Sabtu, 26 Maret 2016

Kemilau Alam Dusun Baku

Jalanan Dusun Baku
Sepi dan menyejukkan. Begitulah jalanan Dusun Baku menyambutku. Pepohonan tampak kokoh. Arus air dari got besar mengalir pelan. Anak-anak berenang riang di atasnya; kencing dengan perasaan gembira. 

Sepeda kukayuh pelan-pelan. Mencoba menikmati keheningan yang begitu menyentuh perasaan. 'Tak ada keheningan seperti ini di Kota Maros. 'Tak ada keheningan seperti ini di Kota Makassar.

Jalanan sepi dan menyejukkan
Anak-anak berenang riang
Air mengalir pelan
Lama berjalan, tetiba suara gemerincing air memekakan telingaku. Itu sungai. Yah, itu sungai. Di balik pepohonan rindang dan hamparan sawah yang hijau, ada sungai besar.

Seketika, saya pun seperti Glass yang menemukan sungai besar dalam film The Revenant. Saya menikmati sungai yang entah apa namanya itu. Bersama sapi yang berbaring manja di tepinya. Bersama anak-anak yang bermain; berlarian ke sana ke mari.

Sepeda dan sapi
Sepeda Alam
Seperti Oase
Rayuan Pulau Kelapa
Dan apa yang menarik dari rasa cinta terhadap sesuatu itu? Ya, kerinduan untuk menemuinya kembali. Dan di saat saya beranjak meninggalkan Dusun Baku, sungguh saya memendam rasa rindu untuk memijaknya kembali.

*****

Dusun Baku adalah dusun yang terletak di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Boleh dikata, Dusun tersebut masuk dalam area daerah pinggiran kota Makassar. Sangat terekomendasi untuk pembaca yang hobi bersepeda, apalagi yang berdomisili di Kota Maros atau Kota Makassar.

Sabtu, 19 Maret 2016

Mengenal Fatimah Kalla, Direktur Utama Kalla Group

Bu Ima dan keluarga (dok. keluarga)
Tahun 1999 silam, Pak Jusuf Kalla membuat keputusan penting dalam hidupnya: konsentrasi penuh di bidang politik dan mewariskan kepemimpinannya di Kalla Group, perusahaan milik keluarga yang telah dibesarkannya sejak 1965 dan dibawanya keluar dari krisis 1998.

Warisan Pak JK akhirnya jatuh pada Fatimah Kalla, saudari bungsunya. Mungkin banyak yang ragu mengingat dasar keilmuan Bu Ima yang seorang Apoteker. Namun Pak JK teguh pada keputusannya. “Personal touch seorang perempuan sebagaimana Bu Athirah,” kata Pak JK mengungkapkan alasannya memilih Bu Ima.

Perempuan kelahiran Ujung Pandang, 19 April 1962 itu pun menahkodai Kalla Group. Tugas yang sangat berat. Istri dari Pulu Niode itu harus membawa bisnis Kalla Group tidak hanya meraih profit, tapi juga growth: tumbuh bermanfaat bersama masyarakat dan bangsa, sebagaimana dicita-citakan Pak JK.

Dalam perjalanannya, ibunda dari Muhammad Zakaria Niode dan Siti Hajar Maharani Niode itu membawa beberapa pencapaian bersama Kalla Group: membangun pembangkit listrik di Poso, pabrik cokelat di Kendari, dan pabrik bata ringan pertama di Makassar dan Indonesia Timur. Yang terbaru, Kalla Group juga sedang membangun pabrik pengolahan nikel (smelter) di palopo dan jalan/jembatan bypass yang menghubungkan Makassar, Maros, dan Gowa.

Ke depannya, regenerasi SDM yang terprogram dan perkembangan teknologi informasi menjadi perhatian khusus Bu Ima, sebagaimana dijelaskannya kepada situs Bisnis.com. “Saya ingin bisa memastikan standardisasi dan men-develop mereka. Agar setiap pergantian manajemen mereka tidak membawa gaya masing-masing, ada proses yang harus begini, misalnya. Lalu juga di teknologi informasi harus ditingkatkan agar pemantauan dapat lebih update.”

Sabtu, 12 Maret 2016

Dr. Syafruddin, Profesor Malaria dari Unhas Makassar

Din dan anaknya Harumi (dok. pribadi Amaliah Harumi Karim)
Syafruddin, akrab disapa Din. ‘Tak banyak yang mengenal pria kelahiran Ujung Pandang, 16 Mei 1960 itu. Dia ‘tak seterkenal Jusuf Kalla atau Abraham Samad. Ketika terjatuh akibat stroke ringan pun, dia ‘tak menjadi berita besar.

