Jumat, 22 Januari 2016

Ternyata Pak JK Pernah Punya Barbershop

Pak JK dan Abdul Latief, tukang cukur langganannya (foto: Beritasatu.com)
Kini di Makassar sedang ramai usaha barbershop. Konsepnya lebih nyaman dibandingkan tempat cukur Madura, meskipun masih di bawah salon-salon besar di Mall.

Tapi 'tak banyak yang tahu, pada 1970-an, Pak Jusuf Kalla pernah juga membuka usaha barbershop. "Ingin punya tempat cukur seperti yang ada di wilayah Bundaran HI, Jakarta" kata Pak JK. Mewah, bersih, dan ber-AC.

Maka dibukalah usaha barbershop itu. JK bekerjasama dengan beberapa tukang cukur asal Madura. Pak Alwi Hamu, sekarang bos besar Fajar (Jawa Pos) Group, dipercaya JK untuk mengawasinya.

Namun, dalam waktu singkat, usaha barbershop itu tutup. "Tutuplah usaha cukur itu. Bukan karena Alwi ndak bisa atur. Tapi karena waktu itu orang-orang punya kebiasaan gondrong," terang Pak JK.

Ya, pada 1970-an, rambut gondrong ala John Lennon atau Mick Jagger lagi tren di kalangan anak muda. "Yang biasa cukur sekali sebulan jadinya sekali enam bulan. Saya pun juga begitu, cuma ibu saja yang sering potong-potong sedikit" Pak JK menjelaskan sambil tersenyum.

Barbershop. Itulah sejarah bisnis Pak JK yang paling singkat.

Dahlan Iskan: Koran Cetak Dibunuh Wartawannya Sendiri

Dahlan Iskan (foto: Merdeka.com)
Hidup koran semakin sulit, mungkin mati lebih mudah. Dan koran Sinar Harapan memilih cara mudah: mati di akhir tahun 2015. Ada yang berpendapat, itu cuma sementara. Sinar Harapan akan kembali bersinar setelah ada harapan (investor) baru.

Saya 'tak percaya dengan investor baru. Saya percaya dengan kata teman dari Jawa Pos ini, "Sekarang susah koran kecil mau jadi besar. Yang ada, koran besar yang jadi kecil."

Koran Sinar Harapan sudah pernah besar. Kalau toh kemudian dia kecil dan mati, itu berarti dia tidak akan mungkin lagi tumbuh dan menjadi besar.

Dan saya juga meyakini, koran Kompas, Jawa Pos, Media Indonesia, Republika, dan lainnya, akan mati satu demi satu. Begitu pula dengan koran-koran lokal yang mereka kelola.

Hebatnya Produk Subtitusi
Awal 2000-an, bisnis warung internet (warnet) begitu luar biasa. Sejalan beriring dengan masuknya internet ke dalam masyarakat.

Tapi siapa sangka, bisnis itu 'tak bertahan lama. Adanya warung kopi berfasilitas wi-fi dan modem sebagai barang subtitusi membuat bisnis warnet mati total. 

Begitu pula koran cetak, sudah punya produk subtitusi bernama koran on-line dan media sosial via internet. Dengan kecepatan informasi yang lebih wwuusshh dan seketika, rasa-rasanya orang sudah tidak perlu lagi membaca koran.
 
Koran Cetak Dibunuh Wartawannya Sendiri
Dahlan Iskan, dalam bukunya Hidup Antusias, tidak menganggap internet sebagai musuh. Meskipun dia juga meyakini internet akan membuat koran cetak terpojokkan.

Menurut Dahlan, koran, radio, televisi, dan internet, akan memiliki kehidupannya masing-masing. Di jaman ditemukannya radio, koran tidak terbunuh. Di jaman ditemukannya televisi, radio tidak terbunuh. Di jaman ditemukannya internet, televisi pun tidak terbunuh.

Namun Dahlan memrediksi: dulu, ketika televisi muncul, setiap daerah dihuni dua koran yang bersaing. Kini, setelah internet ada, setiap daerah kemungkinan akan ada satu koran saja.

Bahkan dengan keras, Dahlan tidak mempermasalahkan internet, dia mempermasalahkan komitmen wartawan. Dahlan mengamati, justru wartawanlah yang membunuh koran cetak.

