Minggu, 23 Desember 2012

Kehidupan John Lennon (Episode 1940 - 1946): Lahir Dari Keluarga 'Tak Harmonis

John Lennon kecil
John Winston Ono Lennon atau terkenal dengan nama John Lennon. Lahir di Liverpool, Inggris, 9 Oktober 1940. Ayahnya, Alfred Lennon, adalah seorang pelaut yang sering bepergian. Saat John lahir pun, dia tidak menghadirinya. Ibunya, Julia Stanley, adalah pelayan di sebuah kafe kecil bernama Penny Lane, seorang yang berperilaku bebas, suka mabuk, penikmat musik rock 'n roll, dan penggila Elvis Presley.

Perilaku bebas Julia kambuh saat dia bertemu John Dykins di kafe tempatnya bekerja. Dia menjalin hubungan dengan pria itu saat suaminya Alfred berlayar. Bahkan, dia membawa anaknya John untuk tinggal bersama Dykins di sebuah apartemen kecil. Dari hubungan terlarang ibunya itu, John memperoleh saudara perempuan bernama Victoria.

Perilaku bebas Julia sangat tidak disukai kakaknya, Mary Elizabeth atau biasa disapa Mimi. Mimi kemudian mengambil John untuk tinggal bersamanya. Terlebih Mimi juga sangat mencintai John. "Saat pertama memandangi John (ketika lahir), saya tahu dia akan menjadi sosok yang istimewa," kata Mimi. 

Pada 1946, Alfred kembali dari berlayar. Dia bertemu Julia untuk membangun kembali pernikahannya. Namun, Julia mengusirnya. Alfred kemudian mengunjungi Mimi untuk bertemu dan mengajak John jalan-jalan. John saat itu telah berumur 5 tahun dan bersekolah di Dovedale Primary School. Ternyata, Alfred membawa John ke Blackpool dan hendak hijrah berdua ke New Zealand.

John Lennon bersama ibu kandungnya, Julia Stanley
Mimi bingung mengetahui rencana Alfred. Dari teman pelaut, Mimi mengetahui alamat Alfred di Blackpool. Mimi pun mengajak Julia untuk bertemu Alfred. Saat Julia bertemu Alfred, terjadi perdebatan. Alfred kemudian menyuruh John yang baru berumur 5 tahun untuk memilih, ingin tinggal bersama ayahnya atau ibunya. John menjawab, “daddy,” ayahnya.

Alfred Lennon
Julia lalu pergi. Namun ketika dia melangkah keluar dari pintu, John mengejarnya dari belakang sambil menangis. Mimi yang melihat kejadian itu bertindak cepat: dia mengambil John dan membawanya lari, pergi.  

John kecil pun tinggal bersama Mimi dan suaminya, George Smith. Julia berpisah dari Dykins. Selanjutnya, Julia hidup bersama pria lain, Bobby, dan dikaruniai dua anak perempuan: Julia dan Jackie. Sementara Alfred, dia hidup di New Zealand, tanpa John, tanpa Julia.

Mother, you had me, but I never had you
I wanted you, you didn’t want me
So I, I just got to tell you
Goodbye, goodbye


Father, you left me, but I never left you
I needed you, you didn’t need me
So I, I just got to tell you
Goodbye, goodbye


...
Mama don’t go
Daddy come home

(Mother ditulis oleh John Lennon)

Referensi: A Biography of John Winston Ono Lennon oleh Jean Teeters, film Nowhere Boy, sing365.com. Foto: Dovedale School, Life.com, Absoluteelsewhere.com.

Kamis, 13 Desember 2012

Kalla Group: Enam Dekade, Tiga Generasi

Tiga generasi keluarga Kalla (foto: koleksi pribadi keluarga Kalla)
'Tak terasa, Kalla Group sudah berusia 60 tahun (1952 - 2012). Sepanjang usia itu, Kalla Group telah mengalami evolusi. Dari sebuah ruko kecil di jalan R. E. Martadinata Makassar (sekarang jalan Nusantara) berevolusi menjadi showroom-showroom mobil, pabrik-pabrik konstruksi, dan gedung 15 lantai Wisma Kalla. Dari satu perusahaan kecil bernama N. V. Hadji Kalla Trading Company yang menghidupi satu keluarga berevolusi menjadi belasan perusahaan yang menghidupi ribuan karyawan dan keluarganya masing-masing. Menakjubkan!

