Selasa, 27 Agustus 2019

Piala Dunia 1930-an: Jules Rimet, Efek Mussolini, dan Keikutsertaan Indonesia

Pada 1930, Piala Dunia digelar untuk pertama kali. Uruguay diangkat menjadi tuan rumah pertama. Alasannya dua: mereka kuat secara tim karena menjuarai Olimpiade dan mereka siap secara infrastruktur.

FIFA, melalui Ketuanya Jules Rimet, berjuang keras melaksanakan PD pertama di Uruguay itu. Mulai menyebarkan undangan sampai membujuk beberapa negara. Tiga belas negara akhirnya bersedia. Sembilan dari benua Amerika; empat dari Eropa. Akomodasi kapal laut peserta, terkhusus tim eropa, sebagian besar ditanggung panitia.

Untuk menghargai perjuangan Jules Rimet, trofi Piala Dunia dinamai dengan namanya.

Jules Rimet (kiri) dan trofi Piala Dunia (dok. FIFA)
Logo Piala Dunia 1930 (dok. Wikipedia)
Uruguay akhirnya melenggang ke partai final bertemu Argentina. Menariknya, masing-masing tim membawa bola sendiri. Wasit memutuskan: babak pertama pakai bola Argentina; babak kedua pakai bola Uruguay. Mungkin pemakaian bola berpengaruh. Argentina unggul 2-1 di babak pertama, tapi kemudian dibaliki 2-4 di babak kedua. Uruguay juara.

Tim Uruguay (dok. FIFA)
*****

Piala Dunia 1934 yang digelar di Italia diwarnai beberapa kontroversi. Pertama, juara bertahan Uruguay menolak ikut sebagai balasan kepada Italia yang menolak ikut pada PD 1930 di Uruguay.

Poster Piala Dunia 1934 (dok. Wikipedia)
Kedua, pengaruh Benito Mussolini, pemimpin fasis Italia, sepanjang turnamen terasa sekali. Salah satunya, dia menunjuk langsung wasit yang memimpin partai semi final antara Italia lawan Austria.

Ketiga, belum ada metode penyelesaian untuk partai yang berakhir seri. Partai perempat final Italia lawan Spanyol yang berakhir seri pun harus diulang 2x45 menit di hari yang sama. Gol semata wayang Gioseppe Meazza memenangkan Italia.

Italia akhirnya menjadi juara setelah mengalahkan Cekoslowakia 2-1 di final. Meskipun ada efek Mussolini, Italia tetap diakui sebagai tim kuat.

Tim Italia bersama Mussolini (dok. FIFA)
*****

Piala Dunia 1938 digelar di Prancis, kampung Jules Rimet, sang Ketua FIFA. Ada beberapa hal menarik dalam even itu. Pertama, beberapa negara batal ikut karena ragam alasan: Spanyol dilanda perang sipil di negaranya; Austria mengalami aneksasi dengan Jerman.

Poster Piala Dunia 1938 (dok. FIFA)
Kedua, final dini terjadi di Semi Final. Sang juara bertahan Italia yang taktis bertemu Brazil yang aktraktif. Karena yakin menang, Brazil bahkan sudah memesan tiket pesawat ke Paris, tempat laga final dihelat. Namun akhirnya Italia yang menang. Sebagai sindiran, Italia nego ke Brazil untuk membeli tiket pesawat yang sudah dibeli, namun ditolak mentah-mentah.

Tim Italia akhirnya naik kereta ke Paris untuk bertemu Hungaria di final. Italia menang 4-2 dan juara untuk kedua kalinya beruntun.

Ketiga, pemain-pemain Indonesia turut bermain di Piala Dunia bersama tim Hindia Belanda. Mereka adalah Anwar Sutan, Achmad Nawir, Hans Taihitu, Tjaak Pattiwael, dan Suvarte Soedarmadji. Mereka gugur setelah dikalahkan Hungaria 6-0.

Tim Hindia Belanda di Piala Dunia 1938 (dok. FIFA)

Rabu, 14 Agustus 2019

As Sudais

Syaikh Abdurrahman As Sudais (dok. Okezone)
Dia sangat nakal saat masih kanak-kanak di Riyadh. Bersyukur ibunya lembut. Meskipun dia nakal, ibunya selalu menegur dengan kalimat doa: semoga engkau menjadi Imam Masjidil Haram!

Tak butuh waktu lama, dia perlahan punya ketertarikan yang luar biasa kepada Al Qur'an. Di usia 12 tahun, dia bahkan sudah menghapalnya.

Dan doa dari ibunya berujung nyata: dia diangkat menjadi Imam Masjidil Haram pada 1990-an. Lantunan ayat-ayat Al Qur'an yang keluar dari mulutnya melegenda ke telinga-telinga umat Muslim di seluruh dunia.

Ya, dialah Syaikh Abdurrahman Al Sudais.

Kaka

Kaka kecil (dok. Google Images)
Bakat sepakbola yang hendak dibangunnya nyaris habis di usia 18. Dia terjatuh di kolam renang. Tulang punggungnya bermasalah. Dia berpotensi lumpuh.

Namun Tuhan masih menolongnya. Dia sembuh dan menemukan lagi titik tertinggi dalam hidupnya. Titik yang 'tak disia-siakannya. Dia terus mengasah kemampuannya bersepak bola.

Akhirnya, dia berhasil meraih level tertinggi dalam karirnya saat bergabung dengan AC Milan. Ragam gelar diraihnya, secara tim maupun individu.

Selebrasi dua tangan menunjuk ke atas adalah bukti kesyukurannya kepada Tuhan atas pencapaiannya.

Ya, dialah Kaka, salah satu playmaker terbaik Brazil dan sepakbola dunia.