Kendari Beach |
Lupakan bangunan yang merusak mata itu. Mari bicara tentang Kendari Beach di depannya, Sebuah pantai yang sekilas menyerupai keadaan Pantai Losari Makassar pada tahun 1990-an. Membentang panjang dan hanya dibatasi beton berbatu gunung di tepinya sebagai penahan hantaman air.
Pada malam hari, Kendari Beach sangat ramai. Puluhan cafe-cafe berjejer menawarkan makanan dan minuman ringan plus karaoke dengan layar besar. Pasangan muda-mudi juga tampak asyik berdua-duaan, menikmati kemesraan sambil melepas pandangan ke arah pantai. Sepanjang Kendari Beach keadaan gelap memang, 'tak ada lampu jalan yang merisihkan mereka yang dimabuk asmara.
Selain Kendari Beach, yang terkenal dari Kendari adalah nobul. Nobul bukan nama sebuah tempat, tapi singkatan dari no bulu atau tanpa bulu, sebutan bagi Pekerja Seks Komersial di Kendari yang menurut informasi berpenampilan mulus tanpa bulu.
Bisnis prostitusi memang selalu hidup di kota-kota, 'tak terkecuali Kendari. Sejalan dengan bisnis lain, seperti rumah makan, hotel, dealer kendaraan, mall, dan lainnya. Di Kendari, semua bisnis itu hidup.
Pagi hari, saat saya sedang menikmati secangkir kopi di sebuah hotel kecil di siku persimpangan lampu merah, saya membaca koran Kendari Pos, saudara kandung Kendari Ekspress yang keduanya memiliki hubungan afiliasi dengan Fajar (Jawa Pos) Group di Makassar.
Di koran itu saya membaca tulisan Dahlan Iskan perihal listrik. Intinya, Dahlan menulis bahwa ketersediaan listrik di Kendari dan Sulawesi Tenggara aman-aman saja dan diupayakan tidak ada lagi pemadaman bergilir. Dahlan juga menulis harapannya bahwa Kendari akan menjadi kota maju 10 tahun mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar