sholat. Itu adalah jembatan kita mengabdi kepada Tuhan. Yang kemudian diganjar Tuhan dengan surga-Nya. Yakin saja. Percaya saja. Apakah Tuhan benar ada? Apakah surga dan neraka berwujud? Itu belakangan.
 
Nah, yang menjadi tantangan sekarang: apakah penerapan pengetahuan bersifat mandatory atau voluntary? Memaksa atau sukarela?
 
Agama sendiri yang membahas Tuhan, surga, dan neraka-Nya, meskipun doktrinnya keras dan tegas, tapi tidak pernah memaksa. Itu tertulis dalam Al Qur'an surah Al Baqarah ayat 256.
 
Bagaimana dengan virus Itu? Apakah vaksinasi harus dipaksa atau sukarela saja? Entahlah. Yang jelas, konsep darurat belum bisa dipakai. Darurat itu dipakai kalau pilihannya memang cuma hidup atau mati.
 
Sukarelawan 
 
Terkesan mudah bagi kita menuntut kerja cepat mereka. Tapi di lapangan sesungguhnya tidak semudah itu. Butuh keikhlasan, kekuatan, kesabaran, dan ketabahan.
 
Ketika ada korban yang berhasil diselamatkan, itu adalah momen yang tidak terlukiskan. Ketika ada yang ditemukan 'tak bernyawa, lebih tidak terlukiskan lagi.
 
Saya jadi teringat kisah operator excavator di lokasi bencana gempa-tsunami Palu. Saat melakukan evakuasi di Petobo, di kuku bucket-nya menggelantung tiga-empat mayat sekaligus. Terangkat ke atas.
 
Apa yang terjadi setelahnya? Operator itu mematikan mesin, turun dari exca, lalu pergi tanpa pernah kembali lagi.
 
Apresiasi kepada seluruh kru TNI, Kepolisian, Yayasan-Yayasan, Badan Amal, dan warga yang bersedia menjadi sukarelawan bencana. Berkah dan pahala dari Allah untuk kalian!

Gempa
 
Rasulullah ﷺ bersabda: “Mati syahid ada tujuh macam selain berperang di jalan Allah Azza wa Jalla; Orang yang meninggal karena penyakit tha’un (wabah pes) adalah syahid, orang yang meninggal karena sakit perut adalah syahid, orang yang meninggal tenggelam adalah syahid, orang yang meninggal tertimpa benda keras adalah syahid, orang yang meninggal karena penyakit pleuritis adalah syahid, orang yang mati terbakar adalah syahid dan seorang wanita yang mati karena hamil adalah syahid.” (HR An-Nasa`i)
 
📸 Ucapan belasungkawa atas wafatnya dr. Hj. Adriani Kadir, M. Kes. (YIMN FKUH)
📸 Reuntuhan rumah dr. Adriani (dok. Yayasan Amal Redena)
📸 Rumah dr. Adriani sebelum gempa
 



Rabu, 13 Januari 2021

Bijak dalam Bermedsos

Beberapa tahun lalu, kita bersedih. Sebabnya, sebuah berita: seorang lelaki dibakar hidup-hidup karena dituduh maling. 

Padahal belum jelas, apakah betul lelaki itu malingnya. Tapi orang-orang terlanjur mencap dan kemudian terjadilah tindakan bar-bar yang membuat kita bersedih itu. 

Di media sosial, Saya beberapa kali membaca sebuah artikel opini. Penulisnya secara meyakinkan menuduh orang tertentu sebagai maling. 

Setelah Saya baca artikelnya sampai habis, tidak jelas juga apa yang dicuri. Terus, tidak ada alasan atau bukti kuat juga yang mengarahkan bahwa orang tertentu itu malingnya. 

Yang menarik, artikel itu banyak yang like. Bahkan love. Terus ada juga yang mencap dan menghardik orang yang dituduh maling di kolom komentar. 

Sederhananya: terjadi pembunuhan karakter secara berjamaah. 

Mungkin orang bisa bilang: bedalah antara membakar hidup-hidup dengan membunuh karakter. Tapi orang harus ingat, sebabnya sama: menuduh orang.

