Pertama kali suka kopi saat menggarap skripsi 2007 silam. Sebelumnya saya lebih banyak minum teh. Kopi idola saya waktu itu adalah coffemix, kopi susu sachet pertama. Candu. Saya bisa menghabiskan hingga lima sachet perhari sambil mengetik kalimat. Walhasil, skripsi saya selesaikan setahun kemudian. Bisa dibayangkan sudah berapa sachet yang saya habiskan.
Selanjutnya, kesukaan saya terhadap kopi berlanjut seiring mulai menjamurnya warkop-warkop di kota Makassar. Warkop favorit saya adalah Dg. Sija. Entah kenapa, seiring waktu, kopi di warkop Dg. Sija kehilangan rasa. Komersialisasi telah merenggutnya.
Hari demi hari, saya mulai suka nongkrong di warkop lain, apalagi yang ramai: Mappanyukki, Andalas, Dottoro', 51, Az Zahrah, dan lainnya. Perlahan, rasa kopi di warkop-warkop itu juga turut simpang siur. Benar kata El dalam film Filosofi Kopi, "Kopi itu harus dibikin dengan cinta, bukan ambisi." Apalagi ambisi bisnis.
Dalam perjalanannya, kesukaan saya terhadap kopi semakin spesifik. Saya lebih suka memesan kopi Vietnam sekarang, kopi yang terkenal karena adanya kasus Jessica-Mirna. Entahlah, kopi itu rasanya pas saja di lidah.
Entah sampai kapan candu ini ada. Yang jelas, saya ingin selalu menikmatinya.
Sabar menanti. Kopi dan bukunya sungguh berisi. Gerimis di luar pun perlahan teresapi |