Banyak, kata Dahlan, wartawan yang lebih serius menulis di blog pribadinya dan akun media sosialnya dibandingkan menulis di korannya. Bahkan tulisan di blog dan akunnya itu lebih menarik dibandingkan korannya, padahal tulisan di koranlah yang memberikannya gaji.

Dengan miris, Dahlan pun berkata, "Hidup (koran) memang sulit. Tapi mati dengan cara dibunuh oleh orang (wartawan) sendiri sama sekali tidak ada nikmatnya."

Pak JK, Dilema Sebagai Pengusaha dan Politikus

JK menikahi Mufidah pada 1965 (koleksi baltyra.com)
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapanya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapanya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik.

Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia yang terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya.

Pengusaha dan Politik
'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha.

Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta.

Dua puluh tiga tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya.

Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan.

Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan.

Tiga, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan.

Bagaimana Cara Pak JK Berkontribusi?
Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa.

Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja menikmati peran Pak JK.

Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar.    

Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya.

Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan semaju sekarang?   

Pak JK Dikritisi
Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya.

Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth).

Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya.

Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa!

Dalam pidatonya di acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos besar Fajar (Jawa Pos) Group di gedung Graha Pena Makassar, JK menegaskan: "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami."

"Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur."

"Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur."
alam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur."

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapa-nya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapa-nya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik. Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya. Pengusaha dan Politik 'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha. Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta. 23 tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya. Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan. Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha sukses karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan. Tiga, ini kemungkinan terbesarnya, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan. Bagaimana Cara Pak JK Berbuat untuk Bangsa? Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja dan menikmati peran Pak JK. Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar. Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya. Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan seperti sekarang? Pak JK Dikritisi Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya. Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth). Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya. Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa! Dalam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur."

