|
JK (lukisan hadiah Universitas Brawijaya) |
Tokoh Di Balik Ujian Nasional
Ribut-ribut soal Ujian Nasional, ternyata Jusuf Kalla adalah
salah satu tokoh dibaliknya. Kala itu, di tahun 2002, JK menjabat
sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Dia
bersama Malik Fajar, Menteri Pendidikan kala itu, berdiskusi tentang
kualitas pendidikan nasional.
Singkat cerita, JK merasa prihatin melihat kurangnya mahasiswa asal
Indonesia Timur yang berkuliah di universitas bergengsi di pulau Jawa.
JK merasa kualitas pendidikan di Indonesia tidak merata. Untuk meratakan
pendidikan di Indonesia, JK melihat bahwa satu-satunya jalan adalah
dengan meningkatkan kualitas UN.
Kebijakan taktis pun diambil JK: dia mengutus stafnya di Menko Kesra
untuk studi banding melihat UN di beberapa negara tetangga, di antaranya
Malaysia, Singapura, dan lainnya. Hasilnya: sejak 2003, standar nilai
kelulusan UN meningkat; soal yang diujikan juga semakin tinggi tingkat
kesulitannya. Kebijakan itu berlangsung hingga kini. UN pun menjadi
momok yang menakutkan.
Hasil dari kebijakan itu, muncul pro-kontra. Beberapa pernyataan sinis
terlontar terkait kebijakan itu. Salah satunya: kelulusan idealnya
ditentukan oleh guru di sekolah karena merekalah yang mengikuti proses
belajar dan perilaku seorang siswa, bukan UN. JK menjawabnya,
"Guru
mengujikan apa yang telah diajarkannya kepada siswanya, sedangkan UN
mengujikan apa yang seharusnya diketahui oleh seorang siswa."
Membawa PMI Mendunia
JK menjadi Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 2009.
Praktis, sudah empat tahun JK mengelola lembaga sosial bercap pemerintah
itu. Apa yang telah dilakukan JK?
Pertama, JK telah menabuh gaung eksistensi PMI dengan keras. Eksistensi
PMI pun lebih menonjol dan antusias, terutama dalam menangani bencana.
Sederhananya, PMI lebih disegani. Yang paling menarik: JK membawa
aktifitas donor darah ke dalam
mall. Donor darah pun menjadi sesuatu
yang menyenangkan.
Kedua, JK berusaha membuat PMI mandiri secara finansial. Entah bagaimana
cara taktis dan strategisnya, mungkin pengakuan anggota PMI ini bisa
menjawabnya,
"Wah, mantap PMI sekarang, dananya lancar."
Ketiga, JK membawa PMI mendunia. Terakhir, PMI menjadi lembaga sosial
pertama yang berhasil menembus blokade Junta Militer Myanmar dan
menolong pengungsi di Rohingya.
Menikahkan Anak Bungsu
Dari lima anak kandung JK, sisa satu yang belum menikah,
yaitu Chairani atau akrab disapa Ade. Menikahkan anak bungsunya itu
jelas menjadi impian JK di usianya yang akan genap 71 tahun pada Rabu,
15 Mei, mendatang.
|
JK-Ade (dok. keluarga Kalla) |
Sepertinya impian itu akan terwujud. Ade yang kini berusia 32 tahun
telah menemukan idaman hatinya dalam diri Marah Laut, putra bungsu dari
sutradara besar Arifin C. Noer.
Acara lamaran pun telah dilangsungkan. Dan jika JK berusia panjang,
hidupnya tentu akan lebih lengkap setelah menikahkan putri kesayangannya
itu.
Tujuh Gelar Doktor Honoris Causa
Secara reguler, JK hanya memperoleh satu gelar akademik, yaitu
Dokturandus (Drs.). Gelar itu diperolehnya saat menyelesaiakan kuliah strata
satu di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar. Namun, secara
penghormatan, JK ternyata telah memperoleh tujuh gelar Doktor Kehormatan
(
Honoris Causa).
Gelar Doktor pertama diperoleh JK dari Malaya Universiti Malaysia pada
21 Juli 2007. Kebijakan JK memajukan perekonomian Indonesia dengan
mencabut subsidi BBM dianggap sangat baik.
|
Dr. JK (dok. merdeka.com) |
Datuk Rafiah Salim, Naib Canselor Malaya Universiti, berkata:
“Kalla
sukses bermetamorfosis dari aktivis mahasiswa, pengusaha, politisi,
menjadi negarawan. Kekuatan itulah yang membuat Kalla sukses menjadi
arsitek ekonomi untuk membawa ekonomi Indonesia mendekati masa-masa
sebelum krisis ekonomi 1997.”
Gelar Doktor kedua diperoleh JK dari Soka University Jepang pada 2
Februari 2009. Kali ini JK memperoleh gelar Doktor di bidang perdamaian.
