Tiga generasi keluarga Kalla (foto: koleksi pribadi keluarga Kalla) |
Evolusi. Kata yang mungkin tidak dimengerti oleh H. Kalla, pendiri Kalla Group, yang hanya tamatan kelas III SD. Namun yang pasti, H. Kalla sangat mengerti bahwa profesi pengusaha tidak membutuhkan strata pendidikan yang tinggi, tapi cuma butuh gairah yang kemudian melahirkan semangat dan kenekatan. Dengan pemahaman itu, H. Kalla duduk menjadi seorang Direktur Utama yang memimpin orang-orang dengan strata pendidikan yang lebih tinggi darinya.
Lantas, adakah jarak antara H. Kalla dengan karyawannya? Sama sekali tidak. Dengan bekal agama yang cukup dari kampungnya, Bone, H. Kalla paham betul bagaimana memperlakukan karyawan dengan baik. H. Kalla sangat paham makna keadilan. Maka ketika usaha berjalan mulus, berbagi kesejahteraan menjadi hal yang utama. Dan ketika perusahaan mengalami krisis dari 1958 sampai 1966, H. Kalla menggunakan tabungan keluarga untuk membayar gaji karyawannya. Itulah pemimpin. Nilai mulia seorang pemimpin tidak terletak dari tinggi-rendah sekolahnya, pintar-bodoh keilmuannya, tapi dari tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Sederhana.
Hanya 14 tahun (1952 - 1966) H. Kalla memegang nahkoda Kalla Group. Waktu yang singkat bagi generasi pertama untuk ukuran sebuah perusahaan. Moeryati Soedibyo saja, generasi pertama PT Mustika Ratu pada 1971, baru mewariskan perusahaannya pada generasi kedua pada 2011 lalu. Jacoeb Oetama, pendiri Kompas pada 1965, bahkan belum mewariskan perusahaannya sama sekali. Tapi begitulah pemimpin sejati, tidak hanya paham bagaimana memimpin perusahaan dengan baik, tapi juga mewariskan kepemimpinannya dengan baik pula.
Dan pada 1967, H. Kalla mewariskan perusahaannya kepada anaknya Muhammad Jusuf Kalla. Momen yang tepat dan keputusan yang benar. Di tangan Jusuf, Kalla Group bangkit dari krisis dan melebarkan sayapnya ke ragam sektor bisnis. Dari jual-beli hasil bumi (beras, cokelat, dll.) dan sarung melebar ke jual-beli mobil, aspal, beton, properti, listrik, dan trafo. Dari jasa angkutan antardaerah yang sederhana bernama Cahaya Bone melebar ke jasa konstruksi, jasa angkutan laut, jasa pendidikan, jasa rental mobil, dan jasa pembiayaan. Selama 33 tahun (1967 - 2000), Jusuf memimpin dan membesarkan Kalla Group lalu mewariskannya kepada adiknya, Fatimah Kalla.
Kini, generasi ketiga muncul mengambil peran dalam dua sosok: Imelda Jusuf Kalla (Direktur Keuangan) dan Solichin Jusuf Kalla (Direktur Pengembangan). Keduanya ingin menepis pameo: generasi pertama mendirikan, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga menghancurkan. Keduanya, secara tahap demi tahap, mencoba memimpin Kalla Group menggarap bisnis besar yang selama ini belum dimaksimalkan: energi, agroindustri, dan transportasi monorail. Sebagaimana kata Solichin Jusuf Kalla dalam wawancaranya kepada majalah Fortune, "Kalla Group selama ini adalah ikan besar di kolam kecil." Artinya, generasi ketiga ingin membawa Kalla Group ke kolam besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar