|
Kota Kolaka [foto: sultra.kemenag.go.id] |
BUTUH naik mobil empat jam dari Kendari untuk menuju Kolaka. Jalanan yang dilalui pun sangat panjang dan berkelok, membelah pebukitan yang ditumbuhi pepohonan dan belukar lebat. Beberapa daerah kecil terlewati, termasuk lokalisasi prostitusi Kilo 12 yang memang berjarak sekira 12 kilometer sebelum Kolaka.
Melihat Kolaka, tidak ada yang istimewa. Bangunan, jalanan, tata ruang, semuanya kurang-lebih sama dengan kebanyakan daerah lainnya di Indonesia. Sebenarnya, pantai di kota ini cukup luas dan indah untuk dinikmati, tapi sayang belum tertata semisal Kendari Beach. Tepinya sangat kumuh.
Pantas saja pariwisata tidak berkembang di kota ini yang menyebabkan bisnis hotel juga tidak marak. Hotel terbaik saja tempat saya menginap tidak jauh beda dengan hotel terburuk di Kendari.
Berbeda dengan bisnis hotel, bisnis lainnya seperti restoran, cafe, beli-jual mobil, dan lainnya, cukup berkembang. Bahkan harga makanan di kota ini cukup mahal, semahal harga makanan di Makassar. Mungkin karena jarak Kolaka yang dekat dengan Pomala, daerah tambang milik PT Aneka Tambang. Kebiasaan pengawai Antam yang berlibur ke Kolaka dengan banyak uang menyebabkan harga-harga melambung tinggi.
Terakhir, saya sempat mengunjungi Kantor Bupati Kolaka yang dari depan bangunannya tampak cantik. Namun keadaan kontras terlihat saat saya masuk ke dalamnya: dinding antarruang hanya dilapisi tripleks-tripleks 'tak bercat; tata letak ruang juga sangat kumal, 'tak berestetika. Semoga segera direnovasi.
Intinya, tidak ada yang berkesan di Kolaka, itu saja! Mungkin juga karena saya cuma sebentar di kota itu dan belum sempat mengelilinginya lebih jauh.