Namun oleh koleganya di Kedokteran Universitas Hasanuddin, apalagi teman-teman seangkatannya, Din terbilang spesial. ‘Tak salah jika Unhas akan mengangkatnya menjadi Guru besar April mendatang.

Di dunia kedokteran, Din punya andil dalam penanganan penyakit malaria. Bersama Lembaga Penelitian Eijkmann Unit Malaria yang dipimpinnya sejak 1995 hingga 2014, Din meneliti malaria sampai ke pelosok-pelosok daerah Indonesia. Hasilnya, 62 artikel penelitiannya berhasil dimuat dalam Jurnal Internasional Kedokteran. Lembaga Kesehatan Dunia WHO menjadikannya rujukan.

Sekolah
Anak ke-4 dari Abdul Karim dan Kasturi (keduanya sudah wafat) itu masuk Unhas pada 1978. Dari rumahnya di jalan Bete-bete, dia berjalan kaki ke kampus Kedokteran Unhas di jalan Kandea. Dia menyelesaikan kuliahnya pada 1985 dan lalu menjadi dosen setahun kemudian.

Pada 1987, Din bersama beberapa dosen Unhas mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Toyama Medical & Pharmaceutical University, Jepang. Lima tahun kemudian, Din menyelesaikan kuliahnya dan meraih gelar PhD.

Keluarga
‘Tak hanya gelar Doktor yang diperoleh Din di Jepang, dia juga mendapatkan Siti Meiningsih, seorang Peneliti LIPI. Keduanya kemudian menikah dan dikaruniai empat anak: Amaliah Harumi Karim, Andini Nurfatimah Karim, Adel Fahmi Karim, dan Aulina Meidinah Karim.

Anak pertamanya Harumi mengikuti minat bapaknya dengan berkuliah di Kedokteran Universitas Indonesia. Anak keduanya Andien lebih memilih Biologi Institut Teknologi Bandung. Sementara Adel dan Aulina masih sekolah.

Penelitian
Sadar atas kurangnya fasilitas dan dana penelitian yang disediakan Unhas, Din akhirnya bergabung dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkmann pada 1993.

Di Eijkmann, gairah Din akan penelitian lapangan muncul. Dan pria penggemar mobil Jeep itu memilih Malaria sebagai objek penelitian. Sampai sekarang pun, Din tetap aktif meneliti malaria bersama Eijkmann.

Tiap pekan, Din harus bolak-balik Makassar-Jakarta untuk menjalankan kewajibannya di Unhas. Dengan raihan akademiknya dan segala penelitiannya yang bermanfaat, sangat wajar jika Din diberi gelar Profesor, tepatnya Profesor malaria.

Kamis, 10 Maret 2016

Ternyata Pegawai BPJS Pakai Asuransi InHealth

Foto: InHealth Twitter.
Sejak kampanye Jaringan Kesehatan Nasional diserukan, semua warga negara Indonesia wajib ikut asuransi yang dikelola BPJS.

Seruan itu sampai juga ke kantor saya. Walhasil, asuransi lama kami yang dikelola Inhealt dihentikan, berganti asuransi baru yang dikelola BPJS.

Saya tidak masalah dengan pergantian itu. Mendapatkan pelayanan kesehatan gratis jelas harus diterima dengan syukur. Cuma satu memang yang masalah dengan BPJS: antrian. Hehe.

Itulah makanya kantor kami pun mengeluarkan kebijakan: untuk jabatan Kepala Bagian, Manager sampai Direksi, masih di-cover oleh asuransi Inhealt. Bahaya kalau bos-bos disuruh antri. Hehe.

Namun ada yang menarik saat pegawai BPJS datang bersosialisasi ke kantor saya. Seorang teman iseng bertanya kepada pegawai itu, "Bapak ini sudah jelaskan panjang-lebar tentang kelebihan BPJS. Terus, Bapak sendiri pakai asuransi apa?"

Apa jawaban pegawai itu? Ternyata semua pegawai BPJS pakai double cover asuransi: asuransi Inhealt plus asuransi BPJS. Tentunya kalau saya pegawai BPJS saya akan pakai Inhealt. Siapa juga yang mau antri? Hihi.

Saat ditanya kenapa pegawai BPJS pakai Inhealt? Pegawai itu menjawab, "Direktur kami mengeluarkan kebijakan untuk double cover." Ya sudahlah. Itu saja! Take care para pembaca sekalian, jaga kesehatan!