Semua tahu, perioda kejayaan AC Milan di era sepakbola modern itu terbagi dua: 1988-1995; 2003-2007.
Di dua era itu, Milan berprestasi di Italia dan Eropa. Mereka meraih lima gelar Liga Italia dan lima Piala Champions.
Sebagai Milanisti sejak era 90-an, Saya ingin memilih dua partai terbaik yang mewakili dua era itu.
Pertama, partai pada 1994: AC Milan Vs Barcelona 4-0. Partai Final Liga Champions yang ideal kala itu.
Kedua tim sama-sama berjaya di Liga masing-masing. Milan baru saja juara tiga tahun beruntun; Barcelona empat tahun.
Pun ideal, banyak yang lebih menjagokan Barcelona. Dari sisi permainan, mereka lebih atraktif dengan total football ala Johan Cruyff-nya.
Lini depan mereka juga dihuni Romario dan Stoichkov. Di belakang, ada Ronald Koeman, top skor Piala Champions dengan 8 gol, dan Pep Guardiola.
Adapun Milan, mereka kehilangan Van Basten yang cidera dan Baresi yang terakumulasi kartu kuning. Papin, kunci mereka menjuarai Liga, juga 'tak dimainkan.
"Barcelona adalah favorit. Kami lebih komplet, kompetitif, dan berpengalaman. Milan bukan apa-apa. Permainan mereka mengandalkan pertahanan, sedangkan kami menyerang," ujar Cruyff sebelum laga.
Tapi apa yang terjadi. Penonton disuguhi partai yang tidak berimbang. Barcelona cuma menggigit di menit-menit awal. Selanjutnya, setelah kebobolan, mereka menyuguhkan permainan antiklimaks.
Milan pun akhirnya berhasil mengalahkan Barcelona empat gol tanpa balas melalui dwigol Massaro, Savicevic, dan Desaily. Mereka pun merebut trofi Piala Champions mereka yang ke-5.
"Kami bermain fantastis. Di atas lapangan para pemain melakukan semuanya secara sempurna. Barcelona hanya mampu menendang ke gawang sekali. Semua pemain kami tampil 100 persen. Inilah alasan kami mengalahkan Barcelona 4-0," kata Fabio Capello, pelatih Milan.
Setelah partai Milan Vs Barcelona, permainan dengan gaya bertahan (pragmatis) menjadi tren di dunia sepakbola. Dan Italia menjadi pionirnya dengan sebutan cathenacio.
Kedua, partai Semi Final Liga Champions 2007: AC Milan Vs Manchester United 3-0.
Partai leg 2 ini berlangsung di San Siro. MU datang dengan kepercayaan tinggi setelah menang 2-3 di leg 1. Mereka juga baru saja menjuarai Liga Inggris.
Kesolidan materi MU yang dihuni Ronaldo, Rooney, Scholes, dan Gigs diyakini mampu menghancurkan Milan.
Tapi fakta di lapangan menyajikan hal sebaliknya. Duet Ronaldo-Rooney mati kutu. Tak satu biji pun peluang mereka ciptakan. Partai tersebut adalah partai terburuk MU di musim itu.
Sebaliknya, Milan tampil menggila dan berhasil unggul cepat 2-0 melalui dua gol sulit Kaka dan Seedorf.
Setelahnya, mereka mengendalikan permainan. Milan akhirnya membungkus kemenangan 3-0 melalui gol pamungkas Gilardino.
Warga Italia menyambut antusias kemenangan Milan itu. Bagi mereka itu adalah pembalasan setelah sebelumnya MU menggulung AS Roma 8-3.
Milan melaju ke final Liga Champions melawan Liverpool. Menang 2-1 sekaligus berhasil menjadi juara ke-7 kalinya.