Mubadzir, secara sederhana, defenisinya: bertindak tanpa manfaat; berbuat tiada guna. Bahasa sekarangnya: unfaedah.
Saya tidak mau memberi contoh. Sebab saya yakin masing-masing orang bisa menilai tindakan dan perbuatannya masing-masing, mubadzir atau tidak.
Dan biasanya, setiap orang, pernah mengalami sebuah momen dimana dia merenung di pojokan dan bertanya-tanya di pikirannya: umur saya sudah sebegini, kok aktifitas saya cuma ini yah? Tidak ada manfaat.
Makanya, kata mubadzir itu sangat pas diantonimkan dengan kata manfaat, guna, atau faedah.
*****
Apakah buang-buang makanan itu mubadzir? Sama sekali tidak.
Buang makanan itu justru besar manfaatnya. Tidak percaya, tanya sama kucing dan anjing jalanan. Andai mereka bisa bicara.
Makanya, pada 2006 silam, saya dan beberapa teman di Masjid Kampus Unhas pernah mengambil sebuah kebijakan internal: mengevakuasi kucing-kucing ke RS Wahidin. Alasannya sederhana: tempat sampah RS Wahidin sangat sejahtera.
Apakah tidak menghabiskan makanan di piring itu mubadzir?
Orang yang tidak menghabiskan makanannya karena kekenyangan itu orang yang masih waras. Sebab jika dia lanjut makan, aduh tuangale, ko gila kah?
Tubuh yang banyak makan akan mengalami hal-hal yang tidak bermanfaat. Bahasa Nabi: berlebih-berlebihan. Makanya memang harus diatur porsinya saat mengambil makanan. Ditakar sesuai kemampuan. Ojo ngoa!
*****
Selamat menemukan manfaat Anda masing-masing! Belum ada kata terlambat. Apalagi yang bernama Gunawan (lelaki berguna), harus lebih berguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar