|
Din dan anaknya Harumi (dok. pribadi Amaliah Harumi Karim) |
Syafruddin, akrab disapa Din. ‘Tak banyak yang mengenal pria
kelahiran Ujung Pandang, 16 Mei 1960 itu. Dia ‘tak seterkenal Jusuf
Kalla atau Abraham Samad. Ketika terjatuh akibat stroke ringan pun, dia
‘tak menjadi berita besar.
Namun oleh koleganya di Kedokteran Universitas Hasanuddin, apalagi
teman-teman seangkatannya, Din terbilang spesial. ‘Tak salah jika Unhas
akan mengangkatnya menjadi Guru besar April mendatang.
Di dunia kedokteran, Din punya andil dalam penanganan penyakit
malaria. Bersama Lembaga Penelitian Eijkmann Unit Malaria yang
dipimpinnya sejak 1995 hingga 2014, Din meneliti malaria sampai ke
pelosok-pelosok daerah Indonesia. Hasilnya, 62 artikel penelitiannya
berhasil dimuat dalam Jurnal Internasional Kedokteran. Lembaga Kesehatan
Dunia WHO menjadikannya rujukan.
Sekolah
Anak ke-4 dari Abdul Karim dan Kasturi (keduanya sudah wafat) itu masuk
Unhas pada 1978. Dari rumahnya di jalan Bete-bete, dia berjalan kaki ke
kampus Kedokteran Unhas di jalan Kandea. Dia menyelesaikan kuliahnya
pada 1985 dan lalu menjadi dosen setahun kemudian.
Pada 1987, Din bersama beberapa dosen Unhas mendapatkan beasiswa
untuk berkuliah di Toyama Medical & Pharmaceutical University,
Jepang. Lima tahun kemudian, Din menyelesaikan kuliahnya dan meraih
gelar PhD.
Keluarga
‘Tak hanya gelar Doktor yang diperoleh Din di Jepang, dia juga
mendapatkan Siti Meiningsih, seorang Peneliti LIPI. Keduanya kemudian
menikah dan dikaruniai empat anak: Amaliah Harumi Karim, Andini
Nurfatimah Karim, Adel Fahmi Karim, dan Aulina Meidinah Karim.
Anak pertamanya Harumi mengikuti minat bapaknya dengan berkuliah di
Kedokteran Universitas Indonesia. Anak keduanya Andien lebih memilih
Biologi Institut Teknologi Bandung. Sementara Adel dan Aulina masih
sekolah.
Penelitian
Sadar atas kurangnya fasilitas dan dana penelitian yang disediakan
Unhas, Din akhirnya bergabung dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkmann
pada 1993.
Di Eijkmann, gairah Din akan penelitian lapangan muncul. Dan pria
penggemar mobil Jeep itu memilih Malaria sebagai objek penelitian.
Sampai sekarang pun, Din tetap aktif meneliti malaria bersama Eijkmann.
Tiap pekan, Din harus bolak-balik Makassar-Jakarta untuk menjalankan
kewajibannya di Unhas. Dengan raihan akademiknya dan segala
penelitiannya yang bermanfaat, sangat wajar jika Din diberi gelar
Profesor, tepatnya Profesor malaria.