Evolusi. Kata yang mungkin tidak dimengerti oleh H. Kalla, pendiri Kalla Group, yang hanya tamatan kelas III SD. Namun yang pasti, H. Kalla sangat mengerti bahwa profesi pengusaha tidak membutuhkan strata pendidikan yang tinggi, tapi cuma butuh gairah yang kemudian melahirkan semangat dan kenekatan. Dengan pemahaman itu, H. Kalla duduk menjadi seorang Direktur Utama yang memimpin orang-orang dengan strata pendidikan yang lebih tinggi darinya.

Lantas, adakah jarak antara H. Kalla dengan karyawannya? Sama sekali tidak. Dengan bekal agama yang cukup dari kampungnya, Bone, H. Kalla paham betul bagaimana memperlakukan karyawan dengan baik. H. Kalla sangat paham makna keadilan. Maka ketika usaha berjalan mulus, berbagi kesejahteraan menjadi hal yang utama. Dan ketika perusahaan mengalami krisis dari 1958 sampai 1966, H. Kalla menggunakan tabungan keluarga untuk membayar gaji karyawannya. Itulah pemimpin. Nilai mulia seorang pemimpin tidak terletak dari tinggi-rendah sekolahnya, pintar-bodoh keilmuannya, tapi dari tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Sederhana.

Hanya 14 tahun (1952 - 1966) H. Kalla memegang nahkoda Kalla Group. Waktu yang singkat bagi generasi pertama untuk ukuran sebuah perusahaan. Moeryati Soedibyo saja, generasi pertama PT Mustika Ratu pada 1971, baru mewariskan perusahaannya pada generasi kedua pada 2011 lalu. Jacoeb Oetama, pendiri Kompas pada 1965, bahkan belum mewariskan perusahaannya sama sekali. Tapi begitulah pemimpin sejati, tidak hanya paham bagaimana memimpin perusahaan dengan baik, tapi juga mewariskan kepemimpinannya dengan baik pula.

Dan pada 1967, H. Kalla mewariskan perusahaannya kepada anaknya Muhammad Jusuf Kalla. Momen yang tepat dan keputusan yang benar. Di tangan Jusuf, Kalla Group bangkit dari krisis dan melebarkan sayapnya ke ragam sektor bisnis. Dari jual-beli hasil bumi (beras, cokelat, dll.) dan sarung melebar ke jual-beli mobil, aspal, beton, properti, listrik, dan trafo. Dari jasa angkutan antardaerah yang sederhana bernama Cahaya Bone melebar ke jasa konstruksi, jasa angkutan laut, jasa pendidikan, jasa rental mobil, dan jasa pembiayaan. Selama 33 tahun (1967 - 2000), Jusuf memimpin dan membesarkan Kalla Group lalu mewariskannya kepada adiknya, Fatimah Kalla.

Kini, generasi ketiga muncul mengambil peran dalam dua sosok: Imelda Jusuf Kalla (Direktur Keuangan) dan Solichin Jusuf Kalla (Direktur Pengembangan). Keduanya ingin menepis pameo: generasi pertama mendirikan, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga menghancurkan. Keduanya, secara tahap demi tahap, mencoba memimpin Kalla Group menggarap bisnis besar yang selama ini belum dimaksimalkan: energi, agroindustri, dan transportasi monorail. Sebagaimana kata Solichin Jusuf Kalla dalam wawancaranya kepada majalah Fortune, "Kalla Group selama ini adalah ikan besar di kolam kecil." Artinya, generasi ketiga ingin membawa Kalla Group ke kolam besar.

Senin, 22 Oktober 2012

Menikmati Bugis Waterpark

Foto: Manajemen Bugis Waterpark
Ini kali pertama saya menikmati wisata air selain kolam renang. Meluncur dalam pipa air dengan badan dan ban, baru pertama kali saya melakukannya. Hal tersebut terjadi saat saya mengunjungi Bugis Waterpark Adventure, taman wisata air yang terletak di perumahan Bukit Baruga, Antang, Makassar, Ahad kemarin (21/10/2012).