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapa-nya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapa-nya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik. Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya. Pengusaha dan Politik 'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha. Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta. 23 tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya. Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan. Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha sukses karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan. Tiga, ini kemungkinan terbesarnya, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan. Bagaimana Cara Pak JK Berbuat untuk Bangsa? Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja dan menikmati peran Pak JK. Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar. Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya. Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan seperti sekarang? Pak JK Dikritisi Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya. Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth). Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya. Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa! Dalam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310
Mengapa Pak JK berbisnis dan mendirikan perusahaan? Agar kaya dan mendapatkan banyak uang. Kalau Analisa Mengapa-nya cuma sampai di situ, penilaian yang muncul: Pak JK itu kapitalis! Tapi kalau Analisa Mengapa-nya diteruskan, pasti penilaiannya akan lebih baik. Mengapa Pak JK ingin kaya dan mendapatkan banyak uang? Agar bisa mempekerjakan banyak orang dan bersedekah. Mengapa Pak JK ingin mempekerjakan banyak orang dan bersedekah? Agar banyak masyarakat Indonesia terpenuhi kebutuhan ekonominya. Dan begitu seterusnya. Pengusaha dan Politik 'Tak bisa dipungkiri, pengusaha banyak memanfaatkan posisinya sebagai politikus untuk mengembangkan usahanya. Begitu pula sebaliknya, politikus banyak memanfaatkan posisinya untuk menjadi pengusaha. Pak JK adalah pengusaha sukses yang mulai berbisnis sejak 1965, mewarisi perusahaan milik ayahnya yang terserang krisis. Pak JK kemudian mengembangkannya dengan mendirikan ragam perusahaan besar di Makassar dan Jakarta. 23 tahun kemudian, setelah bisnisnya sukses, Pak JK mulai berkarir di bidang politik di bawah payung Golkar, tepatnya pada 1988 dengan menjadi anggota MPR. Modal Pak JK sebagai mantan aktifis mahasiswa turut mempermulus karir politiknya. Dari sejarah di atas, kita bisa memberikan penilaian yang baik: pertama, Pak JK tidak menjadi politikus untuk mengembangkan usahanya karena usahanya sudah berkembang duluan. Dua, Pak JK tidak menjadi politikus untuk kemudian menjadi pengusaha sukses karena beliau sudah menjadi pengusaha sukses duluan. Tiga, ini kemungkinan terbesarnya, Pak JK menjadi politikus karena ingin berkontribusi terhadap bangsa. Setelah sukses dengan keluarga dan bisnisnya, Pak JK merasa perlu berbuat untuk memajukan bangsa. Itulah naluri seorang anak bangsa, mantan aktifis, dan negarawan. Bagaimana Cara Pak JK Berbuat untuk Bangsa? Pertanyaan inilah yang menjadi pro-kontra saat ini. Banyak yang pro dan kontra dengan cara Pak JK berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Yang kontra mengatakan bahwa Pak JK memanfaatkan posisi politiknya untuk kepentingan bisnis dan perusahaannya. Dan -mungkin- teman-teman dekatnya, sesama politikus, sesama pengusaha. Yang pro, santai-santai saja dan menikmati peran Pak JK. Kita runut saja: ketika Pak JK menjadi Wapres 2004-2009, perusahaannya berhasil mendirikan pembangkit listrik di Poso dan Toraja. Perusahaan Pak JK juga turut membantu pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin, jalan tol, dan jalan layang di Makassar. Hasilnya sudah bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Dengan adanya pembangkit listrik, kebutuhan listrik di daerah Indonesia Timur sudah tersedia meskipun belum mencukupi. Pembangkit listrik itu ke depannya toh akan dikendalikan PLN sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Dengan adanya bandara baru, posisi tawar Sulsel sebagai daerah pariwisata turut meningkat. Angkasa Pura juga turut meningkat pendapatannya. Kalau kita mau berandai-andai: seandainya bukan Pak JK yang menjadi Wapres 2004-2009, apakah Makassar dan Sulsel akan seperti sekarang? Pak JK Dikritisi Pada 2014-2019, Pak JK kembali menjadi Wapres. Tapi kali ini banyak yang mengritisinya: program listrik-nya, hubungan beliau dengan Pelindo, hubungan beliau dengan Freeport, dan sebagainya. Menurut saya pribadi, Pak JK dan semua pengusaha di level Pak JK, mereka tidak lagi mengutamakan untung (profit) dalam bisnisnya, tapi pertumbuhan (growth). Pertumbuhan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bukan hanya di pulau Jawa, tapi juga di luar pulau Jawa. Pertumbuhan yang bisa menyebabkan banyak anak muda Indonesia mendapatkan pekerjaan dan bisa menikahi calon istrinya. Itu semua terangkum sederhana dalam jargon milad Kalla Group ke-63: Tingkatkan Produktifitas, Majukan Bangsa! Dalam pidatonya pada acara ulang tahun Pak Alwi Hamu, bos Fajar (Jawa Pos) Group di Graha Pena Makassar beberapa tahun silam, Pak JK berkata, "Kita ini bikin usaha agar banyak orang bekerja. Banyak teman organisasi yang menganggur, banyak teman yang tidak tamat sekolah, itu semua kita rangkul, bergabung bersama kami. Karena banyak, kita jadi berpikir apa saja, sehingga banyak usaha yang dibentuk: jualan mobil, konstruksi, semen, dan apa saja, termasuk tukang cukur. Kalau ada yang berkata bahwa Pak JK ini menguasai bisnis, saya bilang bukan menguasai, cuma banyak memang dan itu banyak mempekerjakan orang. Kalau ada yang mengritiki, ya, tutup saja dan semua orang akan menganggur.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/pak-jk-dilema-sebagai-pengusaha-dan-politikus_567dd4d8999373fe0ecf5310

Rabu, 16 Desember 2015

Seru-seruan di Even Sepeda Kalla Bike Adventure Seri II

Suasana start (Foto: Fachrul Khairuddin)
Para penggemar motor trail harus menanggung malu. Jalur berlumpur yang biasa mereka jajal telah ditaklukkan ribuan pesepeda dalam acara Kalla Bike Adventure (KBA) Seri II yang berlangsung Ahad, 6 Desember 2015, yang lalu. Salah seorang biker motor trail bahkan berkata dalam logat Makassar, "Maumaki cari jalur lain ini. Dilewatimi jalurta sama sepeda."

Peserta melaju selepas start (Foto: Fachrul Khairuddin)
Jalur sepanjang 43 kilometer yang melintasi daerah Makassar, Gowa, dan Maros itu sangat panjang dan menantang memang. Pesepeda harus menyusuri semua jenis jalanan, mulai dari aspal, beton, paving, tanah merah, tanah berbatu, bahkan sampai sawah. Sangat melelahkan. Hujan yang turun semalam sebelum acara membuat kondisi jalur becek. Kondisi tersebut pun semakin memberatkan para pesepeda. Sepeda dan badan mereka berlumuran lumpur.