Mengenal Danny-Fatma, Pemimpin Makassar



Mohammad Ramdhan Pomanto itu Makassar sekali, meskipun bapaknya asli Gorontalo. Bayangkan, lelaki yang akrab disapa Danny itu lahir di Makassar. Besar di Makassar. Sekolah di Makassar. Kerja di Makassar. Menikah dan punya anak di Makassar.

Saking Makassarnya, tiga kali Danny ikut Pilkada di Gorontalo, mulai pemilihan Bupati sampai Walikota, dia tidak pernah menang. Semuanya gagal. Giliran ikut Pilwalkot Makassar pada 2014, dia justru menang.
 
Dan sekarang, Danny kembali berhasil memimpin Makassar. Jejak kerja nyatanya masih terlihat sampai sekarang: Tangkasaki, Lorong Garden, Mobil Dottoro', dll.
 
Danny lahir 30 Januari 1964. Di Rumah Sakit Sentosa Makassar pada bulan Ramadhan. Dia keluar dari rahim seorang ibu bernama Aisyah Abdul Razak, guru di SMPN 5 Makassar.
 
Ayahnya Buluku Pomanto adalah PNS di Dinas Pertanian. Menariknya, saat jadi Kepala Dinas Pertanian Maros, Buluku pernah ditahan karena dianggap pembangkang. Karena dianggap makar. Dia pun sempat dipenjara.
 
Pun kehidupan orang tuanya penuh dinamika, Danny tak pernah kekurangan sesuatu pun. Hidupnya normal-normal saja seperti anak Makassar lain. Bersekolah di SDN Lanto Dg. Pasewang, lalu SMPN 5, kemudian SMAN 1. 
 
Setamat SMA pada 1982, Danny masuk ke Fakultas Teknik Unhas Jurusan Arsitektur. Prestasi cemerlang di arsitektur membuat Unhas mengangkatnya sebagai Dosen. 
 
Selain menjadi akademisi arsitektur, Danny juga menjadi praktisi. Dari ruang kerjanya di Cafe Enak-enak jalan Lanto Dg. Pasewang, dia melahirkan beberapa desain bangunan ternama di Makassar: Anjungan Pantai Losari, Masjid Terapung, Popsa, dll.
 
Sibuk kerja, Danny yang juga aktif sebagai atlet softball itu cukup telat menikah. Dia baru menikah pada 1996 di usia 32 tahun. Dia menikahi perempuan 24 tahun bernama Indira Jusuf Ismail. Keduanya kemudian dikaruniai 3 putri: Aura, Amirra, dan Arayya.
 
Pada 2010, Danny memutuskan terjun total di dunia politik. Untuk itu, dia rela mundur sebagai Dosen Unhas pada 2011 dan mengurangi -meskipun tidak meninggalkan- aktifitasnya sebagai professional arsitek.
 
Dan prestasi politik Danny sampailah pada titik sekarang ini. Kembali menjadi Pemimpin Makassar.
 
*****
 
Ketika suaminya Rusdi Masse terpilih menjadi Bupati Sidrap pada 2008, usia Fatmawati baru 28 tahun. Di usia semuda itu, ibu tiga anak itu sudah harus bergaul dan bertindak sesuai birokrasi.
 
Tentu itu bertentangan dengan basic keluarganya yang pengusaha. Keluarganya dikenal punya banyak usaha. Salah satunya adalah ekspedisi perkapalan dimana Fatma duduk sebagai Direksi. Fatma bahkan aktif di asosiasi perusahaan perkapalan dan ekspedisi.
 
Ikatan Fatma dengan politik dan birokrasi ternyata tidak setengah-setengah. Selepas mendampingi suami memimpin Sidrap, jebolan Universitas Jayabaya Bogor itu coba menjadi legislator di DPR RI periode 2014-2019. Dia berhasil. 
 
Sebuah loncatan yang hebat, bukan? Dari mengurusi ibu-ibu Dharma Wanita dan PKK, loncat mengurusi Undang-undang. Sayangnya, kecemerlangan Fatma di DPR RI tak berlanjut di periode 2019-2024. Menyusul kegagalannya juga pada Pilkada Sidrap 2018.
 
Dan Pilwalkot 2020 Makassar sekarang adalah percobaannya yang keempat. Dan dia berhasil.