JK dianggap mampu mengupayakan penyelesaian konflik di beberapa daerah
yang rawan, seperti Poso, Ambon, dan Aceh.
Gelar Doktor ketiga diperoleh JK dari Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) Bandung pada 17 Maret 2011. JK dianggap berkontribusi dalam bidang
Pendidikan Kewirausahaan.
Ketua Tim Promotor UPI, Prof. Dr. H. Suryana, berkata,
“Dari aspek
akademis maupun non-akademis, saudara Jusuf Kalla tidak diragukan lagi,
bahkan beliau adalah tokoh yang memiliki karakter disiplin, loyal, dan
menunjukkan kepribadian yang selalu menghargai jati diri bangsa.”
Gelar Doktor keempat diperoleh JK dari Universitas Hasanuddin Makassar
pada 10 September 2011. Kali ini JK dianggap memiliki peran penting
dalam ekonomi-politik.
Prof. Basri Hasanuddin, mantan Rektor Universitas Hasanuddin yang juga
Promotor penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan kepada JK, mengatakan,
“Ada tiga alasan utama penganugerahan gelar Doktor Kehormatan yang akan
dilakukan Unhas kepada Wakil Presiden RI kesepuluh itu:
Pertama, pandangan masyarakat tentang ketokohan JK selama ini.
Kedua, pandangan JK tentang ekonomi cukup signifikan yang terungkap
dalam berbagai komentar dan kebijakan yang ditempuhnya, khususnya selama
menjabat Wakil Presiden RI. Terobosan tersebut kemudian melahirkan ikon
“Kallanomic”.
Ketiga, lanjutnya, apa yang dilakukan JK dengan pikiran-pikirannya dan
menjaga hubungan antara pemerintah dengan DPR. Jalan yang ditempuh JK
adalah dengan merebut kursi pimpinan Partai Golkar, sehingga hubungan
antara pemerintah dengan DPR pada masa jabatannya tidak mengalami
hambatan.”
Gelar Doktor kelima diperoleh JK dari Universitas Syiah Kuala Aceh pada
12 September 2011. JK dianggap berkontribusi dalam bidang perdamaian,
terkhusus di Aceh.
Gelar Doktor Keenam diperoleh JK dari Universitas Brawijaya Malang pada 8
Oktober 2011. JK dianggap memiliki kontribusi dan pemikiran yang andal
dalam bidang ekonomi dan bisnis.
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (UB),
Dr Khusnul Ashar, mengatakan,
“Kalla dinilai memiliki visi dan misi
yang sama dengan fakultas ekonomi dalam pengembangan ekonomi di Tanah
Air."
Gelar Doktor ketujuh diperoleh JK dari Universitas Indonesia pada 9
Februari 2013. JK dianggap berkontribusi dalam bidang kepemimpinan.
Menurut Djoko Santoso, Rektor UI,
“Jusuf Kalla merupakan contoh pemimpin
yang transformasional saat berkiprah dalam pemerintahan, partai, maupun
organisasi masyarakat dan diharapkan dapat menjadi contoh bagi pemimpin
lainnya.”
Kalau Menjadi Presiden
“Seandainya jadi Presiden, lengkap betul hidup ini.” Itulah kata-kata JK
saat gagal dalam Pemilihan Presiden 2009 silam. Dan tentu menjadi
pertanyaan: apakah di usianya kini, JK akan maju lagi pada Pilpres 2014
mendatang?
Kalau JK maju, itu berarti umurnya telah menginjak 72 tahun. Sebuah umur
yang sudah sangat tua tentunya. Umur yang, bagi orang berpemahaman
konservatif, sebaiknya digunakan untuk menikmati masa tua: duduk-duduk
di teras dan bercanda bersama cucu-cucu.
Namun sepertinya JK bukan orang yang seperti itu. JK adalah seorang
aktifis sejati. Dan bicara umur, JK pernah bilang,
“Kalau ada yang
melarang orang-orang tua jadi Presiden, itu bukan lagi demokrasi
namanya.”
Terkait kesehatan di usia tua, dokter istana saja kagum melihat
kebugaran JK. Cara JK menjalankan aktifitasnya tidak kalah dengan anak
muda, bahkan lebih aktif. Hal itu diakui Yadi Jentak, asisten pribadi
JK.
Yadi pernah terpaksa mengganti sepatu
boat bertalinya dengan sepatu tanpa tali yang
simple.
Alasan Yadi sederhana saja: kalau dia selesai sholat dan sementara
mengikat sepatunya, JK sudah melangkah jauh meninggalkannya.
Kalau JK menjadi Presiden, ya kita tunggu saja.
Sebuah Gambar Sebuah Cerita
|
JK muda (dok. Kalla Group) |
|
JK berbicara di ruang kerjanya (dok. Kalla Group) |
|
Keluarga Kalla (dok. Keluarga Kalla) |
|
Keluarga Kalla (dok. Keluarga Kalla) |
|
Jajaran Direksi Kalla Group (dok. Kalla Group) |