Berlumur lumpur (foto: Azhar)
Berlumur lumpur (foto: Azhar)

Jalur kampung Romang Tangngayya (foto: Fachrul Khairuddin)
Pesepeda Berguguran
Start baru satu jam dimulai, panitia yang bertugas di mobil Ambulance PMI mengabarkan: ada pesepeda perempuan yang sesak napas di kilometer 5 dan harus dilarikan ke rumah sakit. Beruntung, kondisi peserta itu 'tak terlalu parah. Dia bahkan kembali ke lokasi acara (panggung) yang terletak di Driving Range Golf Perumahan Bukit Baruga.

Korban sesak napas (foto: Irwan)
Sekira satu jam kemudian, teman Ambulance kembali mengabarkan: ada pesepeda yang pingsan. Beruntung Tim Medis PMI bertindak cepat dan segera memberikan pertolongan medis. Salut untuk mereka.

Pesepeda pingsan (foto: Azhar)
Tim Medis sigap (foto: Azhar)
Evakuasi pesepeda yang pingsan ke ruangan ber-AC (foto: Azhar)
Di kilometer 15, tepatnya di jalur pinggir sungai menuju bendungan di daerah kampung Romang Tangngayya, para pesepeda mulai berguguran. Puluhan peserta dan sepedanya dievakuasi motor trail satu persatu, bolak-balik. Mobil pick up 'tak bisa menjangkau lokasi. Satu-dua pesepeda bahkan merantai sepedanya di pohon lalu meninggalkannya. 

Founder KBA, Bapak Halim Kalla, juga menyerah. Kepada panitia dia bahkan mengeluh sakit di lengan kirinya akibat terjatuh. Sebuah motor pun segera mengevakuasi beliau.

Bapak Halim Kalla (kiri), founder KBA (foto: Azhar)
Bagi-bagi Hadiah
Pares Cycling Club (PCC) menjadi tim yang pertama finish. Syarat 5 anggota tim harus start dan finish bersama mampu mereka penuhi dengan sempurna. Hadiah uang tunai pun dalam genggaman mereka walau pun jumlahnya 'tak seberapa.
Kru PCC (foto: Azhar)
Kru PCC kompak (foto: Azhar)
Kru PCC, finisher tercepat (foto: Azhar)
Selain untuk tim, puluhan hadiah undian juga berhamburan untuk para pesepeda. Hadiah utama berupa motor trail menjadi milik pesepeda asal Sidrap. Hadiah diberikan langsung oleh Bapak Zumadi Anwar, Direktur Utama PT Bumi Karsa dan suami dari Ibu Imelda Jusuf Kalla.

Peraih hadiah motor trail (foto: Azhar)
Overall, KBA Seri II, geerr-nya berantakan, lumpurnya berlumuran, sampahnya berserakan.

Bersih-bersih Sampah
Sebagai bentuk tanggung jawab, panitia melakukan aksi bersih-bersih sampah dan rambu di jalur dan lokasi yang dilalui pesepeda. Semua sampah yang terkait acara dikumpulkan lalu dibuang ke tempat sampah, sebagian dibakar.

Kumpul-kumpul sampah (foto: Fachrul Khairuddin)
Bakar-bakar sampah (foto: Fachrul Khairuddin)
Bakar-bakar rambu (foto: Fachrul Khairuddin)
Bersih-bersih sampah plastik (foto: Fachrul Khairuddin)
Insya Allah, tahun depan, kita bertemu lagi di Seri III. Tentunya dengan jalur yang lebih seru dari dua seri sebelumnya.

Yang Menarik, Dibuang Sayang

Peserta dengan sepeda biasa (foto: Azhar)
Peserta terkapar (foto: Azhar)
Tim Medis aktif (foto: Azhar)
Selfie Sukaesih (foto: Azhar)
Peserta dengan sepeda biasa (foto: Azhar)
Kupon undian (foto: Azhar)
Mbak ini finish, salut kita (foto: Azhar)
Kram sedikit (foto: Azhar)
Makan siang di antara sepeda (foto: Azhar)
Punkers mungkin (foto: Azhar)
Serius sekali, om! (foto: Azhar)
Parkiran (foto: Azhar)
Salonpas (foto: Azhar)
Loading (foto: Azhar)
Selfie Sukaesih (foto: Azhar)
Angkat sepeda (foto: Azhar)
Bahagia dapat hadiah (foto: Azhar)
Ketua Panitia bagi-bagi hadiah (foto: Azhar)
Pesan yang sederhana (foto: Azhar)
Tumpukan sepeda (foto: Azhar)
Panitia eksis dulu (foto: Azhar)