Taman wisata air tersebut milik PT Baruga Asrinusa Development (BAD), anak perusahaan Kalla Group yang dikembangkan oleh keluarga H. Kalla sejak 24 April 1994.

‘Tak perlu ditanya kenapa taman wisata tersebut bernama Bugis Waterpark Adventure. Nenek moyang Kalla Group adalah suku Bugis asli, dari H. Kalla, Jusuf Kalla, sampai ke anak-cucunya. Meskipun sebagian telah bercampur dengan suku Jawa, Padang dan lainnya.

Bugis Waterpark Adventure dibangun oleh BAD bekerjasama dengan Poolin Waterpark & Pool System, perusahaan asal Turki. Tak heran jika desain taman air, sistem pompa dan saluran air, serta wahana yang disediakan, semuanya berstandar internasional.

Saya menikmati semua wahana yang disediakan, dari yang paling santai (kolam arus) sampai yang paling ekstrim (black hole). Sangat seru rasanya. Tiket akhir pekan (Sabtu-Minggu) senilai Rp 125.000 terbalaskan dengan kepuasan yang dinikmati. Untuk hari-hari biasa (Senin sampai Jum’at), tiketnya seharga Rp 75.000.

Jika tiga atau lima tahun mendatang semua pohon-pohon di Bugis Waterpark Adventure sudah tumbuh tinggi dan rindang, tentu kenikmatan akan lebih bertambah lagi.

Senin, 15 Oktober 2012

Kuri Lompoa, Kampung Nelayan di Tepi Selat Makassar

Tidak susah mencari wilayah kampung Kuri Lompoa yang terletak di Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Anda tinggal menyusuri jalan Pate'ne Raya yang berada di samping kiri jalan Tol Ir. Sutami, Makassar. Tepat di ujung jalan Pate'ne Raya itulah kampung Kuri Lompoa berada, letaknya di tepi Selat Makassar.

Kuri Lompoa adalah kampung nelayan. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Di belakang rumah-rumah panggung penduduk juga terdapat dermaga kecil untuk menyandarkan perahu. Segala kegiatan yang berkaitan dengan binatang laut juga lengkap di kampung ini: penangkapan, empang, penjualan, dan lainnya. Bahkan, Kuri Lompoa terkenal sebagai pusat empang di Sulawesi Selatan.

Kuri Lompoa terbilang kampung yang cukup maju. Semua fasilitas sudah tersedia di kampung itu: listrik 24 jam, masjid besar tempat beribadah, dan sekolah dari TK sampai SMP. Satu-satunya kendala di kampung itu adalah ketersediaan air. Seorang anak yang saya tanya kenapa tidak sekolah memberikan alasan, "Tenapa ku je'ne', Pak! Susai je'neka rinni (Belumpa mandi, Pak! Susah air di sini)."

Jumat, 14 September 2012

Masterchef Putu Cangkir

Tangan Fitri (38 tahun) dengan lincah mencampur adonan beras ketan, gula merah, gula pasir, dan parutan kelapa dalam sebuah cetakan lalu meletakkannya di atas sebuah kukusan. Dalam hitungan menit, putu cangkir pun jadi dan siap dijual.

Itulah rutinitas harian Fitri dan keluarganya: membuat putu cangkir, kue khas Bugis-Makassar, dan menjualnya. Dengan menggunakan gerobak, Fitri yang asli Makassar menjajakan putu cangkirnya seharga Rp 800 per biji dari sore hingga sekira pukul 12 malam. Fitri berjualan di pinggiran jalan dekat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Daya, Makassar. 

Gerobak Fitri 'tak pernah sepi dari pembeli. Rasa gula merah yang legit menjadi ciri khas putu cangkir jualannya yang digemari pembeli. Terlebih Fitri juga selalu memberikan bonus kue lebih kepada pembeli.