Senin, 09 November 2015

Patallassang, Daerah Rawan yang Kini Menjadi Kota Idaman

Lapangan Golf Padivalley
Daeng Jarung 'tak mempan disambit parang. Dia tetap bertahan sambil meronta. Hingga massa membawakannya sebongkah batu besar dan menghantamkan ke kepalanya. Daeng Jarung pun meninggal dengan mengenaskan.

Sejak saat itu, 'tak ada lagi perampokan di daerah Patallassang. Yang tersisa hanyalah cerita kelam tentang Daeng Jarung dan komplotannya. Dan bagaimana cara mereka merampok.

Suardi (25 tahun), warga asli Patallassang, menceritakan dengan lancar aksi perampokan komplotan Daeng Jarung, "Datangi baik-baik minta satu ekor ayam. Kalau diacuhkangi, tunggumi malam-malam, satu kandang ayam hilang."

Tapi itu cerita lalu. Patallassang kini telah berubah penuh damai. Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, bahkan memroyeksikan daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Maros itu sebagai kota idaman.

Lokasi dan jalanan menuju kota idaman sudah ada, tinggal menggaet investor untuk pembangunannya ke depan. Sebagai langkah awal, akan dikembangkan terlebih dahulu Kawasan Industri Gowa (KIWA). Sebelumnya juga telah dibangun Lapangan Golf Padivalley dengan segala fasilitas di dalamnya.

*****

Ahad kemarin, 8 Nopember 2015, saya menyempatkan waktu bersepeda ke daerah Patallassang. Dari rumah di Sudiang, Makassar, saya mengayuh sepeda dengan jarak tempuh sekira 50 kilometer hingga pulang kembali ke rumah.

Jangan kagum! Apa yang saya lakukan itu belumlah seberapa. Pada 1990-an, ketika jalanan di Patallassang masih tanah merah dan belum beraspal mulus seperti sekarang, para orangtua di sana sudah mengayuh sepeda mereka tiap hari menuju Pasar Terong Makassar guna menjajakan hasil kebun mereka.

Mereka mengayuh sepeda mulai pukul 01.00 malam karena pasar dimulai pada subuh hari. Selepas hari pasar, mereka pun kembali ke rumah mereka. Begitulah aktifitas mereka setiap hari. Luar biasa!

Patallassang yang dalam bahasa Indonesia berarti penghidupan, semoga betul-betul menjadi penghidupan dan kota idaman bagi warganya dan warga di daerah sekitarnya. Apapun perkembangannya.

Selasa, 03 November 2015

Kemarau Senja di Taman Prasejarah Leangleang

Pada tulisan awal Januari 2015 silam, saya sudah membahas profil Taman Prasejarah Leangleang. Bagaimana keindahannya, sejarahnya, dan hal-hal lain dalam kacamata saya.

Akhir Oktober kemarin, saya kembali mengunjungi tempat yang saya lebih suka menamainya Taman Batu itu. Di senja hari, di bawah terik matahari musim kemarau.

Ada perbedaan mendasar antara mengunjungi Taman Prasejarah Leangleang saat musim hujan dengan mengunjunginya saat musim kemarau:

Pertama, suasana taman saat musim hujan lebih hijau dan pepohonan juga tersaji rindang. Di musim kemarau, rumput-rumput mengering, beberapa pohon habis daunnya. Bebukitan pun terlihat sangat gersang.

Kedua, 'tak ada air sungai saat kemarau. Otomatis, perjalanan mengelilingi taman pun tanpa ditemani suara gemuruh air yang mengalir.

Ketiga, ini yang menarik, saat musim hujan warna bebatuan menjadi hitam, sedangkan saat musim kemarau warna batu lebih cerah dan beragam.

Berikut adalah foto-foto Taman Prasejarah leangleang saat musim kemarau:








Foto-foto Taman Prasejarah Leangleang saat musim hujan bisa Anda lihat di blog ini pada arsip tulisan Januari 2015.