Pantai Kering di Bone


Pernah dengar sebutan Pantai Kering di Bone. Ya, itulah sebutan bagi jajaran cafe yang berlokasi di jalan Veteran, kota Watanpone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Cafe-cafe di Pantai Kering menyerupai cafe-cafe di Pantai Karebosi Makassar atau Kendari Beach Kendari. Jajanannya pun sama: minuman jus, kopi, roti, kue, gorengan, dan lainnya. Cuma bedanya, tidak ada pantainya. Makanya dinamakan Pantai Kering.

Pantai Kering sangat ramai dikunjungi pada malam hari. Banyak pelanggan terutama dari kalangan anak muda yang memilihnya sebagai tempat nongkrong. Kata Andi Khairuddin, warga Watanpone, "Kalau malam banyak orang. Jalanan di situ sudah tidak kelihatan."

Kamis, 06 September 2012

Ullang, Pria Dengan Kemampuan Berhitung Luar Biasa


Ullang Co’mo’, begitulah pria 22 tahun ini akrab disapa. Badannya memang co’mo’ (gemuk) berisi. Seberisi otaknya yang memiliki kemampuan berhitung luar biasa. Dia mampu menghitung perkalian, penjumlahan, pengurangan, dan pembagian secara cepat dengan otaknya, tanpa cakaran. Pun perhitungan dengan menggunakan angka-angka besar. Ullang bahkan menglaim mampu berhitung dengan pola sin, cos dan tang.

Banyak orang menyangka, pria yang hanya sekolah sampai kelas III SD ini adalah orang terbelakang. Hal yang wajar melihat penampilan kumuhnya dan kebiasaannya berjalan jauh tanpa alas kaki. Namun saat penulis menraktirnya minum kopi di sebuah Warkop di jalan Urip Sumohardjo, Makassar, ‘tak tampak ciri terbelakang pada dirinya. Dia bisa bicara dengan normal, apa adanya. Dia bahkan mampu menjelaskan secara detil sejarah hidupnya, keluarganya, alamatnya, dan lain-lainnya dengan bahasa Indonesia yang tegas, sesekali menggunakan bahasa Makassar, bahasa yang sangat dikuasainya.

Ullang juga dengan percaya diri menawarkan kemampuan berhitungnya kepada penulis. Tentunya dengan harapan menerima upah ala kadarnya. Itulah memang rutinitas harian Ullang. Dia keluar rumah pagi-pagi dan berjalan kaki keliling kota Makassar menawarkan kemampuan berhitungnya. Dia baru pulang ke rumahnya selepas Isya. Kalau uang yang didapatnya banyak, dia pulang dengan menyewa ojek.

Ullang yang bernama asli Ruslan Yusuf lahir di Palopo pada 13 Juni 1990, hari Rabu pukul 10.00 malam. Dia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya Yusuf adalah seorang tukang batu; ibunya Nuraeni adalah ibu rumahtangga. Bersama keluarganya, Ullang tinggal di jalan Teuku Umar 12 nomor 10 C, Butta-Butta Ca’di, Galangan Kapal, Makassar.

Sehebat apa kemampuan berhitung Ullang? Anda bisa bayangkan, saat penulis bertanya berapa hasil perkalian dari 353 x 273, Ullang menjawab dengan cepat: 96.369. Jawaban Ullang tepat. Saat penulis bertanya lagi berapa hasil perkalian dari 253 x 714 x 510, Ullang menjawab: 92.127.420, meskipun dengan durasi berpikir yang lebih lama dari pertanyaan pertama, tapi jawabannya tepat. Kemampuan berhitung yang luar biasa, bukan? Saat penulis tanya apa rahasia berhitung Ullang, dia ‘tak menjawab. Dia hanya tersenyum. Mungkin memang tidak ada jawabannya alias kemampuan Ullang itu adalah anugrah Ilahi.

Waktu berlalu, ‘tak terasa hampir maghrib. Penulis pun pamit pulang kepada Ullang. Uang ala kadarnya penulis berikan kepadanya sebagai upah dari pertunjukan kemampuannya berhitung. Dia menerimanya dengan bahagia. “Terimakasih, Om! Saya doakan semoga Om panjang umur!” Kata Ullank, lugu dan apa adanya.